Hening.
Ketiga terdiam sambil saling memandang satu sama lain.
Karena tidak ingin memperpanjang masalah, lelaki itu berdecak dan menarik lengan Aira. Hatinya ketar-ketir melihat (Name) yang kini berada di hadapannya.
"Pulang! Jangan kabur lagi!"
"Ayah lepaskan!"
"Jangan membantah perkataanku!"
"Tunggu!"
(Name) ikut berlari kecil dan menahan baju lelaki itu dengan kuat. Meski perempuan tapi jangan salah, (Name) ini tenaganya besar, bahkan dia setara dengan laki-laki.
"Papa Hideko, aku benar 'kan?" tanya (Name) memastikan.
Perasaannya campur aduk. Takut, marah dan juga rindu bercampur jadi satu, (Name) bingung ingin menggambarkan dengan kata apa, tapi yang pasti dia ingin memastikan identitas pria di hadapannya ini dulu.
Jika dia benar, maka dia bertemu dengan Papa kandungnya lagi setelah bertahun-tahun.
"Ada urusan apa?" tanya Hideko dengan tatapan tajam ke arah (Name).
(Name) tidak takut, justru dia menyeringai. Tangannya bergetar menahan kesal.
"Bagaimana kabarmu Papa? Apakah bahagia dengan istri keduamu?" tanya (Name) dengan tatapan 'tak kalah tajam dari Papanya.
"Jangan memperpanjang urusanku, pergi sana," usir Hideko. Lelaki itu mengalihkan pandangannya dan kembali berjalan keluar hotel sambil menarik tangan Aira.
Sret!
(Name) menggenggam tangan Aira yang satunya dan menariknya kuat sampai Aira terlepas dari cengkraman tangan Hideko.
"Apa-apaan–(Name)!"
"Sudah cukup kau memperlakukan aku dan Ibu seperti remahan makanan 'tak berharga, jangan memperlakukan orang lain sesuka hatimu," kesal (Name).
Aira tidak tahu harus melakukan apa di situasi ini, maka dari itu ia diam membeku. Satu tangannya memegangi pundak (Name) dan sedikit mengusapnya pelan, setidaknya dia berusaha menenangkan (Name).
"Apa maumu?" tanya Hideko. Tatapan tajamnya menatap (Name), meski samar-samar ada tatapan takut entah karena alasan apa.
"Jangan bawa Aira-San," jawab (Name).
Hideko menggertakkan giginya kesal. "Kau–"
"Apa? Aku durhaka? Aku tidak peduli! Papa yang membuang aku dan Ibu demi orang lain! Jangan paksa Aira-San lagi!" seru (Name) sambil menunjuk-nunjuk Hideko dengan kesal.
Hideko berdecak kesal dan melangkah pergi, dia tidak bisa bertindak semaunya jika masih ada (Name) disini. Anak itu pasti akan menghalanginya selalu, apapun yang dia lakukan, itu yang Hideko yakini.
"Aira-San, tanganmu sakit?" tanya (Name) yang mengangkat tangan Aira yang tadi ditarik oleh Hideko.
Aira menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum kecut, "Aku ... tidak apa-apa. Maaf, aku selalu membuat masalah ...."
"Tidak apa-apa, ayo lanjutkan obrolannya. Untung saja kafetaria sedang sepi, kalau tidak aku pasti malu berteriak seperti tadi," seru (Name) sambil terkekeh kecil.
Melihat (Name) yang dengan tenangnya kembali ke meja tadi, membuat Aira penasaran dengan satu hal. Bagaimana bisa (Name) bersikap tenang seperti itu, padahal ada kejadian tidak diduga tadi.
"Ano, (Name)-Chan?"
(Name) menenggakkan kepalanya menatap Aira dengan tatapan bertanya.
"Apa tadi ... maksudku Ayahku ... apa dia benar-benar Papamu?" tanya Aira terbata-bata.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days • Tsukishima Kei X Reader • ✓
FanfictionTiga puluh hari. Bukan waktu yang sebentar, juga bukan waktu yang lama. Dalam sebulan apa yang bisa terjadi? Begitu juga dengan kisahku dengannya, Tiga puluh hari, bagaimana kisah satu bulan kami? Dengannya, Tsukishima Kei ....