Dirga koma.
Itu adalah dua kata paling menyeramkan yang tidak ingin didengar oleh anggota keluarga. Bagaimana tidak, setelah menunggu selama beberapa jam, dokter akhirnya keluar dan mengatakan jika Dirga mengalami koma akibat benturan keras yang menghantam tubuhnya.
Informasi yang didapat dari dokter tentu saja membuat Rana sebagai ibu kandung Dirga merasa terpukul. Begitu juga dengan anggota keluarga yang lain, tidak percaya akan berita yang disampaikan.
Mereka cuma berharap semoga Dirga cepat sadar agar bisa berkumpul kembali dengan keluarga.
Rencana untuk pergi ke desa tempat Jillo dan istrinya tinggal pun dibatalkan karena musibah yang terjadi. Jillo yang mendapat kabar jika pamannya mengalami kecelakaan segera bergegas memboyong istri dan anak-anaknya ke kota. Sebelum pergi, mereka sempat menitipkan rumah pada paman dari pihak mamanya Jillo yang memang sudah menetap sejak 2 tahun yang lalu di samping rumah mereka.
Saat tiba di Jakarta, ke empatnya langsung turun dari travel dan disambut oleh Nia yang kebetulan baru saja pulang dari rumah sakit.
Segera wanita itu mengambil alih Clara dari tangan Chila yang terlihat pucat.
"Chila kenapa, Nak? Kok wajahnya pucat begini?" Sebagai Mami yang baik, Nia cukup perhatian pada menantunya. Ia menyentuh kening Chila untuk memastikan kondisi ibu dua anak itu.
"Aku enggak apa-apa, Mi. Cuma lagi periode bulanan. Makanya perut aku kadang sakit," jawab Chila lirih, sambil menyentuh perutnya.
"Ya udah, sekarang kalian masuk dan istirahat di kamar. Biar Clara dan Carla sama Mami. Nanti mami minta sama Bu Idah untuk buatin jamu pereda nyeri." Nia memberi kode pada satpam untuk membawa koper anak dan menantunya masuk ke dalam rumah.
Saar masuk ke dalam rumah, Chila langsung dituntun Jillo ke kamarnya di lantai atas. Sementara Nia sendiri segera meminta tolong pada Bu Idah untuk membuat jamu pereda nyeri saat menstruasi. Nia pernah beberapa kali dibuatkan oleh Bu Idah dan cukup manjur sehingga nyeri pada haid tidak dirasakannya lagi.
Wanita itu kemudian membawa kedua cucunya ke kamar kedua anak kembarnya yang saat ini sedang berada di kamar mereka.
Clara dan Carla berusia 1 tahun lebih muda dari anaknya Nia. Ini tandanya cucunya baru berusia 2 tahun sementara kedua bibinya berusia 3 tahun.
"Carla dan Clara main dulu sama Onty Lana dan Onty Lea, ya. Grandama mau bantu buatin kalian makan siang."
Memiliki cucu di usia yang sangat mudah cukup membanggakan bagi seorang Arrania. Bagaimana tidak, di saat perempuan berusia 31 tahun seperti dirinya masih menikmati masa muda, Nia justru sudah menjadi nenek.
Kebetulan anak Jillo dan Chila ini adalah anak penurut yang tidak rewel terhadap orang yang jarang ditemui. Bocah 2 tahun itu cukup akrab langsung bermain dengan kedua bibinya.
Sedangkan ia sendiri membantu Mpok Atun menyiapkan makan siang untuk Chila, Jillo, serta anak-anak. Juga, bekal yang akan ia bawa ke rumah sakit.
Hari ini Bima tidak bekerja dan menunggu Dirga yang masih belum sadarkan diri di rumah sakit. Sejak pagi memang Nia sudah berada di rumah sakit dan pulang menjelang siang karena tahu anak dan menantunya akan datang.
Usai menyiapkan makanan dan bekal, Bu Idah segera memberikan segelas jamu yang baru dibuat pada Nia.
Segera wanita itu melangkah ke lantai 2 dan mengetuk pintu di mana kamar Jillo berada.
Pintu terbuka dan Nia bisa mendengar suara tangis Chila dari dalam. Wanita itu tahu meski Chila sudah pernah mengandung dan melahirkan, jiwa menantunya tetap saja masih anak-anak. Perasaan labil masih melekat kuat dalam diri perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA & NIA [3 YEARS LATER]
General FictionKehidupan Nia setelah menikah dijalani dengan santai dan tenang. Meskipun terkadang ada kerikil dalam pernikahannya, Nia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Ada banyak yang menuduhnya sebagai perebut suami orang, menjadi istri kedua, dan mau bahagi...