Lima tahun kemudian
***
"Halo, Dek," sapa perempuan di seberang sana.
Lelaki yang tengah fokus menyetir itu mengangguk seraya berkata, "Tumben masih inget sama adek sendiri." Kemudian dia tersenyum kecil.
"Harusnya saya yang bilang gitu. Semenjak jadi pilot kamu jadi sibuk sekali. Seperti tak ingat bahwa ada yang menunggumu di sini."
"Iya ini aku pulang, kok. Btw sekarang Kakak lagi di mana?"
"Seperti biasa. Merawat pasien yang batinnya tengah terluka."
Lelaki itu menegakkan punggungnya. "Tapi Kakak gak ikutan gila, 'kan?"
Terdengar suara perempuan berteriak di seberang sana. Lelaki itu sudah paham dan harap maklum.
"Tidak semua dari mereka gila, Sayang. Mereka hanya butuh perhatian lebih untuk tenang dan pulih kembali."
"Ya, terserah apalah itu."
Perempuan yang ternyata seorang dokter itu menghela napas pasrah. "Kamu harus ke sini. Setidaknya tunjukan wajah kamu di depan saya."
"Yayayaya. Nanti siang aku ke sana."
"Sekarang!"
"Aku capek, loh, Kak. Ini aja baru sampe di Bandung."
"Oke, saya tunggu nanti siang."
"Siap Kakak cantik."
Lelaki itu mematikan sambungan di earphonenya. Sebenarnya dia bisa saja pergi ke sana, tetapi jet flag ini membuatnya berpikir dua kali untuk menemui kakaknya.
"Pak nanti kita putar arah ke rumah sakit Pelita Harapan, ya," ujarnya tiba-tiba.
"Tapi ini akan memakan waktu lebih banyak lagi, Mas."
"Tidak apa. Saya ingin bertemu dengan kakak saya. Jika sudah sampai, tolong bangunkan saya."
"Baik, Mas."
Lelaki itu memejamkan mata untuk menetralkan rasa pusingnya. Dia memang pria yang penuh dengan kejutan. Tadi bilangnya siang, tetapi setelah berpikir lagi seperti biasa dia akan menjumpai Jesika-kakaknya secara tiba-tiba.
Lelaki itu membuka pintu mobil seraya menikmati semilir angin di pagi hari. Bahkan dia baru ingat jika tadi kakaknya sudah berada di rumah sakit. Padahal ini masih pukul enam pagi.
Tak terasa satu jam memejamkan mata, lelaki itu sudah sampai di rumah sakit Pelita Harapan.
"Mas Mahes tujuan anda sudah sampai," kata supir taxi itu menyadarkannya.
"Baik, terima kasih banyak, Pak."
Lelaki bernama lengkap Basuki Maheswara Abraham tersebut melangkah untuk menemui ruang kerja kakaknya.
Seperti biasa Mahes merasakan suasana berbeda saat memasuki rumah sakit. Untung saja kakaknya ini masih bekerja di rumah sakit umum, bukan rumah sakit jiwa. Jika iya, mungkin dia akan merasakan sesak yang lebih dalam lagi.
Ketika akan menelpon kakaknya, seorang anak kecil yang tengah duduk manis di pangkuan seorang pria menarik perhatiannya. Ah, sepagi ini untuk apa anak kecil itu berada di rumah sakit. Sambil menempelkan handphone ke telinga, Mahes duduk di depan anak itu untuk melihatnya lebih dekat.
Raut wajahnya yang masih amat polos serta tatapan bertanya-tanya yang penuh di matanya. Anak yang manis, pikir Mahes.
"Heh, katanya tadi mau istirahat!" bentak Jesika ketika menyadari adiknya yang menelpon.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Way to Forget You (Completed)
RomanceNathan & Nisa Story _________ Awalnya, pernikahan kami berjalan sebagaimana pasangan lainnya. Nathan-suamiku memperlakukan diriku layaknya seorang ratu. Aku dapat merasakan bahagia yang seutuhnya. Namun, semuanya berubah ketika aku di diagnosa tidak...