Pagi itu, Shani terbangun terlebih dahulu dari tidurnya. Perlahan, kedua bola matanya terbuka yang terasa begitu rapat setelah merasakan tidur yang cukup nyenyak yang ia lakukan.
Shani melirik ke arah sampingnya. Tampak, Gracia masih tertidur dengan posisi setengah duduk, sedangkan kepalanya yang ia sandarkan di pinggiran tempat tidur yang Shani tempati.
Seutas senyum muncul dari kedua sudut bola mata Shani. Dalam benaknya, Gracia masih menyimpan rasa peduli dan perhatian terhadapnya. Terlebih, semalam Gracia memutuskan untuk menemani Shani yang masih merasakan kesehatannya belum pulih sepenuhnya.
Tangan kanan Shani perlahan terulur, berusaha merapihkan rambut Gracia yang berantakan menutupi wajahnya ditengah ia yang sedang tertidur pulas itu. Jemari tangan Shani begitu lembutnya merapihkan rambut Gracia yang menutupi wajahnya itu.
Entahlah, Shani sangat senang melakukannya. Bahkan kalau bisa, ia ingin melakukannya setiap saat. Merapihkan rambut Gracia ketika dirinya tertidur seperti menjadi candu baginya.
Gre, aku sebenarnya sayang banget sama kamu. Apa yang pernah aku bilang di malam itu sebenarnya gak bener sama sekali. Maaf, aku dulu harus pergi karena keadaan yang memaksa aku buat ngelakuinnya.
Merasa ada sesuatu yang menempel diwajah Gracia, Gracia perlahan terbangun dari tidur nyenyaknya. Melihat Gracia yang terbangun itu, buru-buru Shani menarik tangannya dari wajah Gracia. Menyembunyikan apa yang ia lakukan terhadap Gracia.
"Eh, Shan. Kamu udah bangun?" Ucapnya dengan nada parau serta kedua tangannya yang mengucek-ngucek kedua bola matanya yang terasa masih rapat.
Shani mengangguk seraya tersenyum kepada Gracia, "Iya, belum lama ini kok aku bangun."
"Gimana kondisi kamu sekarang, masih belum ada perubahan atau udah mendingan?"
Shani semakin melebarkan senyumannya. Gracia masih cukup perhatian terhadapnya dengan menanyakan kondisinya saat ini.
"Aku udah mendingan, kok. Makasih udah nanya keadaan aku, Gre."
Gracia beranjak dari posisi duduknya dan berjalan untuk membuka gorden-gorden kamarnya serta mematikan lampu kamarnya yang masih menyala.
"Jangan ge'er. Aku cuma nanya aja, ya! Bukan perhatian sama kamu."
Walau perkataan Gracia sedikit membuat hati Shani sakit, tidak apa baginya. Ia masih merasa senang, karena Gracia masih mau menanyakan kondisinya saat ini.
"Iya, gapapa. Aku ngerti, kok."
"Baguslah. Ya udah, kamu mau sarapan disini aku bawain atau ikut ke bawah sama aku? Jangan telat sarapan, kan harus minum obat."
Sejenak, Shani berpikir beberapa saat hingga akhirnya keputusan pun ia pilih.
"Aku ikut kamu aja ke bawah, deh. Lagian, aku udah enakan kok."
Gracia berjalan terlebih dahulu meninggalkan Shani yang kini sudah berdiri didepan pintu kamarnya dan membukanya.
"Ya udah, ayo. Ngapain masih dikasur."
Shani segera beranjak mengikuti Gracia, "Eh, iya Gre. Tunggu."
Gracia berjalan terlebih dahulu didepan Shani, sedangkan Shani mengekor dibelakang Gracia. Kondisi badannya yang ia rasakan sudah merasa lebih baik setelah 2 hari ia dirawat alakadarnya baik oleh Gracia maupun Ibunya.
Ibu Gracia yang melihat Shani berada dibelakang Gracia tersenyum lebar. Artinya, kesehatan Shani yang sudah pulih dan apa yang dilakukannya bersama Gracia ternyata membuahkan hasil.
"Shani, syukurlah kamu udah sehat, ya?"
Shani pun membalas senyuman Ibu Gracia begitu kini ia sudah berada dihadapannya dan duduk saling berhadapan bersama Gracia dimeja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
22.22 (END)
Romance"Waktu itu kamu pergi tanpa permisi, kenapa sekarang harus repot-repot kembali, Shani?" "Ada banyak hal yang gak kamu mengerti, Gracia." "Dan, ada banyak hal yang kamu gak mengerti tentang gimana perasaan aku selama 2 tahun lebih menahan sakitnya y...