DUH, bego banget sih gue, Bobby masih saja merutuk dalam hati. Untuk kesekian kali sejak kemarin, makian itu terus dia tujukan pada diri sendiri. Rasanya dia seperti berada di ujung tanduk. Semua perbuatannya di masa lalu berkelebat dalam benaknya. Semua dosa-dosanya, semua kata putus dan tawa tak berperasaan yang dia tunjukkan di depan cewek-cewek yang merengek padanya supaya hubungan mereka terus berlanjut. Segala pertanyaan "kenapa" yang mereka lontarkan, dan jawaban, "Gue bosen aja." Atau, "Kan dari awal gue udah bilang, gue nggak mau serius."
Seharusnya sebelum menjalankan rencana ini, dia ngaku dosa dulu dan menjalani penitensi supaya dosa-dosanya diampuni.
What if karma does exist?
Bobby melirik Ria yang duduk di sampingnya, sementara dia menyetir dengan telapak tangan berkeringat dingin. Kenapa juga dia harus mengajak Ria nonton berdua aja malam ini? Kenapa juga kepalanya harus menyusun rencana Katakan Cinta yang lebih besar potensi ditolaknya? Ini benar-benar bukan Bobby yang biasanya.
Ini semua lebih tepatnya gara-gara sahabat Ria yang bawel itu.
Weekend yang lalu, Bobby tak sengaja bertemu Joey yang berkeliaran sendirian di mal. Katanya sih habis pulang nge-gym. Bobby juga kebetulan sedang sendiri karena sedang ingin saja sendiri. Joey, yang aji mumpung nggak ada Ria, langsung mengajak Bobby makan bareng di restoran steik yang baru buku di samping food court mal. Katanya, dia harus makan daging-daging begitu dalam dua jam setelah olahraga.
Sambil mengiris daging steik yang ternyata cukup kaya rasa, mereka mengobrol. Mulai dari apa profesi Joey sebenarnya, karena Bobby mengira Joey itu personal trainer saking seringnya mendengar cowok itu nge-gym. Ternyata bukan. Joey bekerja sebagai akuntan di perusahaan akuntan internasional terbesar kedua di Indonesia. Umumnya akuntan kan sibuk yah, tapi sesibuk apa pun dia, dia selalu menyempatkan diri berolahraga, meski kadang hanya setengah jam sampai satu jam di sela-sela jadwalnya bertemu klien.
Obrolan sama Joey ternyata lebih lancar kalau ngomongin soal penampilan. Mulai dari ngebentuk badan sampai gel rambut yang paling awet, sampai dua hari. Ditambah lagi ngomongin sepatu olahraga, yang ternyata koleksi nomor satu Joey.
"Sepatu apa? Basket? Atau olahraga indoor?"
Joey meneguk sparkling water-nya buru-buru, seperti tak sabar ingin segera menjawab Bobby. "Uh, apa aja. Gue nggak cuma nge-gym, tauk. Kadang sama klien main basket juga. Si Ria sering gue mintain tolong juga ikutan preorder sepatu. Soalnya kalau kayak gitu kan kadang dulu-duluan tuh masukin ke keranjang belanja. Kalo yang laris banget malah nggak sampe semenit udah sold out."
"Pantesan gue kadang suka lihat Ria buka website Nike. Udah gitu ukuran sepatunya 9 pula. Gue pikir apa dia mau beliin buat iparnya. Kan nggak mungkin kakinya yang kecil begitu ukurannya sembilan. Harusnya kan cewek tuh ikutan preorder parfum gitu yah, eh tapi parfum yang dipakai Ria dijual bebas dan murah di minimart sih." Bobby terkekeh sambil mengiris dagingnya, lalu menusukkan garpu pada salah satu french fries di piringnya.
Saat mendongak dari piringnya, dia baru menyadari Joey ternyata terdiam. Mulutnya membuka dan matanya membelalak. "Lo kok... merhatiin banget ukuran sepatunya Ria? Gue tuh udah lama curiga, jangan-jangan lo tuh sebenarnya naksir sama dia. Hayo, ngakuuu."
Bobby agak kaget mendengar tuduhan itu. Dia tertawa karena itu sebenarnya konyol. Kalau dia memang naksir Ria, buat apa dia menutup-nutupi perasaannya, karena playboy seperti dirinya pasti bisa dengan mudah memikat Ria. Tapi pada kenyataannya, Ria memang sulit ditaklukkan. Segenit dan se-flirty apa pun Bobby padanya, Ria tetap menanggapinya dengan datar.
"Pantesan dikit-dikit tuh gue denger dari Ria, lo selalu siap sedia nganter dia ke mana-mana. Gue sering bilang sama dia, 'Loh, si Bobby temen lo itu kayak kekurangan pacar aja deh, selalu punya waktu buat nganterin lo ke mana-mana.' Sekarang tuh semua kepingan puzzle-nya udah jelas. Akhirnyaaa..."

KAMU SEDANG MEMBACA
S1ngle
RomanceKata orang, bersih itu sebagian dari iman. Nah, kalau kata dokter gigi, kebersihan karang gigi itu sebagian dari kerja keras menyikat gigi. Tapi, sejak kecil, serajin apa pun Ria menyikat gigi, dia tetap saja harus merawatkan giginya ke dokter gigi...