Haru POV
Jika ditanya sejak kapan aku memiliki perasaan pada (Name) ... entahlah, aku sendiri tidak tahu. Rasanya sangat nyaman berasa di dekatnya, aku juga merasa senang-senang saja saat berinteraksi dengannya.
Aku sangat ingin memilikinya hanya untuk diriku seorang, aku tahu itu egois, tapi itu adalah keinginan lama yang kupendam.
Awalnya aku menolak mentah-mentah perasaan ini, dan meyakinkan diriku bahwa kami hanyalah sahabat, tidak lebih dari itu. Tapi tetap saja, hatiku menolak pikiranku.
Semakin lama aku berada di dekatnya, semakin besar juga rasa sayangku padanya. Aku tetap ingin disisinya, meskipun dia tidak menyadari perasaanku yang sebenarnya.
Memang benar apa kata orang lain, jika perempuan dan laki-laki bersahabat, ada kemungkinan salah satunya memendam perasaan. Aku mengalami hal itu, perasaan yang awalnya kutolak mentah-mentah, malah semakin tidak bisa kuhentikan.
Aku memutuskan untuk membiarkan perasaan ini mengalir begitu saja, melihatnya tertawa di dekatku saja sudah membuatku ikut tersenyum. Andai saja aku bisa melangkah lebih jauh daripada sekarang.
Jujur saja, hatiku juga terasa sakit saat dia bercerita bahwa Ibunya menjodohkannya dengan laki-laki yang bahkan tidak dia kenal. Ingin rasanya aku menyatakan perasaanku padanya, dan mengatakan secara lantang bahwa aku ingin memilikinya.
Tapi sebagai sahabat, aku harus mendukungnya bukan?
Meskipun aku sendiri yang mengalami sakit hati itu, aku tetap bisa berdiri di sisinya sebagai seorang sahabat.
Tapi ternyata aku salah, mau mendukungnya atau menyuruhnya menerima laki-laki itu sebagai tunangannya, hatiku mengatakan bahwa aku tidak boleh melakukan hal itu lebih jauh daripada ini.
Aku harus berjuang mendapatkannya.
Lebih dari saat kami berinteraksi sebagai sahabat.
Meskipun ....
Kemungkinan besar aku akan gagal mendapatkannya, dan hanya bisa mengatakan selamat kepada laki-laki lain yang memenangkan hatinya.
Itu ....
Mungkin cukup ....
Haru POV end
.
.
.
Haru memasuki kamarnya dan merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya, melepaskan rasa penat yang sangat awet ini. Laki-laki itu menghela nafasnya, hatinya masih ragu untuk bersaing dengan Tsukishima.
Bagaimanapun, Tsukishima lebih unggul darinya.
Lebih pintar.
Lebih dewasa.
Sudah hampir menyelesaikan pendidikannya.
Dan juga ....
Lebih tampan darinya.
Haru mengusap wajahnya kasar.
"Apa aku bisa ya?" gumamnya. Dia mengigit bibirnya sendiri dan duduk di pinggiran tempat tidur, membiarkan kakinya terayun-ayun.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days • Tsukishima Kei X Reader • ✓
FanfictionTiga puluh hari. Bukan waktu yang sebentar, juga bukan waktu yang lama. Dalam sebulan apa yang bisa terjadi? Begitu juga dengan kisahku dengannya, Tiga puluh hari, bagaimana kisah satu bulan kami? Dengannya, Tsukishima Kei ....