Jinata menyimpan ponselnya setelah berbicara dengan Sarah—sang ibu. Ibunya itu mempertanyakan istri, anaknya dan dirinya yang kembali ke apartemen. Jinata menjelaskan semuanya dengan matanya sesekali melirik ke arah istrinya.
Setelah selesai makan, dirinya beranjak dari tempatnya sambil mengambil piring bekasnya dan mencucinya di wastafel.
"Fadli udah beres kan? Ayo kita berangkat," ajaknya.
"Ya, Abi.." Fadli segera turun dari kursi. Hanna juga mengikuti anaknya itu. Dia mengambil tas sekolah Fadli dan membantu memakaikannya ke punggung putranya.
"Di sekolahnya baik-baik yah.. Harus baik ke teman Fadli, dan harus nurut ke ibu Guru," kata Hanna sambil merapikan rambut Fadli, lalu mencium pipinya itu.
"Iya Ummi.." senyuman lebar diberikan oleh putranya itu.
Jinata memperhatikan istrinya yang bersikap manis pada Fadli. Sedangkan pada dirinya—suaminya sendiri. Wanita itu hanya menatapnya datar.
Jinata selesai memakai sepatu kulitnya. "Fadli!" Panggilnya.
Fadli berlari ke arahnya dan Hanna melangkah di belakangnya.
Pria itu agak ragu untuk pamit pada Hanna. Saat mau berucap, tiba-tiba Hanna memegang tangannya dan menciumnya. Tentu saja perlakuan Hanna itu membuatnya sedikit terkejut. "Hati-hati.." suara lembut istrinya itu terdengar.
Sebuah senyuman terukir begitu saja pada bibir Jinata. "Iya.. kamu jugakalau ada apa-apa telepon aku," kata Jinata.
Hanna mengangguk.
"Assalamu'alaikum." Jinata menggendong Fadli dan membuka pintu, keluar.
______Pukul delapan pagi, Hanna duduk lantai balkon dengan menggendong putrinya. Dia sedang berjemur dengan sang putri.
Hanna menghalangi sinar matahari pada wajah mungil Maryam dan akhirnya matanya putrinya itu terbuka. Dari tadi silau matahari menggangu mata Maryam.
Berulang kali, Hanna mencium pipi Maryam karena gemas. "Kamu cantik banget.. tapi kenapa gak mirip sama Ummi, miripnya malah sama Abi kamu," katanya.
Setelah lima belas menit berlalu, Hanna berdiri dan masuk ke dalam rumah bersama putrinya itu. Dia menidurkan Maryam di atas ranjang. Mata Maryam sudah tertutup lima menit yang lalu, bayi itu kembali tidur.
Suara nada pesan terdengar yang berasal dari ponselnya. Hanna langsung mencari ponselnya dan menemukannya di atas meja ruang tv.
Hanna duduk di sofa dan membuka pesan yang ternyata berasal dari Reza, yang mengajaknya untuk datang ke reunian hari Minggu. Di atasnya ada pesan yang sepertinya di baca oleh Jinata. Hanna membalasnya. Dia mungkin akan datang, kalau suaminya mengizinkannya.
Tak lama Reza membalasnya dengan kata 'ok, ditunggu' plus ikon love. Membuat Hanna sedikit malu.
Dia ragu kalau Jinata akan mengizinkannya dan dia berharap hari Minggu nanti Jinata tidak ke rumah sakit. Jadi pria itu bisa menjaga kedua anak mereka. Tapi, dia tak enak, kalau harus meninggalkan Jinata dengan kedua anak mereka. Dia bisa percaya kalau Jinata bisa menjaga Fadli, tapi kalau menjaga Maryam, Hanna ragu.
Setahunya, Jinata tak pernah mengurus bayi. Bahkan saat Fadli bayi dulu, jarang sekali Jinata berada di rumah dan mengurus putra mereka itu. Sekalinya Hanna pergi ke supermarket meninggalkan Fadli yang masih berusia dua bulan bersama Jinata. Pulangnya dia mendapatkan Fadli menangis.
Hanna menghela nafasnya dan menidurkan tubuhnya di sofa. Pupus harapan, kalau dia bisa bertemu dengan teman SMA-nya.
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART GAME 3 : not me, but you (Completed) (Finale)
SpiritualCeritanya enggak recomended buat kamu yang perfect. Bukan kisah cinta bahagia, yang terpikirkan oleh semua orang. Perjalanan pernikahan yang dihiasi dengan lika-liku. Ada masanya ingin berhenti dan meninggalkan semuanya. Jinata Alam, seorang suami...