Arga melangkah masuk ke dalam ruang kerja Dirman setelah diminta untuk menemui pria paruh baya itu di dalam ruang kerjanya.
Tadi Arga sempat bercerita pada Dirman tentang apa yang terjadi pada mamanya. Pemuda itu menjelaskan jika sang Mama memang sakit-sakitan beberapa tahun terakhir. Arga tidak sungkan untuk menceritakan semua hal yang terjadi padanya selama ini pada sang bapak. Pada Ratna pun Arga tidak malu untuk bercerita. Bukan untuk membongkar aib mamanya, hanya saja Arga ingin mereka tahu jika sejak kecil ia tidak mendapatkan kasih sayang mamanya. Arga bisa merasakan adanya sosok ibu dalam hidupnya semenjak kedatangan Nia--istri papanya-- yang diceritakan Arga pada Dirman dan Ratna.
Arga menceritakan semuanya bukan untuk menuai simpati dari keluarga barunya. Arga ingin mereka mengerti jika ia tidak akan pernah bisa pergi atau melupakan Papa dan maminya. Pemuda itu juga menegaskan meskipun ia sudah mengakui keluarga Dirman sebagai keluarganya, mereka tidak diperbolehkan untuk memisahkannya dari Bima dan Nia.
Sebenarnya Arga ingin mengatakan, mereka tidak hadir pun dalam hidupnya lagi ia bisa mendapatkan kasih sayang yang utuh dari keluarga. Arga mem-filter kalimat itu karena Arga tidak ingin mereka sakit hati dan terluka. Namun, jika mereka bergerak untuk memisahkannya dari orangtuanya, Arga tidak akan tinggal diam.
"Ini surat yang dikasih Mama buat aku. Kalau bapak mau baca, silakan." Arga memberikan amplop putih di mana terdapat surat yang diberikan oleh Alona Chintya yang merupakan sepupu sang Mama juga sebagai pengacara mamanya padanya beberapa saat yang lalu.
Sebenarnya Arga ingin menyembunyikan surat itu dari orang lain. Termasuk dari mami dan papanya. Namun, isi surat itulah yang membuat Arga memutuskan memberikannya pada Dirman. Sebab, ada nama Dirman juga yang tertulis dengan rapi di dalam selembar kertas.
Tangan Dirman bergetar saat meraih selembar kertas tersebut. Pria itu mulai membuka dan membaca isinya yang ditulis rapi oleh tangan Hera.
"Dear, anakku, Argano Sanjaya. Maaf, kamu harus memakai nama Sanjaya di belakang nama kamu. Ini semua karena ketidakmampuan mama membuat kamu hidup bersama ayah kandungmu."
Dirman membaca paragraf pertama dalam surat tersebut yang langsung menuju ke intinya dan tidak basa-basi.
"Mungkin kamu sudah sadar dan tahu sejak dulu jika Papa Bima bukanlah papa kandungmu. Semuanya berawal dari pergaulan mama yang terlalu bebas sejak belia."
"Dulu, mama berpikir, dengan hanya bermodal cinta, mama dan papa kandungmu bisa hidup bahagia. Namun, sayangnya, cinta tanpa restu menghalangi mama dan papa kandungmu untuk bersatu."
Dirman terdiam. Iya, dulu ia mencintai Hera. Namun, karena takut akan ancaman sang mama membuat Dirman memutuskan untuk berpisah dengan Hera meski bayi mereka sudah terlahir ke dunia.
Saat itu Dirman masih terlalu muda untuk mengerti tentang kehidupan. Terlebih lagi vonis yang dinyatakan dokter membuat Dirman semakin berada di pinggir jurang. Ditambah dengan ancaman mamanya yang akan mencoretnya dari daftar keluarga serta mencelakai Hera dan bayi mereka membuat Dirman segera memutuskan untuk memulangkan Hera ke Indonesia.
"Nak, papa kandungmu bernama Dirman. Beliau anak dari mantan politikus terkenal dengan keluarga yang jelas. Hubungan mama dan papamu dulu dihalangi restu dari nenek dari papa kamu. Mama mencintai Dirman. Bahkan, teramat sangat mencintainya."
Jantung Dirman bergetar kencang membaca tulisan Hera yang menyatakan jika wanita itu teramat mencintainya.
Dulu, meski mereka masih remaja, Dirman tahu betapa ia mencintai Hera. Bahkan mereka rela melakukan hubungan suami istri demi pembuktian cinta mereka. Zaman dulu memang konyol dengan membuktikan cinta seperti itu. Tapi, itulah yang dialami Dirman dan Hera.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA & NIA [3 YEARS LATER]
General FictionKehidupan Nia setelah menikah dijalani dengan santai dan tenang. Meskipun terkadang ada kerikil dalam pernikahannya, Nia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Ada banyak yang menuduhnya sebagai perebut suami orang, menjadi istri kedua, dan mau bahagi...