Kembali Dirman didatangi oleh Ningrum di kantornya untuk memaksa agar Dirman segera membawa putranya ke rumah utama.
Terjadi pertengkaran sengit antara Dirman dan Ningrum hingga membuat beberapa orang segera masuk dan melerai perdebatan sengit yang terjadi.
"Cukup, Ningrum. Berhenti membuat keributan. Kedatangan kita ke sini untuk bicara dengan baik-baik pada Dirman," peringat Husein pada istrinya.
Sebagai suami dari Ningrum, Husein sangat tahu watak keras kepala istrinya. Andai saja waktu muda dulu sang istri tidak keras kepala menolak wanita yang menjadi pilihan Dirman, mungkin keluarga mereka tidak akan sesuram sekarang.
"Mas, kamu berhenti membela anak kamu ini. Gara-gara dia, kita enggak bisa memiliki cucu," marah Ningrum, membuat Husein memejamkan matanya.
"Kamu selalu egois, Ningrum. Melemparkan kesalahan kamu pada orang lain termasuk anak kamu sendiri." Husain mengibas tangannya. Pria tua itu kemudian mengalihkan tatapannya pada Dirman. "Bagaimana? Kamu sudah bertemu dengan laki-laki yang merawat cucu papa?"
Dirman menghela napas sejenak kemudian ia meminta pada papanya untuk duduk di sofa yang tersedia dalam ruang kerjanya.
Tanpa kata, Husein memilih duduk diikuti oleh Ningrum.
"Aku sudah bertemu dengan Bima, suaminya Hera. Dia meminta waktu untuk berbicara pelan-pelan dengan Argano.""Kenapa harus meminta waktu? Kamu Papa kandungnya, Dirman. Kamu yang lebih berhak atas putra kamu sendiri," sela Ningrum tak terima.
"Aku hanya menyumbang spermaku, Ma. Enggak lebih. Bahkan, untuk merawat dan menafkahinya saja enggak pernah aku lakukan." Dirman mengusap wajahnya frustrasi dengan semua tuntutan mamanya.
"Tetap saja kamu--"
"Cukup, Ningrum. Jangan berdebat lagi. Kita hanya perlu menunggu jawaban dari laki-laki bernama Bima itu." Husein berujar dengan tegas, membuat Ningrum mau tak mau mengalah.
"Maaf, Pak. Ada yang ingin bertemu."
Sekretaris Dirman melangkah masuk dan memberitahu jika ada yang ingin bertemu.
"Siapa?"
"Perempuan dan laki-laki. Mereka bernama Pak Bima Sanjaya dan ibu Arrania," jawab sang sekretaris.
Dirman menatap kedua orang tuanya. Pria itu tidak menyangka jika Bima akan mendatanginya.
"Minta mereka masuk," titah Dirman, dengan jantung berdebar.
Dirman terlihat cemas dengan apa yang akan disampaikan Bima. Dirman takut jika Bima bisa saja tidak mengizinkannya bertemu dengan putra kandungnya.
Tak lama kemudian pintu ruangan dibuka. Terlihat dua sosok pria dan wanita melangkah masuk dengan penuh percaya diri.
Ningrum, Husein, dan Dirman segera bangkit dari duduk mereka menatap dua orang yang baru saja masuk.
"Pak Bima, apa kabar?" Dirman mengulurkan tangannya yang disambut Bima. Begitu juga dengan Nia yang menyambut uluran tangan Dirman dengan wajah tak terbaca.
"Perkenalkan, ini orangtua saya." Dirman memperkenalkan orang tuanya pada Bima dan wanita yang mengaku sebagai Nia. Dirman tidak tahu mengapa Bima justru membawa wanita lain, bukan Hera untuk membahas tentang pertemuan antara keluarga Dirman dan Arga.
"Saya Bima Sanjaya dan ini istri saya, Nia."
Dirman menatap Bima dan Nia terkejut. Tidak menyangka jika wanita yang dibawa Bima adalah istrinya. Lalu, di mana Hera? Batin Dirman bertanya-tanya.
"Istri kamu bukannya Hera? Kenapa namanya bisa diganti? Terus, wajahnya juga sangat berubah." Ningrum menyampaikan keheranannya. Ningrum ingat sekali wajah perempuan yang dihamili oleh putranya meskipun mereka sudah lama tidak bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA & NIA [3 YEARS LATER]
General FictionKehidupan Nia setelah menikah dijalani dengan santai dan tenang. Meskipun terkadang ada kerikil dalam pernikahannya, Nia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Ada banyak yang menuduhnya sebagai perebut suami orang, menjadi istri kedua, dan mau bahagi...