♡𝐁𝐞𝐬𝐭 𝐛𝐨𝐲♡

735 110 1
                                    

"Kita hanya dipertemukan, akan tetapi tidak untuk dipersatukan."
_A L I A_

Ailen mengemudikan motornya dengan kecepatan di atas rata rata, menerobos para pengguna jalan lain. Ia tidak menghiraukan teriakan teriakan para pengguna jalan, sampai sampai ada yang memakinya.

Ailen benar benar kacau sekarang, ia butuh Lia, ia butuh pelukan hangat dari gadis itu.

Ailen tiba di apartemennya, mengecek bagaimana bentuk wajahnya terlebih dahulu, untung Adelio tidak memukuli wajahnya. Jika sampai Adelio memukuli wajahnya, mampus kena amuk Lia.

Ailen membuka pintu apartemennya pelan pelan, ini sudah jam sepuluh malam. Ia tidak ingin Lia terganggu tidurnya karena ulah laki laki itu.

____

Ailen berjalan mengendap-endap, takut takut Lia bangun. Tapi ia malah melihat Lia yang sedang tertidur di ruang tv, gadis itu tampak sangat lelah. Di sampingnya ada mangkuk seblak, tu orang sakit masih suka makan seblak.

"Yang, yang, bangun." Ailen mengguncang guncangan dengan pelan pipi Lia. Takut Lia marah.

"Yang," panggil Ailen lagi, karena tak kunjung bangun, Ailen memilih mengangkat Lia menuju kamar. Gadis itu tampak tenang sekali jika tidur.

Ailen tersenyum kecut, bisa bisanya ia menghancurkan masa depan gadis semanis Lia. "Cantik banget mamanya kak," beo Ailen, lalu mengecup sekilas bibir Lia.

Ailen menidurkan Lia di atas kasur, pada saat ingin pergi, Lia malah menggenggam tangannya. Mata gadis itu terbuka, dan ia mengucek ucek matanya kala melihat Ailen yang sudah berdiri di hadapannya.

"Aii, kangen," rengek Lia manja.

Ailen terkekeh pelan, bagaimana bisa ia meninggalkan Lia, baru pisah beberapa jam saja Lia sudah manja begini.

Lia mengubah posisinya menjadi duduk, dan langsung memeluk Ailen secara tiba tiba. Gadis itu memeluk dengan erat tubuh Ailen, takut sekali kehilangan. "Lama banget pulangnya!" kesal Lia.

Ailen terkekeh, dan menunduk menatap Lia yang sudah bersembunyi di dada bidangnya. "Kangen yah?" godanya.

"Enggaklah! Yakali kangen!" Ailen kembali terkekeh, ternyata pacarnya masih gengsian.

"Tadi katanya kangen."

"Keceplosan doang." Ailen balas memeluk Lia tak kalah erat, ia benar benar tidak bisa membayangkan jika suatu saat mereka akan berpisah, rasanya Ailen tidak kuat.

Lia melepaskan pelukannya, dan merapikan anak rambut Ailen yang tidak tertata rapih.

"Aii! Ini kenapa!" Lia jadi panik sendiri kala melihat darah yang menembus baju Ailen, tangannya pun ikut terkena darah itu.

Ailen jadi gelabakan sendiri, sial! Lukanya kelihatan, padahal dari jauh jauh hari Ailen sudah merahasiakan luka ini dari Lia, tapi karena kena cambukan Daddy nya tadi, luka ini terbuka kembali.

"E-enggak, luka dikit doang." Lia memberanikan diri membuka baju Ailen, mata Lia melotot kala melihat pinggang Ailen yang sudah dibanjiri darah, Lia yakin ini luka lama yang kembali terbuka.

"Aii, jahitannya lepas," ujar Lia panik.

"Enggak papa."

Lia segera mengambil kotak p3k untuk mengobati Ailen. Walaupun nyatanya Lia itu takut darah, tapi demi mengobati luka Ailen. Ia harus berusaha terlihat berani.

"Sakit banget yah." Ailen yang terluka Lia yang menangis.

Ailen terkekeh, mengelus dengan sayang pucuk kepala Lia. "Ga sakit yang."

Lia mengobatinya dengan telaten, menutup matanya beberapa kali agar tidak takut lagi. Jujur penglihatan Lia menjadi kabur karena melihat darah segar terlalu banyak. Lia cepat cepat memperban agar darahnya tidak terus keluar.

