"Argano Sanjaya!"
Suara teriakan melengking terdengar ketika wanita itu baru saja turun dari mobil.
Suara nyaring tersebut terdengar hingga membuat beberapa pengendara serta orang-orang yang berada di pinggir jalan spontan menoleh. Termasuk, pemuda yang baru saja diteriaki namanya.
Pemuda yang tak lain adalah Argano spontan melebarkan matanya menatap maminya yang sudah mau jalan ke arah di mana ia berdiri.
"Bagus. Udah jam 5 sore bukannya mikir untuk pulang, kamu malah asik-asik berantem di sini. Bagus." Nia yang merasa geregetan dengan sikap putra sulungnya segera menarik telinga Arga hingga membuat pemuda yang baru saja memberi bogem mentah pada lawannya meringis.
"Aduh, Mi, sakit. Lepas." Arga berusaha untuk melepaskan tangan Nia dari telinganya.
"Kamu minta lepas? Kamu rasakan ini." Nia semakin mengeratkan tarikan pada telinga Arga hingga telinga pemuda itu memerah. "Tadi jam 2 Mami sudah bilang, kalau pulang kuliah langsung pulang ke rumah. Tugas kamu antar paket masih menumpuk, Arga," ujar Nia gemas.
Wanita itu kemudian melepaskan tautan tangannya dari telinga Arga. Setelah itu ia berkacak pinggang sambil menatap tajam putranya.
"Kamu ngapain di sini? Berantem? Berantem kenapa?" cercanya menatap Arga. Pemuda itu sedang mengusap telinganya yang terasa pedih akibat dicapit oleh kepiting Maminya.
"Bukan aku yang salah, Mi. Dia duluan yang salah. Tiba-tiba serempet motor aku, padahal aku merasa enggak salah." Arga dengan lantang menunjuk lawannya.
Arga memang tidak bersalah. Tadi saat ia akan pulang ke rumah, pemuda yang berdiri di depannya selalu berusaha untuk menyalip laju kendaraan Arga. Bahkan, beberapa kali pemuda di depannya berusaha untuk membuat Arga celaka. Hal tersebut sontak membuat Arga geram dan langsung menghentikan motornya untuk menanyakan tujuan pemuda itu yang sepertinya berniat untuk mencari gara-gara.
Awalnya Arga bertanya baik-baik namun bukannya jawaban yang ia dapatkan, Arga justru mendapat bogem mentah. Tak terima, Arga membalasnya dengan brutal sampai akhirnya suara Nia menghentikan gerakannya.
Teman-teman pemuda yang menyenggol Arga pun berkumpul, berniat untuk mengeroyok pemuda itu. Sayangnya, niat mereka harus tertunda ketika mendengar suara melengking dari mobil tak jauh dari posisi mereka berada.
Pemilik suara yang mereka yakini adalah milik Ibu dari pemuda yang nyaris mereka keroyok. Tapi, jika menilik dari wajah wanita itu, sepertinya tidak mungkin dia bisa menjadi ibu dari pemuda yang mereka keroyok? Lalu, mengapa pemuda itu memanggil wanita yang berteriak tadi dengan sebutan mami? Batin mereka mulai bertanya-tanya.
Nia kemudian mengalihkan tatapannya pada rombongan pemuda yang berdiri tak jauh dari posisinya dan Arga berada.
Kedua tangannya ia letakkan di pinggang sambil memelototi para pemuda itu.
"Sudah jago kalian berantem? Kalau sudah jago, sini berantem sama saya. Saya akan buat kalian masuk rumah sakit dalam keadaan kritis." Nia sudah siap pasang kuda-kuda hingga membuat para pemuda yang berdiri di depannya mundur serentak. Nia yang sedang mengenakan rok selutut mengangkat sedikit roknya hingga di atas lutut.
"Kenapa pada mundur? Mau berantem 'kan? Ayo, maju, lawan saya," ujar Nia menatap lima pemuda itu ganas.
