.bab dua puluh empat.

260 34 1
                                    

CARA mendapatkan kekasih hati itu terkadang memang misteri ilahi. Ada beberapa orang yang tak seberuntung itu perihal cinta dan mencari pasangan. Adaaa aja kendalanya. Mau ngajak gebetan makan malam romantis aja, malah gagal. Ria menutup mulutnya rapat-rapat sejak keluar dari ruang poligigi itu. Pipinya sedikit menggembung dan beberapa kali dia harus menyeka liur yang merembes keluar dari antara bibirnya.

Buat orang lain mungkin itu pemandangan menjijikan, tapi buat Bobby, Ria terlihat sangat seksi. Tapi tetap saja rencana yang sudah disusunnya dengan rapi, sekarang harus beradaptasi. Jadi, mereka berakhir lagi di meja bundar yang kaki mejanya tidak stabil di depan minimarket dekat rumah sakit.

Menurut pengalaman Bobby, yang dia catat dalam buku Bobby 101 di benaknya, kalau kita mendekati orang yang sungguh-sungguh kita sukai, biasanya malah banyak kerakalnya---iya, kerakal, soalnya kendalanya itu lebih besar-besar daripada kerikil, dan ujungnya lancip-lancip, tajam. Tapi kalau kita mendekati orang yang nggak kita sukai, yang cuma biar kita nggak jomblo aja, atau biar kita ada hiburan kalau bosan, justru malah gampang banget. Kurang greget!

Ria duduk bersandar di kursinya sambil bersedekap. Dahinya mengernyit sebal.

Bobby menopang dagu di seberangnya, wajahnya cemberut manja. "Kenapa tiba-tiba cabut gigi, sih? Tuh dokter kenapa nggak kasih warning dulu. Kirain cuma tambal biasa."

Sebenarnya bukannya tanpa warning. Di pertemuan sebelumnya, Edwin sempat bilang soal gigi geraham Ria yang sepertinya sudah mati sarafnya dan dia menyarankan untuk dicabut. Tapi tadi, saat mengecek polip gigi Ria, Edwin tiba-tiba bertanya, "Gigi gerahamnya mau dicabut sekalian? Takutnya nanti jadi penyakit kalau dibiarin. Kecuali kalau habis ini mau ada janji lain, nanti kamu nggak bisa makan enak." Dan Ria pun bilang dia memang ada janji makan malam dengan Bobby. Edwin menelengkan kepala, "Itu teman kamu yang ke mana-mana sama kamu itu?" Ria mengangguk. Dan tiba-tiba saja, Ria disuruh berbaring lagi di kursi pasien, disuruh mangap, dan Edwin bilang giginya harus dicabut hari ini karena kondisinya sudah tidak baik untuk kesehatan.

Ria mengangkat bahu, kesal. Kiri ditambal, kanan dicabut. Nyut-nyutannya belum terasa sih, tapi lidah Ria tak bisa berhenti mengecek kondisi tambahan dan memastikan sudah tidak ada darah yang mengalir. Baru juga satu jam berlalu sejak dia meninggalkan ruang praktek Edwin, jadi memang belum sepenuhnya aman untuk makan apa pun.

Bobby tampak asyik mengunyang kentang goreng yang dibelinya dari minimarket. Dicocol saus sambal dan mayonaise. Perut Ria langsung bergemuruh protes.

"Sabar ya, Ria. Nanti gue beliin buat lu makan di rumah deh," komentar Bobby, sambil terus menggerakkan rahangnya untuk mengunyah, seperti video-video mukbang yang belakangan ini berseliweran di Instagram-nya.Sekilas seolah cowok itu ingin mengejek Ria yang belum bisa makan.

Tiba-tiba tangan Bobby terulur dan meraih tangan Ria. Tangan besarnya yang berburu mengangkat tangan Ria ke meja dan menggenggamnya. Cowok itu tersenyum, "Nih, gue salurkan betapa nikmatnya kentang goreng ini lewat sentuhan. Lo bisa ngerasain, kan, Ria?"

