"Aku harus apa supaya kau menganggapku laki-laki yang beranjak dewasa?"
(Name) tidak tahu harus menjawab apa dan bagaimana, Haru benar-benar terlihat serius. Tidak ada sorot mata lembut yang biasanya terlihat, sekarang hanya ada sorot mata tegas dan terlihat sedikit marah.
Jarang sekali (Name) melihat Haru yang tampak marah seperti ini. Saking jarangnya, masih bisa dihitung pakai jari selama mereka bersahabat.
"Jawab (Name)."
"A–aku eenggg ...."
(Name) mengalihkan pandangannya ketika Haru mendekatkan wajahnya. Bahkan jarak wajah keduanya kurang dari setengah jengkal, membuat (Name) bisa sedikit merasakan nafas Haru.
"Aku hanya bercanda! Wajahmu kelihatan lucu tadi!"
Haru menarik wajahnya dan kembali berdiri tegak. Dia tertawa sambil mengusap-usap pucuk kepala (Name) dengan gemas, sementara yang diusap hanya menghembuskan nafas kesal.
'Tak bisa dipungkiri kalau tadi jantung (Name) sempat berdetak dengan kencang, sikap Haru yang mendadak seperti itu membuatnya sangat terkejut. Tapi dia sama sekali tidak berpikir bahwa ini benar, untung saja Haru berhenti, kalau tidak maka dia dengan berat hati harus menampar Haru.
Haru berjalan menuju kasir karena dia sudah selesai mengambil semua buku yang dia inginkan. (Name) membeku di tempat, beberapa detik kemudian dia tersadar dan berlari kecil menyusul Haru.
"Haru! Haru! Bagaimana kalau buku yang ini?" tanya (Name) sambil mengangkat buku yang tadi diambilkan Haru.
"Bagus kok. Aku rekomendasikan," jawab Haru tanpa menoleh.
(Name) berjalan di belakang Haru, tangan kanannya memegangi ujung baju Haru. Ini kebiasaan lama, (Name) pasti selalu memegangi ujung baju Haru jika berjalan di belakangnya. Kalau berjalan bersampingan biasanya saling rangkul, jarang mereka berpegangan tangan.
Baik Haru maupun (Name) sama-sama tidak berbicara, tapi yang pasti adalah wajah mereka sama-sama semerah tomat saat ini.
'A–aduh jantung tenanglah,' batin (Name). Tanpa sadar pegangannya mengencang pada ujung baju Haru.
'Tadi nyaris sekali ...,' batin Haru. Lelaki itu menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan, menetralkan detak jantungnya yang menggila sama seperti (Name) saat ini.
Meski Haru senang karena setidaknya (Name) tahu dia bisa bersikap agresif seperti tadi dan tidak mau dianggap sekedar sahabat, Haru masih merasa ini salah. (Name) akan segera bertunangan dengan Tsukishima, meski sekarang dia punya kesempatan untuk mengambil kembali (Name).
Selesai membayar, Haru dan (Name) keluar dari toko buku. Keduanya masih tidak saling berbicara meski mereka berjalan berdampingan.
"Bisa sendiri ke hotel?" tanya Haru.
(Name) menganggukkan kepalanya. Haru tersenyum kecil dan mengusap-usap pucuk kepala (Name), setelah itu dia berjalan ke arah yang berlawanan dengan (Name).
Begitu juga dengan (Name), gadis itu diam di tempatnya. Menatap sebentar punggung Haru sebelum akhirnya membalikkan badannya, berjalan pergi menuju hotel karantina.
Haru berhenti berjalan dan sedikit menoleh, menatap punggung (Name) yang semakin lama semakin menjauh sampai akhirnya hilang di kerumunan orang. Haru menghela nafas dan kembali melanjutkan jalannya.
'Kesempatanku untuk memilikimu kecil. Apa sebaiknya aku menyerah saja?' batin Haru.
Hatinya bimbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days • Tsukishima Kei X Reader • ✓
FanfictionTiga puluh hari. Bukan waktu yang sebentar, juga bukan waktu yang lama. Dalam sebulan apa yang bisa terjadi? Begitu juga dengan kisahku dengannya, Tiga puluh hari, bagaimana kisah satu bulan kami? Dengannya, Tsukishima Kei ....