Di suatu penghujung malam dengan seroang pria tua yang tengah terduduk di lantai sembari menekan dadanya yang terasa sakit. Pria itu terbatuk dengan suara yang agak keras. Dia merasakan sesak menyerang dadanya, kemudian tanpa pria itu sadari sadari darah kental keluar dari dalam mulutnya.Ervan namanya lalu menutup mulut kembali untuk memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Sudah beberapa hari ini dia selalu saja muntah darah. Sebenarnya kondisi tubuh pria tua itu sudah sangat lemah, tapi dia tak ingin memeriksakan kesehatannya karena takut merepotkan keluarga dokter yang sudah merawat Nisa.
Dengan langkah tertatih, Ervan pergi membasuh tangannya dan kembali untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Namun, ketika berbalik dia bertemu dengan tatapan dingin dari Mahes. Lelaki itu pun segera menundukkan kepalanya.
Mahes mendekatinya dengan perlahan. Kemudian menepuk bahunya dengan pelan. "Kenapa Bapak gak bilang kalau lagi sakit?"
Ervan menggeleng. "Tidak, Nak. Bapak baik-baik saja."
"Jangan bohong, Pak. Aku lihat sendiri tadi bapak batuk lalu keluar darah."
"Sudah, tak apa-apa. Jangan dipikirkan lagi."
"Tapi pak-"
"Bapak dan anak bapak sudah banyak merepotkan keluarga kamu, Nak. Sudah cukup rawat saja Nisa sampai sembuh. Bapak masih bisa menahan ini sendirian."
"Aku masih mampu, Pak."
Ervan memegang pundak Mahes, kemudian menatap tepat di matanya. "Bapak tidak mau berhutang budi lebih banyak lagi. Sekarang saja bapak sudah gagal menjadi ayah yang baik untuk Nisa."
Ervan balik merangkul pundak Mahes. "Baik jika itu keputusan Bapak. Ingat Pak, Bapak tidak pernah gagal menjadi ayah yang baik untuk Nisa. Semua ini sudah takdir dari yang Maha Kuasa. Jangan disesali lagi!" peringat Mahes.
Beberapa menit kemudian, hening melingkupi keduanya. Mahes dengan pemikirannya dan Ervan dengan penyesalannya.
"Bapak boleh nanya sama kamu?"
Mahes mengangguk.
"Apakah kamu menyukai anak Bapak?"
Mahes mengangkat wajahnya lalu menatap pria di depannya dengan tatapan sendu. Entahlah, dia juga bingung dengan apa yang dia rasakan sekarang. Apakah ini hanya bentuk rasa kasihan ataukan dia memliki rasa yang lebih. Mahes pun tidak mengerti itu. Yang dia tahu, saat Chyra mengenalkan Nisa padanya, ada getaran rasa yang tak pernah dia dirasakan sebelumnya.
Mahes menggeleng lantas tersenyum sendu. "Aku belum tahu sekarang, tapi tak tau bila besok atau besoknya lagi."
Mendengar itu Ervan mengembuskan nafas perlahan. Berarti masih ada harapan jika Mahes menyukai anaknya.
"Maaf sebelumnya, tapi apa Bapak bisa meminta satu permintaan lagi? Bapak janji ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya."
Mahes terkejut dengan perkataan Ervan. Baru kali ini dia melihat pria itu seperti ini. "Tentu saja boleh, Pak. Memangnya Bapak mau kemana?"
"Apakah kamu berjanji akan menepati?"
"Pastinya iya. Saya pantang mengingkari janji yang telah saya buat." Perkataan Mahes terdengar sangat serius.
"Bisakah kamu menikahi anak saya yang bernama Putri Raqilla An-Nisa?"
Mahes membelalakkan matanya. Dia perlu waktu untuk mencerna perkataan tadi. Menikah, benarkah yang dibilang tadi adalah menikah?
"Bapak takut jika tak punya waktu lebih banyak lagi untuk merawat dia. Hanya dia harta satu-satunya yang saya miliki setelah Renata istri saya. Saya takut jika ajal menjemput saya, Nisa masih belum bisa bahagia. Setidaknya, hanya kamu satu-satunya harapan untuk membuat anak saya tetap hidup." Penjelasan Ervan terdengar menyakitkan di telinga Mahes.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Way to Forget You (Completed)
RomansaNathan & Nisa Story _________ Awalnya, pernikahan kami berjalan sebagaimana pasangan lainnya. Nathan-suamiku memperlakukan diriku layaknya seorang ratu. Aku dapat merasakan bahagia yang seutuhnya. Namun, semuanya berubah ketika aku di diagnosa tidak...