Bima pulang dengan senyum merekah di bibirnya. Pria itu sudah tidak sabar untuk memeluk tubuh bahenol istrinya. Apa lagi, bokong istrinya yang semakin tambah bak gitar Spanyol, membuat Bima terkadang gemas sendiri untuk meremas dan mencubitnya hingga membuat si empunya menghadiahinya dengan bogem mentah.
Bima baru saja mendarat di Indonesia setelah perjalanannya ke Cina untuk mengembangkan bisnis di sana. Kebetulan ada teman Bima yang merupakan orang keturunan Tionghoa asli yang mengajaknya untuk bekerjasama dalam pembuatan beberapa produk.
Sebenarnya Bima ingin membawa istrinya. Namun, ada anak-anak mereka yang tidak bisa mereka tinggalkan sendiri. Terlebih lagi si kembar masih berusia 3 tahun dan masih aktif-aktifnya. Ah, ralat. Hanya Alana yang super aktif, sementara kembarannya yakni Alea menjadi anak kalem dan pendiam di usianya yang masih sangat belia.
"Sayang, Mami, yuhu, Mas pulang!" Bima belum masuk ke dalam rumah tapi suaranya sudah berteriak di pintu utama membuat ART yang bekerja di rumahnya segera berlari keluar.
Pintu dibuka oleh Mpok Atun dengan lebar agar memudahkan Bima menarik koper besarnya.
"Nyonya lagi di luar, Tuan. Katanya tadi pamit pergi buat antar barang stobes."
"Stobes?" ulang Bima sambil menatap Mpok Atun.
"Itu Tuan, pelanggan yang beli baju."
"Oh, customer namanya."
"Iya, Tuan. Benar banget."
Bima menghembuskan napasnya mendengar ucapan Mpok Atun. Inginnya ia pulang memberi kejutan pada istrinya harus pupus karena wanita yang ingin ia beri kejutan sedang tidak ada di rumah.
"Alea dan Alana di mana?" Bima kembali menanyakan kedua anak kembarnya.
"Ada di kamar, Tuan."
"Kello dan Arga?"
"Den Kello ada di kamar sama si kembar. Tapi, Den Arga lagi belum pulang."
Sekali lagi Bima menganggukkan kepalanya. Pria itu kemudian memberikan koper untuk dibawa masuk oleh Mpok Atun.
Bima melepas dasi yang melingkar di lehernya saat mobil yang ia yakini adalah milik istrinya masuk ke pekarangan rumah.
Bima yang akan mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu langsung pergi ke teras menyambut istrinya.
Tak lama mobil berhenti dan pintu penumpang dibuka. Keluar sosok istri yang begitu dicintai Bima, menatapnya dengan terkejut.
"Mas!" Nia berteriak heboh. Wanita itu berlari kemudian meloncat hingga masuk ke dalam pelukan Bima. Tak lupa kedua kakinya melingkar dipinggang sang suami, dan tanpa malu ia melemparkan kecupan beberapa kali pada bibir Bima.
"Mas kangen banget sama kamu, Sayang," aku Bima membalas kecupan istrinya. Tak peduli jika saat ini mereka sedang berada di teras rumah.
"Lebay, baru juga tiga hari, Mas," kata Nia. Wanita itu turun dari pelukan suaminya sambil terkekeh geli.
"Mas serius, Sayang."
"Iya, Mas. Aku percaya."
"Hm. Dari mana aja?"
"Aku tadi habis antar pesanan orang. Terus--" tak selang lama motor Arga tiba. "Aku ketemu anak nakal itu di jalan. Nyaris di keroyok sama anak-anak lain. Untung aku datang," cerocos Nia, bertepatan dengan Arga tiba.
"Mampus gue," gumam Arga dalam hati. Arga tidak menyangka jika papanya cepat kembali dari perjalanan dinas ke luar negeri.
Bima melempar tatapan tajamnya pada putra sulungnya. "Kenapa kamu bisa dikeroyok, Argano?"
"Kali ini bukan aku yang salah, Pa. Mereka tiba-tiba menghadang aku dan bilang kalau aku menggoda salah satu pacar mereka. Padahal aku enggak goda siapa-siapa. Tanya Mami kalau papa enggak percaya," ujar Arga langsung menjelaskan. Arga tidak ingin dia mendapat hukuman dari papanya atas kesalahan yang tidak ia lakukan.
Bima kemudian mengalihkan tatapannya pada sang istri. Tatapan tajamnya berubah menjadi tatapan super lembut yang membuat Arga diam-diam memutar bola matanya malas.