Ailen mengelap air mata yang terus mengalir di wajah Lia dengan ibu jarinya.

Ailen mendekatkan wajahnya pada wajah Lia, menyatukan kening keduanya. Tersenyum seperti bisanya. "Jangan nangis lagi, mama."

"Jangan luka lagi, papa," balas Lia lalu kembali memeluk Ailen dengan erat.

"Kenapa manja banget?" tanya Ailen heran, biasanya kan dapet umpatan tiap hari.

"Takut ga bisa bareng lagi," ujar Lia jujur, entahlah ia merasa takut sekali akhir akhir ini. Ailen seperti akan pergi jauh meninggalkannya.

"Emang aku mau kemana?" tanya Ailen pada Lia.

"Gatau." Ailen geleng geleng kepala, mungkin ibu hamil memang begini kali yah.

"Ga mungkin pergi lah, kan ga sabar liat kakak turun ke dunia." Lia tersenyum hangat.

"Aii janji ga akan ninggalin gue?" Lia menyodorkan jari kelingkingnya. Ailen menautkan jadi kelingkingnya pada jari jari kelingking Lia.

"Janji, kecuali maut yang misahin." Lia terkekeh. "Iyalah! Maksudnya ga boleh selingkuh."

"Ga bakal selingkuh, kan udah ada kamu." Pipi Lia kembali bersemu menahan malu, Ailen paling bisa buatnya salah tingkah.

"Gombal terus."

"Kenapa ga tidur?" tanya Ailen yang masih setia merangkul Lia. Lia menggeleng dan memeluk Ailen dari samping. "Belum ngantuk."

"Skip Eylik, Lia lebih menarik

"Aii."

"Iya?"

"Mana kalung salibnya?" tanya Lia karena tidak melihat Ailen mengenakan kalung salib.

"Di simpen."

"Kenapa ga make?" tanya Lia curiga, Ailen menggeleng seperti biasa. "Enggak dulu."

"Simpen dimana?" tanya Lia. Ailen menunjuk lemari kecil dekat meja rias Lia.

Lia pergi mengambil kalung salib Ailen di dalam lemari itu. Memakaikannya kembali di leher Ailen. Ailen terdiam sesaat.

"Aii, kalungnya ga boleh di lepas, Aii kan anak Tuhan. Pake terus." Lia tersenyum, tapi tidak dengan hatinya. Ia benar benar hancur kala melihat Ailen mengenakan kalung itu.

Ailen ikut tersenyum, mengambil kerudung di atas nakas, memasangkam kerudung itu pada Lia. Ailen tersenyum melihat Lia tampak manis dengan kerudung Rabbani yang dikenakannya.

"Lia, kerudungnya ga boleh di lepas. Lia kan hamba Allah, jadi auratnya harus dijaga."

Keduanya saling pandang, tak lama tertawa miris, menertawakan kebodohan mereka sendiri. Mereka terlalu memaksakan, sampai akhirnya melupakan pahitnya kenyataan.

Ailen berbaring di kasur, menjadikan paha Lia sebagai bantalannya. Lia mengelus elus dengan sayang rambut Ailen, memainkannya sesaat. Ailen menatap Lia yang sungguh cantik mengenakan kerudung.

"Lia kalo lagi pake kerudung cantik banget yah." Lia terkekeh, Ailen pintar sekali memuji. "Semakin ga bisa digapai," lanjutnya lagi.

"Aii juga kalo make kalung salib ganteng banget yah." Lia menirukan ucapan Ailen barusan. "Dan ga mungkin untuk dimilikin."

Ailen tersenyum dan menggeleng. "Bisa kok, kan sekarang udah jadi milik kamu."

"Maunya si gitu, tapi kenyataannya yang ga gitu."

Ailen mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan perut Lia. Mengelus perutnya dengan sayang, dan tersenyum bahagia.

"Assalamualaikum, jagoin kecil papa." untuk keberapa kalinya Lia terdiam mendengarkan ucapan Ailen.

_Off Baperan_

950•30•05•21

ꜱᴀʏᴀ, ᴘᴀᴄᴀʀɴʏᴀ ᴇɴꜱɪᴛɪ

AIIQELLA||TAMAT||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang