Malam hari, Hanna berada di dalam kamar bersama dengan Maryam. Mamah dan Kakaknya sudah pergi tadi sore. Begitu pula dengan keluarga Jinata. Suasana yang awalnya ramai, sekarang menjadi sepi.
Ketika Maryam tidur, Hanna beranjak dari ranjangnya dan mengambil ponselnya yang berada di atas meja, hari ini dia tak memainkan ponselnya sama sekali.
Ketika menyalakan layar ponsel, dirinya melihat pemberitahuan pesan dari Reza. Dia membacanya dan sedikit menyeritkan dahinya. Pria itu memberitahu kalau dirinya datang kemari. Aneh sekali, padahal Hanna tak melihat keberadaan Reza tadi.
Kali ini Hanna langsung menelepon pria itu. Dan beberapa detik kemudian panggilannya langsung tersambung.
"Halo, Han?" Suara Reza terdengar.
"Assalamu'alaikum, Reza.." salam Hanna.
"Wa'alaikumsalam, kenapa Han? Tumben kamu nelepon duluan," kata Reza.
"Kamu tadi ke sini, ke acara aqiqah-an nya anakku?"
"Iya. Tapi aku gak ikut acaranya."
"Kenapa?"
"Ada yang mengusir aku," ujar pria itu.
Hanna menyeritkan dahinya. Dia berpikir kalau Jinata yang mengusir Reza. "Siapa? Suami aku?"
"Bukan."
"Lalu siapa?"
Reza tak menjawabnya. "Hanna, aku ingin bertemu sama kamu, ada yang harus aku bicarain sama kamu," katanya mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa gak sekarang aja? Ditelepon."
"Aku ingin ketemu. Bolehkan?"
Hanna sejenak berpikir. Dia penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Reza padanya. "Tentu, boleh. Ketemu di mana?"
"Hm.. tadi aku lihat cafe di daerah rumah kamu, nama cafe-nya itu Spring Cafe. Kita ketemu di sana aja, gimana?"
"Ok, insya allah. Jam berapa?"
"Pagi aku kerja. Jam dua saja sepulang aku kerja."
"Ya."
"Aku harap kamu datang, Han."
"Insya Allah. Aku usahain datang," kata Hanna. Tiba-tiba dirinya ragu, takut kalau Jinata tidak mengizinkannya.
"Ya udah Hanna. Kamu tidur sana. Selamat malam, semoga mimpi indah," kata Reza lalu sambungan telepon pun berakhir.
Hanna tersenyum kecil memandang ponselnya. Namun dia menggelengkan kepalanya dan mendesah. Hatinya, kenapa sangat senang? "Astagfirullah," istighfar-nya. Dia bingung, dia ingin membuat Jinata cemburu, namun dia takut dia akan kembali jatuh cinta pada Reza, mengingat dulu dia sangat mencintai mantannya itu. Hanna pun merasa bersalah, karena dia seperti memanfaatkan Reza.
"Reza, maafkan aku," gumamnya.
Hanna memilih membaringkan tubuhnya di samping putrinya. "Abi kamu harus sadar, gak terus-menerus dekat sama Tante Tia. Besok Ummi mau keluar dulu ketemu sama Om Reza, kamu nanti sama Nenek dulu yah, atau sama Mba Kasih yahh.." ujarnya.
Pintu kamar terbuka dan menampakkan Fadli yang masuk, anak itu menghampirinya.
"Sayang, kenapa?" Hanna duduk, dia terkejut dengan keadaan Fadli yang menangis.
"Ummi," isak Fadli.
"Fadli kenapa nangis?"
"Tante Tia pergi sama Abi. Tapi Fadli gak boleh ikut," lapornya.
Mendengarnya membuat Hanna malas untuk menenangkan Fadli. "Ya udah, mendingan Fadli tidur aja."
"Gak mau, Fadli mau ke Tante Tia. Ayo Ummi," kata Fadli menarik tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART GAME 3 : not me, but you (Completed) (Finale)
EspiritualCeritanya enggak recomended buat kamu yang perfect. Bukan kisah cinta bahagia, yang terpikirkan oleh semua orang. Perjalanan pernikahan yang dihiasi dengan lika-liku. Ada masanya ingin berhenti dan meninggalkan semuanya. Jinata Alam, seorang suami...