Sedari tadi, Gracia hanya terdiam membisu sembari memainkan gak jelas ponselnya. Kadang scroll beranda sosmednya tetapi keluar lagi, ataupun memutar-mutar ponsel digenggamannya yang dirasa bisa menghilangkan rasa gabutnya itu.
Sisca yang memperhatikan kelakuan temannya itu, lantas melemparkan selembar tissu yang ia gulungkan. Sontak, perlakuan Sisca membuat Gracia mengalihkan perhatian Gracia.
"Kenapa?" Gracia menatap Sisca dengan santainya. Sisca mengerutkan keningnya.
"Lo kenapa, sih? Daritadi diem mulu! Pesen makan, kek!"
"Gue belum laper, Sis."
"Terus?"
"Gapapa, sih."
Sedari tadi, apa yang dilakukan Gracia itu seperti memikirkan sesuatu. Memikirkan yang sampai saat ini masih berkutat kuat didalam pikirannya. Apa yang ia pikirkan saat ini melainkan tentang pesan yang ia terima dua hari silam di jam yang sama, dan juga tentang ia yang selalu melihat angka kembar di jam digital ponselnya yang selalu merasakan sesuatu yang tidak biasa. Jam dan menit yang selalu merasakan sesuatu yang tidak biasa, jam 22:22.
"Sis?" Gracia menaruh ponselnya diatas meja kantin. Sisca kemudian menatap raut wajah yang tampak serius itu.
"Kenapa, Gre?"
"Gue, mau nanya sesuatu. Yang belakangan ini, buat gue kepikiran terus."
"Iya apa, Gre? Buruan, gue juga penasaran, nih."
Gracia menarik nafasnya pelan sebelum menuturkan apa yang akan ia katakan. Terlebih, dari apa yang akan ia tuturkan itu, adalah sesuatu yang teramat penting baginya.
Gracia tampak membuka ponselnya, lalu menunjukkan satu pesan dari nomor tidak dikenal yang ia terima ke hadapan Sisca. Tetapi, dalam dugaannya itu, itu pasti pesan dari Shani, orang yang pernah hadir dalam kehidupannya 2 tahun silam.
Sisca mengerutkan keningnya, berusaha membaca dengan seksama isi pesan tersebut.
"Dari siapa itu, Gre?"
"Gak tahu, sih. Tapi, gak mungkin kalo ini pesan dari, Shani."
"Bisa aja mungkin, Gre."
Gak! Gak mungkin! Orang yang gak tahu diri itu, yang udah ninggalin gue semaunya tiba-tiba ngehubungi gue lagi? Gak mungkin lah. Gue udah anggap dia gak pernah ada dikehidupan gue."
"Hmm, iya juga sih."
Tangan Gracia terulur mengambil jus buah milik Sisca. Ia meminumnya dengan seenak jidat tanpa seizin dari pemiliknya.
"Yeee, maen ambil aja jus gue. Dasar watados lo."
Gracia terkekeh mendengar kekesalan Sisca. Setelah selesai meminumnya, ia meletakkan kembali jus tersebut di hadapan Sisca.
"Sis ... Sis?"
"Apa?"
"Gue mau nanya lagi sama, lo?"
"Iya apa, mau nanya gimana lagi? Udah kayak wartawan aja lo."
"Euh ,kok gue selalu merasa pas lihat jam hp gue yang menunjukkan angka 22:22, gue kadang tiba-tiba ngerasa gue tuh inget seseorang. Bahkan, gue yang ngelihat jam itu, gue selalu merasa excited sama seseorang, gitu. Kenapa, ya? Lo tahu artinya, gak sih? Barang kali, lo tahu soal hal-hal begituan. Mungkin, ada sesuatu yang gue rasain atau mitos apa, kek."
Mendengar apa yang Gracia tuturkan, Sisca berpikir sejenak. Ia berusaha mencerna dan mendalami tentang pertanyaan Gracia yang akhirnya terlontarkan dari mulutnya. Ia tampak menaruh satu jari telunjuknya di dagunya. Benar-benar memikirkan sesuatu yang ingin ia pecahkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
22.22 (END)
Romance"Waktu itu kamu pergi tanpa permisi, kenapa sekarang harus repot-repot kembali, Shani?" "Ada banyak hal yang gak kamu mengerti, Gracia." "Dan, ada banyak hal yang kamu gak mengerti tentang gimana perasaan aku selama 2 tahun lebih menahan sakitnya y...