Enam:

17.4K 2.3K 91
                                    

     Bab 6



Saat ini Nia sedang mengikuti arisan bersama para ibu-ibu yang tinggal di kompleks perumahan tempat ia tinggal.

Nia sendiri baru beberapa kali mengikuti arisan tersebut karena memang ia baru memiliki niat setelah beberapa puluh kali diajak oleh anggota.

Sebenarnya Nia terlalu malas untuk berurusan dengan ibu-ibu ini. Namun, Nia memiliki tujuan lain untuk bergabung. Pertama, tentu saja untuk menabung uang dan ketika sudah waktunya ia menarik, uang tersebut bisa dijadikan modal usaha. Lalu yang kedua, Nia tentu saja ingin mengumpulkan banyak relasi sehingga mempermudah ia untuk berjualan dan mengumpulkan banyak pelanggan.

Nia tersenyum menatap ibu-ibu yang sudah berkumpul lebih dulu. Di antara mereka tentu saja ada ibu-ibu yang berasal dari luar kompleks perumahan. Nia bisa mengatakan itu karena memang ia tidak mengenali beberapa di antara mereka.

"Semalam saya dikasih kejutan sama suami saya. Makan malam romantis di puncak gedung. Ya ampun, betapa senangnya saya." Seorang wanita diperkirakan berusia 35 tahun bernama Bu Asih memegang kedua pipinya sambil tersenyum malu-malu.

Wanita itu baru saja menceritakan pengalamannya diajak makan malam romantis bersama suaminya di puncak gedung rooftop.  Sungguh, hal yang diceritakan Bu Asih tentu saja membuat iri beberapa wanita yang memang sudah tidak pernah mendapat perlakuan romantis dari suami mereka.

"Saya jadi iri, lho, Bu. Kapan ya suami saya bisa romantis seperti suami Bu Asih?" Bu Rania menatap Bu Asih penuh iri. Pasalnya suaminya adalah pria cuek yang tidak pernah memperlakukannya dengan romantis. Kecuali kecup kening dan kecup bibir. Selebihnya, hanya pelukan dan gandengan tangan.

"Iya. Bagaimana ya supaya suami kita bisa romantis?"

"Kalau mau buat suaminya  romantis, gampang itu, Bu-Ibu," sahut Nia yang sejak tadi diam.

Semua mata mengalihkan tatapan ke arah Nia. Termasuk, Bu Asih.

"Memangnya bagaimana caranya?" Tanggapan dari ibu-ibu yang lain terdengar antusias membuat Nia diam-diam berseru senang karena bisa mengalihkan perhatian ibu-ibu itu padanya.

"Pertama, ibu-ibu harus melakukan hal romantis lebih dulu pada pasangan. Misalnya, mengirimkan bekal, memberi bunga, ajak dansa kalau malam, dan banyak hal pokoknya." Nia menjawab dengan lugas.

"Kalau kita sudah bersikap seperti itu tapi suami masih tetap cuek, bagaimana?" Seorang wanita bertanya pada Nia.

"Tinggal Ibu ajak saja suaminya Ibu nonton drama romantis. Nonton drama Korea juga bagus. Pokoknya banyak-banyak menonton film romantis."

"Seandainya kalau masih enggak mempan?"

"Kalau masih enggak mempan juga? Harus disindir, Bu. Kalau disindir masih enggak mempan, ibu-ibu harus ngomong sama suami secara terbuka. Jangan dipendam dalam hati dan bakal jadi masalah di kemudian hari," jawab Nia lancar.

Padahal kalau boleh jujur Bima sendiri jarang berbuat romantis padanya. Paling-paling hanya memberikannya bunga, transferan, dan juga makan malam romantis yang akan dilakukan setiap setahun dua kali. Itu pun saat hari ulang tahun. Itu juga kalau Bima tidak lupa hari ulang tahunnya, pikirnya dalam hati. 

"Wah, ide bu Nia bisa dicoba juga.  Terima kasih atas saran dan masukannya, Bu."

Mereka kemudian tersenyum dengan pikiran yang penuh akan rencana untuk memikat suami mereka berbuat romantis. Sementara diam-diam Nia sendiri menghela napas lega karena ibu-ibu tadi percaya dengan ucapannya yang 100 persen asal.

