Pagi-pagi sekali Nia sudah terbangun menyiapkan sarapan untuk anak-anak dan suaminya.
Kello sudah di dapur membantunya menghidangkan piring di atas meja. Sementara Arga entah berada di mana putranya itu.
Ini sudah satu minggu sejak kejadian di mana Joni dan semua orang yang terlibat untuk mengeroyok Arga datang. Mereka sudah sepakat untuk berdamai. Hal itu tentu saja membuat Nia merasa lega karena ia tidak harus turun tangan dalam mencari informasi keberadaan anak-anak nakal itu.
"Pagi, Sayang. Kamu buat sarapan apa?"
Nia menoleh dan mendengus ketika Bima tiba-tiba datang dan memeluknya dari belakang. Bima seperti tidak sadar jika saat ini tidak hanya ada dirinya melainkan ada Kello dan Bu Idah di dapur.
"Buat sarapannya nasi goreng biasa, Mas. Mas duduk aja di sana. Biar aku siapkan kopi untuk Mas."
"Oke." Sebelum berbalik pergi, Bima sempat mencuri kecupan di bibir istrinya. Hal itu tentu saja membuat Nia memelototi suaminya. "Ada Kello," bisik Nia, sambil melirik putra bungsunya.
"Dia enggak akan ngerti."
"Kalau mas lupa, aku ingatkan, Kello sekarang berada di kelas 10 SMA. Dia bukan anak-anak lagi," ujar Nia ketus.
Bima tak menyahut. Pria itu mengangkat bahunya kemudian melangkah menuju meja makan yang menyatu dengan dapur. Meja makan berukuran lebar tersebut berada di tengah ruangan dan ditempatkan dengan tempat strategis.
"Bang Arga udah bangun?" Bima menatap putra bungsunya yang sudah mengambil posisi duduk.
Kello menggeleng pelan kepalanya dan menjawab, "bang Arga kuliah masuk siang."
Bima menganggukkan kepalanya mengerti. Jika Arga kuliah masuk siang, itu tandanya si sulung tidak akan repot-repot untuk bangun pagi.
Tak lama hidangan akhirnya tersedia di atas meja. Sarapan akhirnya dimulai dengan mereka bertiga di meja makan. Sementara untuk Alea dan Alana masih tidur.
Usai sarapan, Bima langsung mengantar Kello ke sekolahnya sebelum akhirnya ia menuju kantor tempatnya mengais rezeki.
Saat tiba di ruangannya, pintu ruangan diketuk. Sosok Eren masuk setelah dipersilakan oleh Bima.
"Pak, Pak Dirman Diningrat menghubungi saya pagi ini. Beliau ingin bertemu dengan bapak saat makan siang nanti."
"Dirman Diningrat?" ulang Bima sambil mengerutkan keningnya. Bima sepertinya tidak mengenali nama itu. "Siapa itu?"
"Pak Dirman Diningrat memiliki nama lengkap Dirman Anwar Diningrat. Beliau adalah pengusaha batubara. Memiliki seorang Istri bernama Diayu Ratnasari dan mereka belum memiliki keturunan."
"Pasangan ini menikah sekitar 20 tahun yang lalu dan belum juga dikaruniai anak. Mereka tidak ingin mengadopsi anak karena berpikir bukan darah mereka langsung. Sementara keluarga Pak Dirman menuntut agar Pak Dirman memiliki anak."
"Total kekayaan mereka--"
"Stop," sela Bima mengangkat tangannya. "Hubungi beliau, saya hanya punya waktu 30 menit," titah Bima.
Telinganya sudah terlalu panas mendengar ocehan sekretarisnya. Padahal Bima hanya menanyakan siapa Dirman Diningrat itu. Namun, sekretarisnya justru menjelaskan secara terperinci asal-usul Dirman.
"Baik, Pak. Itu saja?"
"Iya."
"Kalau begitu saya permisi," pamit Eren.
Setelah itu, Eren melangkah pergi meninggalkan Bima yang terpekur sendiri. Bima sedang mencoba mengingat siapa sosok bernama Dirman Diningrat itu. Bima merasa tidak kenal pada sosok itu, tapi juga ia merasa seperti tidak asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA & NIA [3 YEARS LATER]
Fiksi UmumKehidupan Nia setelah menikah dijalani dengan santai dan tenang. Meskipun terkadang ada kerikil dalam pernikahannya, Nia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Ada banyak yang menuduhnya sebagai perebut suami orang, menjadi istri kedua, dan mau bahagi...