Tepat pada saat itu, suara yang familier terdengar semakin jelas. Suara itu mengobrol dengan seorang wanita bersuara rendah dan berlafal anggun. Tubuh ramping dan tegap mereka berjalan mendekat, menuju pintu masuk minimarket.

Ketika Ria melirik, Edwin sedang menatap tajam ke arah Ria sambil mendengarkan Irene yang melangkah bersamanya. Hati Ria seperti dibakar api cemburu.

Apa-apaan dia! Tadi habis ngajakin Ria kencan, sekarang jalan sama cewek yang supercantik dan anggun itu. Ria membeku, tapi tak bisa mengalihkan pandangan dari pasangan serasi itu. Bobby sampai menoleh karena kepala Ria berputar mengikuti pergerakan pasangan itu ke dalam minimarket dan tak juga berhenti meski sudah dibatasi dinding kaca.

"Eh? Itu...?"

Ria cuma mengangguk, lalu menarik tangannya dari genggaman Bobby, dan bersandar lesu.

"Kita pulang aja yuk, Beb?"

Ria mengernyit protes. Sejak kapan dia jadi Beb-nya Bobby? Ria cuma menggeleng. Dia mau lihat ke mana pasangan itu mau pergi.

Dan setelah menunggu beberapa menit, ternyata pasangan itu malah duduk menempati meja di sebelah mereka. Ria harus berbasa-basi dulu dengan Irene dengan melambaikan tangan dan tersenyum dari mejanya.

Edwin memilih duduk memunggungi Ria, bangkunya menempel pada bangku Bobby.

"Aku udah pesenin tiket untuk kita. Flight besok malam," kata-kata Irene pada Edwin langsung membuat telinga Ria menajam.

Flight apa nih? Ria bertanya-tanya dalam hati.

"Oke. Kamu tenang aja ya, kita akan cari solusi terbaik di sana. I'm with you all the way."

Cara bicara dan pilihan kata-kata yang hangat itu selalu membuat dada Ria rasanya mau meledak saking irinya.

Cemburu, iya, Ria cemburu.

Tapi Ria punya hak apa untuk cemburu?

Ini ide buruk. Menguping obrolan Edwin dan wanita itu hanya membuat dadanya sesak.

Ria langsung menyambar lengan Bobby dan menariknya pergi.

*

Malam itu, sebuah pesan masuk ke ponsel Ria. Di bagian notifikasi hanya terlihat nama Edwin dan sepotong bagian depan kalimatnya yang sudah berisi kata: Maaf.

Ria baru selesai berkumur setelah akhirnya bisa menyantap sup ayam masakan Mbak Yun.

Jacqueline dan para keponakannya sudah tertidur pulas ketika dia pulang. Setidaknya ia punya waktu untuk sendiri malam itu.

Ria terduduk di karpet tebal, bersandar pada ranjangnya. Mencoba menyiapkan diri sebelum membuka pesan WhatsApp Edwin.

"Maaf, Ria, kencan minggu ini terpaksa kita tunda. Aku harus ke Singapura, ada urusan."

Edwin masih terlihat online.

Ibu jari Ria sudah melayang di atas layar, siap untuk ditugaskan mengetikkan jawaban, tapi... hati Ria belum siap merespons apa-apa. Pria itu tidak menyebutkan dengan siapa dia pergi, untuk apa dia pergi, dan kenapa harus minggu ini di saat beberapa jam sebelumnya pria itu baru saja mengajak Ria berkencan akhir pekan ini.

Padahal Ria tahu persis dengan siapa pria itu akan pergi.

Pria itu bahkan tidak menyebutkan akan menunda kencannya sampai kapan. Tidak menawarkan juga untuk menjadwalkan ulang kencan mereka.

"I'm with you all the way." Janji itu pria itu berikan untuk wanita lain.

Ria tahu persis di mana posisinya.

Dia tahu persis dia tak perlu menjawab apa-apa.

Semuanya sudah selesai, kalau begitu.

Ria menaruh ponselnya di nakas, dan mencoba membasuh semua rasa kecewanya dengan air hangat di kamar mandi.

S1ngleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang