Ada yang nunggu kah? Maafyah gak bisa update setiap hari, apalagi double up.. tadinya niatnya mau di pending dulu ceritanya.
.
Hanna menepuk pelan punggung Maryam. Putrinya itu menangis dengan kencang, padahal barusan dia sudah minum ASI-nya. Ketika Hanna memberikan susu formula, anak itu menolak.
"Sayang kenapa nangis terus?" Bingung Hanna.
Sarah masuk ke dalam kamar Hanna karena mendengar cucunya yang tak berhenti menangis. "Kenapa sayang? Sini sama nenek," katanya sambil mengambil alih Maryam.
"Tadi Hanna sudah kasih ASI tapi dia masih nangis, Mah," ujar Hanna.
Ibu mertuanya itu menimang-nimang Maryam dan sambil membaca shalawat. Ajaibnya Maryam terdiam. Hanna hanya menatap keduanya.
"Maaf, malah ngerepotin Mamah," kata Hanna yang merasa dirinya tak becus untuk mengurus putrinya sendiri.
"Gak ngerepotin. Maryam kan cucu Mamah. Kamu tadi pagi bilang mau ke rumah sakit?" Tanya Sarah.
"Iya, mah, tapi.." ragu Hanna.
"Tapi kenapa?"
"Maryam lagi rewel, jadi Hanna bingung kalau ninggalin Maryam."
"Ada Mamah sama Kasih. Lagian udah hampir satu Minggu kamu gak ketemu sama Jinata, emangnya kamu gak kangen sama anak mamah itu?"
"Tentu saja Hanna kangen, Mah."
"Ya udah mendingan kamu ke sana aja. Kamu tahu? Jinata selalu nanya kamu terus waktu mamah ke sana."
Hal itu membuat Hanna tersenyum. "Iya, mah."
_______Hanna pun pergi ke rumah sakit diantar oleh Pa Jojo. Begitu berada di rumah sakit, Hanna langsung menuju ruang rawat suaminya. Sebelum membuka pintu, dia menghirup dalam nafasnya dan mengeluarkannya dengan pelan. Dia berharap semuanya akan baik-baik saja. Jinata takkan mengusirnya lagi seperti terakhir kalinya.
Perlahan pintu pun ia buka dan dirinya mendapatkan Jinata yang sedang mengobrol dengan Dokter Asep.
"Pemeriksaannya pasti mendiagnosis Paraplegia komplit kan, pak?" Tanya Jinata.
Hanna tak langsung masuk dan memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka.
"Awalnya seperti itu, tapi ketika kemarin diperiksa lagi, fungsi sensorik kamu masih berfungsi, Nat," jelas Dokter Asep.
"Tetap saja. Saya lumpuh," lirih Jinata.
"Tapi ada harapan kalau kamu bisa sembuh. Asal kamu mau diterapi."
Jinata terdiam. "Bagaimana kalau saya benar-benar kehilangan fungsi sensorik dan motorik seperti diagnosis awal?" Tanyanya.
"Kamu akan sembuh Jinata, insyaallah. Kamu ada harapan."
Hanna merasa lega mendengar Dokter Asep mengatakan hal itu. Ya, Jinata ada harapan untuk sembuh. Ya Allah sembuhkanlah suami hamba, do'anya.
"Assalamu'alaikum," salam Hanna sambil melangkah masuk ke dalam.
"Wa'alaikumsalam.. eh, Hanna," kata Dokter itu.
"Halo, Pak. Bapak Apa kabar?" Sapa Hanna pada Dokter Asep yang merupakan Dokter spesialis saraf penanggung jawab Jinata dan merupakan dosennya saat dulu.
"Baik, bagaimana dengan kamu?"
"Alhamdulillah, pak. Baik juga."
Asep menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu saya permisi dulu," pamitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART GAME 3 : not me, but you (Completed) (Finale)
SpiritualCeritanya enggak recomended buat kamu yang perfect. Bukan kisah cinta bahagia, yang terpikirkan oleh semua orang. Perjalanan pernikahan yang dihiasi dengan lika-liku. Ada masanya ingin berhenti dan meninggalkan semuanya. Jinata Alam, seorang suami...