Langit tampak mendung, semendung hati Shani saat ini. Mendung yang seperti menandakan bahwasannya hujan akan turun. Begitu hati Shani, mendung yang dimaksud adalah kesedihan hatinya saat ini (lagi), karena Gracia.
Dari lantai dua kamar Gracia, Gracia diam-diam memperhatikan Shani yang mulai berjalan meninggalkan pekarangan rumahnya. Ada rasa bersalah serta penyesalan darinya karena ia telah mengusir Shani dengan kasar. Ini sudah kesekian kalinya setelah kemarin ia mencoba lagi dan lagi Shani mendatangi rumah Gracia. Tetapi, malang bagi Shani yang selalu saja mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari Gracia sang tuan rumah, ya diusir.
Namun, buru-buru Gracia menggelengkan kepalanya cepat, rasa kecewa dan bencinya masih terlalu kuat dibenaknya sampai saat ini.
Gracia menatap langit yang terpampang dari jendela kamarnya. Langit yang terlihat mendung. Bahkan, mendung yang sebentar lagi akan hujan turun dari langit kota kembang ini. Tidak lama kemudian, tetesan air hujan mulai berjatuhan dari atas langit. Berawal dari perlahan dan perlahan hingga akhirnya hujan pun turun menjadi deras membasahi seluruh permukaan yang ada.
Ditengah hujan yang turun begitu derasnya, Shani berjalan dengan gontai semakin jauh dari rumah Gracia. Kedatangannya kali ini ke rumah Gracia, Shani tidak membawa mobil yang biasa ia pinjam dari Anin.
Hujan yang semakin deras, membasahi seluruh keadaan Shani saat ini. Tetapi, ia tidak mempedulikannya. Yang ia rasakan kali ini, rasa sakit beserta kesedihannya yang mendalam dari perlakuan Gracia barusan. Hujan yang turun saat ini seolah menggambarkan kesedihan Shani dari dalam hatinya. Bahkan, air matanya pun ikut beriringan bersama derasnya hujan yang turun saat ini.
Kapan kamu bakalan maafin aku, Gre?
Aku tahu aku salah, tapi sampai kapan kamu bakalan kayak gini terus sama aku?
Aku... Lelah.
Bolehkah, aku menyerah saja?
Langkah Shani terhenti disebuah taman komplek perumahan Gracia. Shani bukannya meneduhkan dirinya yang sudah sangat kebasahan itu, ia malah melanjutkan langkahnya ke kursi ayunan yang tidak jauh dari Shani berdiri.
Kini, Shani duduk diatas kursi ayunan tersebut. Mengayunkan perlahan kursi ayunan tersebut. Tidak peduli dirinya dengan kondisi saat ini, bahkan ia juga tidak mempedulikan dirinya yang perlahan merasa kedinginan akibat kehujanan saat ini.
"Greeeee!!! Aku masih cinta kamu, aku masih sayang kamu! Aku tahu aku salah, tapi tolong jangan kayak gini terus sama aku, Greee!!!" Shani sedikit berteriak ditengah dirinya yang tengah duduk dikuris ayunan tersebut. Beruntunglah saat ini, ia tidak dianggap gila oleh orang sekitar komplek perumahan atas teriakannya. Dikarenakan, situasi perumahan yang sedang sepi.
Hati dan dirinya sudah tidak tahu arah. Kesedihannya bagaikan kabut kelabu yang membuatnya tersesat tidak tahu arah akan kemana dirinya saat ini. Kala, kesalahannya dulu atas sebab akibat yang masih ia rahasiakan dari Gracia sampai saat ini.
***
"Kamu tahu gak ini jam berapa?" Tanya Shani kepada Gracia yang berada jauh darinya. Ya, saat ini keduanya sedang mengobrol satu sama lain melalui sambungan teleponnya.
"Bentar, aku lihat dulu." Jawab Gracia yang kemudian mengecek jam diponselnya, "Jam 22:22. Emangnya, kenapa?"
"Kamu percaya gak, kalau misal kita lihat jam dan menit yang sama, maka ada seseorang yang lagi kangen sama kamu?"
"Beneran? Kata siapa?"
"Kata aku."
Gracia terkekeh, "Dih, ngarang kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
22.22 (END)
Romance"Waktu itu kamu pergi tanpa permisi, kenapa sekarang harus repot-repot kembali, Shani?" "Ada banyak hal yang gak kamu mengerti, Gracia." "Dan, ada banyak hal yang kamu gak mengerti tentang gimana perasaan aku selama 2 tahun lebih menahan sakitnya y...