Mood nulisnya kebetulan lagi bagus.. jadinya cepet update, tapi jangan minta double update yahh.. nanti malah jadi lama update-nya.. hehehe..
Happy reading! Kalau bisa vote dan komen yahh..😉 makasih
.
"Hanna, mau ke mana?" Suara samar Sarah terdengar. Jinata mengusap wajahnya kasar. Air matanya keluar begitu saja, saat istrinya pergi.Dirinya menangis tersedu-sedu.
Dia pikir, keputusannya sudah benar. Hanna harus bahagia. Bersama dengan seorang pria yang mencintainya dengan tulus dan membahagiakannya. Sedangkan dirinya tak pernah melakukan hal itu. Selama ini Hanna selalu terlihat sedih, tertekan, kesal, marah saat bersamanya. Dia tak bisa membuat istrinya itu bahagia. Apalagi dengan kondisinya sekarang, dia semakin takkan bisa menjamin kebahagiaan Hanna. Dia mungkin akan menyusahkan Hanna nantinya. Tapi di sisi lain, hatinya tak ingin Hanna pergi dari hidupnya.
Jinata menghapus air matanya. Dia seharusnya tak bersedih, menceraikan Hanna adalah keputusan dirinya. Hanna tak pergi meninggalkannya. Tapi dirinya sendiri yang membuat Hanna pergi. Bodoh sekali pria itu.
"Jinata!" Panggil sang ibu, masuk ke dalam kamar-menghampirinya.
"Apa yang terjadi? Kenapa Hanna pergi sambil menangis?" Tanya Sarah yang khawatir dengan menantunya.
Jinata terdiam sejenak. Lalu menatap mata sang ibu. "Aku bilang pada Hanna akan menceraikannya, Mah," katanya.
"Apa?!" Tentu saja Sarah sangat terkejut mendengarnya. "Kamu sudah gila? Kenapa menceraikan Hanna? Mamah gak akan izinin menceraikan Hanna. Mamah gak mau kalian berpisah."
"Aku harus melakukannya, mah."
"Kenapa?! Apa alasannya, Jinata Alam?" Terka Ibunya.
"Mamah gak lihat aku sekarang? Kakiku lumpuh, mah dan juga Hanna mencintai pria lain," ucapnya dengan matanya melihat buket bunga yang dibuang Hanna tadi ke dalam tong sampah.
"Kamu gengsi dan malah menuduh menantu Mamah. Kaki kamu bisa sembuh. Ayah kamu sudah bilang. Hanna hanya mencintai kamu."
"Aku ingin istirahat, Mah. Bisa kan Mamah keluar dulu? Aku lelah."
Emosi Sarah mulai memuncak. Dia sangat marah pada putranya itu. "Terserah! Tapi asal kamu tahu, kamu sangat egois! Kamu bahkan gak mikirin kedua anak kamu!" Bentaknya, lalu pergi melangkah keluar.
Jinata terdiam, ternyata dia lupa dengan keberadaan Fadli dan Maryam.
_______Pintu rumah Selly terbuka, Hanna langsung memeluk sang ibu yang ternyata membukakan pintu. Tangisnya langsung pecah. Dia tak bisa menyembunyikan kesedihannya sekarang.
"Hanna, kamu kenapa?" Jelas-jelas Sri terkejut-khawatir dengan putrinya yang tiba-tiba datang dan langsung menangis.
Hanna tak menjawab pertanyaannya dan mengeratkan pelukan sang ibu.
"Kita masuk dulu." Sri menuntun Hanna untuk masuk ke dalam dan duduk di sofa. Hanna kembali memeluk ibunya itu dan tetap menangis.
Sang ibu hanya mengelus kepala Hanna yang tertutup oleh kerudung itu, menunggu putrinya tenang.
Tak lama, tangisan Hanna mulai reda. Dia melepaskan pelukannya. Sri memegang tangannya. "Kamu bisa ceritakan, apa yang buat kamu menangis?"
Air mata Hanna masih memenuhi pelupuk matanya. Keluar begitu saja menuruni pipinya. "Jinata menceraikan aku Mah. Dia menalak aku," isaknya.
Sri sangat terkejut, namun ekspresinya tetap tenang. "Apa masalahnya?"
Hanna menggeleng pelan. "Dia bilang aku harus bahagia dengan pria lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART GAME 3 : not me, but you (Completed) (Finale)
SpiritualitéCeritanya enggak recomended buat kamu yang perfect. Bukan kisah cinta bahagia, yang terpikirkan oleh semua orang. Perjalanan pernikahan yang dihiasi dengan lika-liku. Ada masanya ingin berhenti dan meninggalkan semuanya. Jinata Alam, seorang suami...