"Benar yang dibilang sama Arga, Mi?"
Nia menganggukkan kepala. "Kita tunggu aja keluarga mereka datang dan minta maaf sama Arga. Kalau mereka enggak mau minta maaf, kita selesaikan dengan jalur hukum. Enak aja, Arga dihadang di jalan. Kalau Mami enggak ada, mungkin sekarang Arga lagi di rumah sakit."
Arga diam-diam memutar bola matanya. Arga adalah pemuda yang paling mahir dalam berkelahi. Dia tidak akan menjadi ketua geng tawuran di sekolah jika skill berkelahinya tidak mumpuni.
Mami terlalu drama, ujar Arga dalam hati.
"Mami pasti lelah karena adu mulut dengan anak-anak itu. Kita masuk ke dalam, terus Mas pijit biar lelahnya hilang." Bima menuntun Nia untuk masuk ke dalam meninggalkan Arga yang terbengong ditempat.
Arga menggaruk kepalanya yang tak gatal melihat papanya yang begitu bucin pada Mami mereka.
"Apa hubungannya adu mulut dengan pijit badan? Kok, kayaknya enggak nyambung," gumam Arga pada dirinya sendiri.
Tidak ingin ambil pusing, Arga kemudian masuk dan melangkah menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Usai membersihkan diri Arga berniat untuk membawa kedua adik kembarnya jalan-jalan sore hari.
"Mi, Alana sama Alea di mana?" Arga mengetuk pintu kamar orang tuanya. Menurut Bu Sari, orang tuanya tidak keluar dari kamar sejak masuk tadi dan Hal itu membuat Arga berpikir yang iya-iya.
"Mereka pergi ke rumah depan. Kamu ke sana aja." Terdengar suara Bima menyahut dengan terengah-engah membuat Arga mengernyit jijik.
Hari masih sore tapi kedua orang tuanya sudah bergelut saja di atas tempat tidur, pikir Arga geli.
Arga kemudian melangkah keluar dari rumah berniat untuk mengunjungi tetangga depan rumah yang juga memiliki anak seusia Alana dan Alea.
Saat tiba di pekarangan rumah, Arga bisa melihat kedua adiknya sedang duduk bermain bersama dua anak kembar yang memiliki usia beberapa bulan lebih tua dari adik-adiknya.
Mereka adalah anak-anak dari Aveline dan juga Arjoe yang sudah lama menempati rumah di depan mereka. Mungkin sudah sekitar 4 tahun, pikir Arga.
"Alana, Alea!" Arga memanggil keduanya sambil melambaikan tangan. Spontan keduanya menoleh dan tersenyum.
Alana segera bangkit dari duduknya kemudian berlari ke arah abangnya yang lebih tua. Sementara Alea dengan tenang merapikan mainannya lalu memasukkan ke dalam keranjang mainan dibantu oleh kedua anak laki-laki kembar itu.
"Aku sama Bangke dan Alana pulang dulu," pamit Alea, pada keduanya.
"Besok main lagi, ya Alea. Biar di rumah enggak bosan," kata Alexis pada Alea, yang segera diangguki oleh gadis kecil itu.
Sementara Alden hanya diam menatap lekat wajah Alea yang terlihat putih dan bersih. Apalagi pipi gadis kecil itu terlihat sangat chubby hingga membuat Alden diam-diam mengepalkan tangannya untuk menahan keinginan di dalam hatinya agar tidak mencubit pipi bakpao tersebut.
"Kalau begitu kami pulang dulu."
Segera Alea menyeret keranjang mainannya yang memiliki roda ke arah Kakak dan adiknya. Sementara Kello entah ada di mana karena tadi kakaknya itu pamit sebentar sebelum meninggalkan mereka di halaman rumah tante Aveline.
Arga tidak menanyakan lagi di mana keberadaan Kello. Fokusnya kali ini adalah mengajak kedua adiknya untuk jalan-jalan sore sambil menikmati sepotong es krim di taman tak jauh dari rumah mereka berada. Cukup berjalan kaki beberapa menit mereka akan tiba di taman yang dimaksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA & NIA [3 YEARS LATER]
General FictionKehidupan Nia setelah menikah dijalani dengan santai dan tenang. Meskipun terkadang ada kerikil dalam pernikahannya, Nia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Ada banyak yang menuduhnya sebagai perebut suami orang, menjadi istri kedua, dan mau bahagi...