Pulang dari acara arisan, Nia memutuskan untuk membuat bekal makan siang untuk Bima. Nia tidak ingin kecolongan lagi melihat suaminya makan siang bersama  wanita lain. Demi apa pun Nia tidak rela.

Setelah memasukkan lauk dan nasi ke dalam kotak bekal, Nia kemudian mencari kedua anaknya untuk ia bawa ke kantor Bima. Sementara Kello dan Arga sendiri sedang beraktivitas di luar rumah sehingga rumah tampak sepi. Biasanya akan ada teriakan anak-anaknya ketika mereka sudah berkumpul.

Nia mengendarai mobil yang dibeli Bima dengan kecepatan rendah. Wanita itu tidak ingin terjadi sesuatu padanya dan anak-anaknya.

Sesampainya di kantor, sudah banyak karyawan yang keluar dari ruangan mereka dan bersiap untuk makan siang.

Tanpa basa-basi Nia langsung bergegas menuju lantai di mana ruangan Bima berada. Saat tiba di lantai di mana ruangan Bima berada, Nia langsung bergegas ke salah satu pintu yang sudah sangat ia hafal di luar kepala adalah pintu ruangan suaminya.

Tanpa basa-basi Nia langsung mengetuk pintu tersebut dan membukanya. Terlihat Bima yang sedang fokus pada berkas-berkas di hadapannya.

"Kamu tolong belikan saya makan siang, Eren. Saya enggak mau serigala saya di rumah semakin ngamuk kalau tahu saya makan di luar," ujar Bima, tanpa mengangkat kepalanya.

Eren yang berdiri di belakang Nia dan anak-anaknya terdiam kaku. Gadis itu baru saja akan memberitahu bosnya jika sudah waktunya untuk makan siang. Tidak disangka, ternyata istri bosnya sudah berada di depan pintu. Terlebih lagi sang bos menyebutkan istrinya sendiri sebagai serigala.

"Oh, serigala macam apa yang suka ngamuk itu? Aku jadi penasaran sama bentuk serigalanya."

Bima spontan mengangkat kepalanya saat mendengar suara yang teramat sangat ia kenali. Kelopak mata pria itu melebar saat tahu jika yang berdiri di hadapannya saat ini adalah Nia, istrinya. Wanita yang baru saja ia sebut sebagai serigala. Ini semua gara-gara Arga, rutuk Bima dalam hati.

"Eh, Mami datang?" Bima menarik senyumnya kemudian bangkit berdiri menghampiri Nia dan anak-anaknya. Pria itu menelan ludahnya ketika melihat pancaran wajah Nia yang seperti akan menelan orang hidup-hidup. "Sudah lama mami sayang di sini?" tanya Bima basa-basi.

"Lumayan. Aku bahkan dengar kalau kamu menyebutkan kata serigala. Di mana serigala itu, Mas? Penasaran aku sama bentuknya," sahut Nia dengan ekspresi datar.

"Eh, itu, tadi aku cuma bercanda sama Eren. Serigala di rumah ya pasti Arga. Bukan kamu, Sayang." Bima segera menarik istrinya masuk ke dalam dan menutup pintu ruangan, meninggalkan Eren yang terpaku di tempat.

"Dasar bos bucin. Bisa-bisanya dia enggak sadar aku di sini," gerutu Eren dalam hati.

Sementara di dalam ruangan Bima terus membujuk agar Nia mau memaafkannya. Sebenarnya tujuan Nia datang ke kantor tentu saja untuk berbaikan dengan Bima. Nia juga tidak mau marah berlama-lama pada suaminya karena itu tidak baik.

Bima sendiri tersenyum lega mendapati jika istrinya mau memaafkan dirinya. 
Setelah itu Bima mulai makan dengan lahap masakan Nia yang memang tidak pernah berubah sejak awal mereka menikah. Meskipun ada asisten rumah tangga, entah mengapa rasa masakan Nia agak berbeda. Terasa agak spesial, pikir Bima dalam hati.

Nia sendiri sudah mau memaafkan suaminya. Dia berjanji tidak akan membiarkan 1 orang pun berani untuk masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya bersama Bima. Jika ada yang berani, maka Nia tidak akan segan.



BIMA & NIA  [3 YEARS LATER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang