"Awal baru untuk kehidupan lama ini, semoga membawa berkah untukku dan juga untuk anakku."
✨✨✨✨✨✨
Ruang tamu rumah Nisa dan Nathan tampak lenggang. Di luar langit menggelap, angin berhembus dengan kencangnya sehingga membuat daun-daun berguguran. Nisa semakin mengeratkan sweeter yang dipakainya.
Jendela luar nampak terbuka dan tertutup dengan kuat. Nisa memutuskan untuk menutupnya. Dengan langkah kecil, Nisa berjalan menuju jendela. Ia melihat langit yang semula gerimis mulai menurunkan bebannya beserta petir yang menggelegar. Dengan segera Nisa menutup jendela dan tergesa menuju kamar.
Hawa dingin semakin merasuk ke dalam kulit putih pucatnya. Nisa sampai menggosok kedua tangannya untuk mencari kehangatan.
Baru saja sampai di depan pintu, tiba-tiba kegelapan menyambutnya tanpa aba-aba. Nisa berteriak sekencang mungkin untuk mengekspresikan ketakutannya.
Namun, tiba-tiba saja seseorang keluar dari bilik pintu kemudian membawanya masuk. Pria itu mengelus punggung Nisa hingga wanitanya merasa aman.
Perlahan Nisa membuka matanya melihat sekitar, dia melebarkan pandangannya ke sekitar dan keheranan ketika sudah berada di kamarnya. Beberapa detik kemudian, Nisa menoleh lagi di sebelahnya, dan saat itu juga netranya melihat Nathan yang sedang menatapnya dengan pilu.
Suaminya itu dengan setia menggenggam tangan Nisa agar perasaan bersalahnya tidak semakin menjadi-jadi.
"Ada apa, Mas?"
Nathan menelisik wajah Nisa. Di sana dapat dia lihat sendiri raut wajah ketakutan yang amat nyata. Mereka bertatapan—saling menyampaikan pesan hanya lewat pandangan mata.
Ingatan Nathan kembali berputar saat dia mengurung Nisa di dalam gudang, kemudian dengan teganya dia malah mematikan satu-satunya penerangan di dalam. Nathan tahu dengan benar bahwa istrinya ini phobia dengan kegelapan.
Kilasan masa lalu itu terputus kala Nisa menyentuh sebelah pipinya.
"Mas ada masalah, hm? Sini cerita sama aku." Nisa semakin merapatkan diri ke arah Nathan.
"Sayang," panggil Nathan dengan ragu, "Lagi-lagi saya gagal membahagiakan kamu. Saya yang membuat ketakutanmu menjadi seperti ini," jelasnya seraya menundukkan wajah dalam-dalam.
Tangan Nisa di pipinya sontak saja terlepas. Nisa menatap Nathan dengan kaku. Ingatannya juga kembali terbuka beberapa minggu yang lalu. Sakit itu masih terasa sampai sekarang, hanya saja dia sedang berusaha untuk melupakan semuanya. Menyembuhkan luka dengan sendirinya.
"Aku gak apa-apa kok, Mas," ujarnya menyakinkan setelah terjadi keheningan beberapa saat. "Tadi Mas yang bilang sendiri kalau Nisa itu kuat."
Nathan menangkup wajah Nisa, berusaha mencari kebohongan di dalam netra coklat terang itu. Sayangnya, semua tidak terlihat. Nisa berhasil menyakinkan bahwa semua yang terjadi sudah tak dipedulikannya dan dia dalam keadaan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Way to Forget You (Completed)
RomanceNathan & Nisa Story _________ Awalnya, pernikahan kami berjalan sebagaimana pasangan lainnya. Nathan-suamiku memperlakukan diriku layaknya seorang ratu. Aku dapat merasakan bahagia yang seutuhnya. Namun, semuanya berubah ketika aku di diagnosa tidak...