Para pemuda yang semula tampak garang kini mundur karena aksi wanita di hadapan mereka. Sementara Arga tampak cengar-cengir melihat para gerombolan pemuda yang takut dengan maminya. Jangankan mereka, Arga saja kadang tidak berkutik jika sudah berhadapan dengan maminya.
"Kenapa kamu mau berantem sama anak saya? Kalau di lihat dari tampang anak saya, dia enggak mungkin nyari masalah duluan. Itu pasti kalian duluan salah. Ngaku!" teriak Nia di akhir kalimatnya.
Meskipun Arga terkenal sebagai anak bandel dan nakal, tentu saja dia tidak akan menceritakannya pada para remaja di depannya. Dia akan tetap membanggakan Argano di depan orang banyak, dan akan menindas putranya jika mereka tidak ada di depan orang banyak. Itu pun jika Arga ketahuan bersalah.
"Anak tante yang salah duluan. Dia ganggu cewek saya. Sampai godain cewek saya segala," ucap seorang pemuda yang menyerang Arga pertama kali.
Pemuda yang tidak diketahui namanya itu memelototi Arga. Sementara yang dipelototi justru mengernyit kening tak mengerti.
Entah gadis mana yang dimaksud oleh pemuda di depannya ini, tapi yang pasti Arga merasa tidak pernah menggoda atau mengganggu perempuan. Jika ia selalu diganggu oleh anak perempuan, itu adalah fakta. Maklum saja, Arga memiliki wajah tampan yang tentu saja bisa membuat para gadis langsung tergila-gila padanya.
"Ar, beneran kamu ganggu pacar dia?" Nia spontan menoleh menatap putranya. Namun, yang ditatap justru menggeleng kepalanya tegas.
"Kenal pacarnya aja aku enggak, Mam."
Nia lalu beralih menatap pemuda di hadapannya. "Siapa pacar kamu dan kenapa kamu bisa nuduh anak saya menggoda pacar kamu? Memangnya pacar kamu secantik apa sampai anak saya yang ganteng nan rupawan ini menggoda pacar kamu?"
Pemuda di hadapannya dengan lantang menyebutkan sebuah nama yang membuat Arga tercengang.
"Namanya Titin. Pacar saya di ganggu sama anak tante itu. Pacar saya sering ngadu kalau dia sering digoda sama anak tante."
"Kamu kenal, Ar?" Nia menatap wajah putranya yang tercengang. Sedetik kemudian gelengan kepala putranya menjawab pertanyaan Nia.
"Anak saya enggak kenal sama yang namanya Titin. Jadi, mending kamu tanya dulu sama pacar kamu itu, benar anak saya apa bukan yang mengganggu dia." Nia kemudian melotot tajam menatap pemuda di hadapannya. "Kalau sampai bukan anak saya yang mengganggu pacar kamu, saya akan bawa kasus ini ke ranah hukum."
Nia kemudian mengambil ponsel dari dalam tasnya. Tanpa kata ia memotret kelima wajah anak muda yang tidak sadar jika ia sudah mengambil gambar mereka.
"Bawa orang tua kalian datang ke rumah saya sekaligus pacar kamu. Dalam waktu 2x24 jam kalian enggak datang, wajah kalian saya ekspos di sosmed." Nia tersenyum miring menatap kelima anak muda yang tercengang. "Kalian tahu, saya punya banyak followers. Enggak sulit untuk mendapatkan informasi tentang kalian."
Setelah itu Nia memerintahkan Arga untuk langsung pulang dan ia membuntuti dari belakang. Tentu saja hal ini membuat Arga tidak bisa ke mana-mana selain pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA & NIA [3 YEARS LATER]
General FictionKehidupan Nia setelah menikah dijalani dengan santai dan tenang. Meskipun terkadang ada kerikil dalam pernikahannya, Nia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Ada banyak yang menuduhnya sebagai perebut suami orang, menjadi istri kedua, dan mau bahagi...