"Mama pingsan tapi satu badannya berlumuran darah."
"Dek, kakak coba dobrak pintu ya," ujar Kak Rania.
"Kakak bisa?"
"Semoga."
Kak Rania mengumpulkan tenaga dan mulai mendobrak pintu dengan badannya. Percobaan pertama gagal sampai percobaan ke enam, pintu rumah tersebut berhasil terbuka.
Pintu terbuka dan menampilkan mama yang sudah tergeletak di lantai dengan darah yang mengotori tubuhnya.
"Kak, telfon ambulan," ujar Brata yang terlihat panik. Pasalnya, pintu rumah terkunci. Lalu apa yang membuat mama seperti ini.
Kak Rania langsung mengambil ponselnya lalu segera menelfon ambulan. Mereka semua terselimuti kepanikan.
Ambulan datang dan menggotong tubuh wanita paruh baya yang berlumuran darah ke dalam mobil ambulan.
Kak Rania dan Brata menggunakan mobil menuju rumah sakit terdekat. Kak Rania menancapkan gas hingga kecepatannya yang tinggi.
Kak Rania dan Brata terus berdoa dengan keringat yang meluncur bebas di kulit mereka.
Mama mereka langsung masuk ke dalam IGD dan tangani oleh dokter. Dokter tersebut meminta mama untuk di bawa ke ruang operasi.
"Dok, mama saya kenapa?" tanya Kak Rania.
"Pasien di duga terdapat peluru tepat di pundaknya dan di kakinya. Peluru tersebut harus segera diangkat agar tidak menyebabkan infeksi. Pasien juga kekurangan darah, tapi untungnya rumah sakit masih memiliki persediaan darah yang cocok dengan darah pasien. Kondisi pasien masih tidak stabil. Jadi saya harap, kalian bersabar dan berdoa saja. Saya permisi."
Maupun Kak Rania dan Brata, mereka berdua sangat terkejut, dan bingung. Darimana peluru itu datang?
Mereka menangis. Walaupun selama ini mama berlaku kasar terhadap mereka, tapi kakak beradik tersebut tetap manusia yang memiliki perasaan.
Kak Rania merengkuh badan Brata dan memeluknya guna menenangkan adiknya.
"Kak, itu peluru. Dokternya gak salah kan?"
"Kakak juga gak tau. Tapi kamu tenang aja, kakak punya temen detektif. Dia cukup ahli, nanti kakak minta tolong sama dia. Namanya Kak Yudha."
"Kita makan dulu, kamu laper kan?"
Brata tersenyum. "Hehe, iya."
Mereka berdua makan sambil menunggu mama mereka yang sedang berada di dalam ruang operasi.
"Enak gak," tanya Kak Rania.
"Lumayan, seengaknya lebih enak dari masakan aku." Brata berbicara sambil tersenyum dan pipi yang terlihat chubby karena mengunyah makanan yang memenuhi mulutnya.
"Kamu kalau di rumah, makan masakan siapa?"
"Mama gak pernah masakin buat aku, semua masakan dia buat Mas Angga. Jadi biasanya aku coba-coba masak sendiri, kadang beli, kadang juga di kasih temen."
"Kapan-kapan mau kakak masakin gak?"
"Mau bangett," jawab Brata yang terlihat antusias.
"Yaudah, tunggu mama pulih dulu ya."
Kak Rania dan Brata melanjutkan kegiatan makannya.
"Em kak, habis ini kita kemana?" tanya Brata.
"Kamu masih mau ke makam ayah?
"Boleh, tapi mama gimana?"
"Tadi dokter sempet bilang, katanya sehabis operasi, mama bakal lama bangunnya karena efek biusannya."
"Yaudah ayok."
Brata menarik Kak Rania menuju parkiran. Mobil tersebut berjalan menuju makan ayah mereka yang sangat mereka sayangi.
Mereka tidak lupa untuk membelikan bunga kesukaan ayah mereka, yaitu bunga matahari.
Bunga matahari menjadi bunga favorit ayah karena kata ayah, "Bunga matahari itu cerah seperti matahari asli. Ayah selalu ingin terlihat cerah ceria dalam kondisi apapun. Ayah juga mau di kenang sebagai orang yang bermanfaat seperti manfaat matahari untuk kita."
Mereka berdua mulai melewati makam makam yang mulai menua. Mencari dimana letak makan ayah tercinta.
Terlihat batu nisan yang bertuliskan nama Arya Mahendra Kanigara. Mereka berdua menyingkirkan dedaunan kering.
Mereka menatap dalam makam ayah mereka. Ingin menumpahkan segala rindu yang terpendam selama ini.
Sebelum kesedihan melandai, mereka melafalkan doa doa untuk ayah mereka. Berdoa untuk ketenangan ayah mereka.
Setelah itu mereka duduk bersama di keramik yang terdapat di sebelah makam tersebut. Perlahan air mata mulai keluar.
Baik kakak beradik itu sama-sama merindukan sosok kehadiran ayahnya yang sangat berarti bagi kehidupan mereka.
Mereka mengelus lembut makan ayahnya, menaburkan bunga, melafalkan doa, dan terus mengatakan bahwa pada dasarnya mereka sangat amat rindu.
Rindu yang terpaksa mereka kubur hidup-hidup di dalam hati mereka. Karena rindu itu hanya akan membuat mereka sesak dan berakhir dengan menangis.
Hidup dengan ayah lebih tenang dan nyaman dibandingkan hidup tanpa ayah. Rasanya hidup mereka sama-sama hampa.
Aku rindu ayah.....
Hai
Chapter kali ini aku buat singkat karena aku mau upload 2 chapter sekaligus!!!Babay❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Salinan Hidup
Random"Aku berharap aku bisa diterima di dunia ini walau aku tak sempurna. Aku hidup untuk menjadi diriku sendiri." - Brata [⚠Dalam cerita ini, terdapat beberapa kalimat yang mengandung unsur harsh words, violence, abusive family, and blood.⚠] Start : 21...