Seorang wanita paruh baya turun dari mobil dengan tergesa-gesa dan melangkah masuk ke dalam toko. Napas wanita itu memburu membayangkan apa yang akan terjadi padanya nanti.
Wanita yang tak lain adalah Bu Hasna tidak pernah menyangka jika pemilik toko yang sebenarnya akan datang dan melakukan sidak ke cabang toko milik beliau. Pasalnya, selama ini Nia tidak pernah hadir ke toko.
Ibu Hasna sudah melakukan kenaikan pada harga yang sudah ditentukan oleh pemilik toko. Harganya pun berkali lipat dari yang awal. Bu Hasna berani melakukan ini karena berpikir Toko Mami Nia Collection sudah terkenal baik dari kalangan bawah sampai ke atas. Terlebih lagi pemilik toko memang cukup dikenal banyak orang. Konsumen pasti akan datang ke toko untuk membeli pakaian karena sudah menjamin kualitas ditambah dengan nama Mami Nia.
Bu Hasna mengusap kening yang tertutup oleh lapisan keringat dingin. Wanita itu langsung masuk ke dalam ruangan yang terdapat 1 meja dan satu kursi. Tatapan Bu Hasna kemudian terpaku pada seorang wanita yang duduk di kursi yang biasa ia duduki.
Bu Hasna melangkah maju berdiri di seberang meja. Sementara 5 orang karyawannya berdiri tak jauh dengan kepala menunduk.
"Bu Nia. Maaf, saya enggak tahu kalau ibu datang hari ini," ujar Bu Hasna tersenyum manis. "Kalian enggak bikinin Bu Nia minuman? Cepat, buat Bu Nia minuman," ujar Bu Hasna pada karyawannya.
"Enggak perlu repot-repot. Saya di sini bukan untuk nge-teh bareng kalian. Tapi, memantau secara langsung apa yang terjadi sama toko saya setelah mendapat banyak keluhan." Tangan Nia bersandar pada meja sambil menatap malas sosok Bu Hasna yang tersenyum canggung. "Jadi, apa ada penjelasan kenapa banyak keluhan dari pelanggan?"
"I-itu-- mungkin karena mereka hanya mencari gara-gara, Bu. Bisa saja orang yang mengeluh itu karena ingin menjatuhkan usaha ibu," jelas bu Hasna.
Wanita itu tidak memikirkan alasan yang lain karena saat ini ia sedang didesak oleh keadaan. Andai saja saat ini keadaannya santai dan tenang, Bu Hasna pasti akan memberikan alasan yang sedikit lebih logis.
"Orang-orang itu, atau kamu yang ingin menghancurkan usaha saya?" Nia kemudian bertepuk tangan tiga kali hingga tak lama 3 orang masuk membawa setumpuk pakaian yang langsung diletakkan mereka di atas meja.
Wajah Bu Hasna terlihat pucat saat melihat tumpukan baju di atas meja. Wanita itu bergumam 'mati aku' di dalam hatinya.
"Hal pertama yang harus saya bahas di sini dengan Bu Hasna adalah, kenapa label harga di setiap pakaian yang sudah saya buat, sangat berbeda jauh dengan label harga di sini." Nia kemudian menunjuk sebuah label yang terpasang pada celana jeans. "547 ribu, Bu Hasna. Sementara celana ini saya tahu harganya hanya 149 ribu. Berapa keuntungan yang ibu raup kalau celana ini laku terjual dalam 100 pcs perbulan?" Nia menatap tajam Bu Hasna yang terlihat bergetar ketakutan.
Tak mau melihat Bu Hasna yang mirip dengan ayam potong, Nia kemudian menarik salah satu baju kaos yang pertama kali ia sentuh saat masuk toko dan menunjukkannya langsung pada Bu Hasna. Tidak sampai di situ saja, Nia bahkan menunjukkan beberapa tag label yang tidak sesuai dengan apa yang sudah ia tentukan.
"Jadi, kenapa harga barang-barang di toko ini lebih mahal dari harga yang saya kasih?" Nia berdiri dan menatap Bu Hasna dengan mata tajamnya. "Bisa Ibu jelaskan pada saya, ke mana uang-uang itu? Dicuri tuyul, diambil orang, atau masuk ke kantong pribadi ibu?"
Nia melipat tangannya di dada kemudian keluar dari meja dan mengelilingi Bu Hasna yang sudah pucat bergetar ketakutan.
"S-saya."
"S-saya anu."
"Hm? Saya anu apa, Bu? Kenapa enggak ada penjelasan di sini?" Nia menatap tajam pada Bu Hasna. Wanita itu tidak pernah menyangka jika korupsi bisa terjadi di tokonya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA & NIA [3 YEARS LATER]
General FictionKehidupan Nia setelah menikah dijalani dengan santai dan tenang. Meskipun terkadang ada kerikil dalam pernikahannya, Nia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Ada banyak yang menuduhnya sebagai perebut suami orang, menjadi istri kedua, dan mau bahagi...