15.

64 17 20
                                    

Sudah vote? Serius nanya...

~oOo~

Tidak terasa, 1 minggu telah berlalu. Hari yang sangat tidak ingin Sia harapkan. Hari dimana rasa sakit dan takut itu terjadi. Hari ini, Sia akan resmi menjadi seorang istri diumurnya yang masih sangat belia. Dari malam, dia tidak bisa tidur, dia terus saja memikirkan Glen, Argan, Zeline, Intan dan kedua orangtua kandungnya.

Memang tidak meriah, tidak banyak tamu yang diundang, yang diundang hanyalah sanak saudara saja.

Sia sedang berada dikamarnya, dengan sedikit polesan make-up membuatnya cantik paripurna.

'Baru kemarin aku diberikan rasa bahagia, tetapi, kenapa rasa sakit ini kembali muncul tuhan?'

"Sia? Kamu sudah siap? Ayo keluar, Deon dan calon mertua mu sudah datang!" teriak Indah dari balik pintu.

Sia tidak menjawab panggilan Indah. Sia melihat layar handphonenya yang sudah dipenuhi puluhan panggilan 'tak terjawab dari Zeline.

'Nara minta maaf, Kak.'

"Sia?" panggil Indah sekali lagi.

Sia dengan cepat menghapus air matanya. "Iya, Bun. Sia keluar."

• • •

Kini, Sia dan Deon sudah duduk berdampingan menunggu penghulu yang 'tak kunjung datang. Didalam hati, Sia sangat bersyukur atas keterlambatan penghulu tersebut. Setidaknya, ada sedikit waktu untuk mengulur-ulur waktu.

"Kamu sangat cantik, babe," kata Deon berbisik kepada Sia sambil tersenyum manis.

Sia bergidik ngeri karenanya. Kenapa harus Deon? Kenapa harus om-om? Perbedaan umur mereka sangatlah jauh! Dimana otak Indah?

"Ciee, Deon sama Sia dari tadi bisik-bisikkan mulu, ada apa nih?" goda Lia—ibu Deon.

Sia membalas tatapan Lia dengan raut wajah dingin. "Gak usah ngomong sama gue!" kata Sia 'tak ada sopan-sopannya.

Lia hanya menanggapinya dengan senyuman tipis, baru awal saja, fikirnya. Lama-lama Sia akan bisa menerima Deon, cinta 'kan bisa datang karena terbiasa, bukan?

"Woah! Kamu cantik sekali, Sia! Kalau papa jadi Deon, pasti papa juga bakalan cinta sama kamu, hehe!" ucap Bram.

Sia menatap Bram datang. "Papa? Lo siapa ya? Lo 'kan bukan papa gue!" kata Sia nyalang.

Baru saja Bram ingin berbicara, tetapi penghulu sudah datang, membuat ucapan Bram yang sudah berada diujung lidah terpotong.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya penghulu tersebut.

• • •

"Glen, Argan, bantu kakak yaa?"

"Kak Zeline jangan bohong deh! Gak mungkin Sia dijodohin!" kata Argan nyolot.

Zeline hanya menghela nafas pasrah, dari tadi dia meminta bantuan kedua lelaki itu, tetapi responnya tetap sama saja. Argan, lelaki itu, tidak mempercayai ucapan Zeline sedikitpun.

Athanasia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang