Hari ini Brata kembali melakukan kemo. Lagi dan lagi, Brata pergi sendiri, melakukannya sendiri, tanpa ada orang yang menemani.
Kalau kalian bertanya, 'Kemana Kak Rania?', jawabannya karena Kak Rania juga memiliki kesibukan sendiri.
Entah apa kesibukan itu, Brata tidak mau ambil pusing. Selagi dia masih bisa pergi sendiri, Brata akan pergi sendiri.
Dokter Dion menyarankan Brata jika mau bepergian, sebaiknya menggunakan taksi atau ojol. Sebab takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan jika Brata menyetir sendiri.
Kalau kalian merasa bosan dengan cerita ini, sama. Brata merasakan hal yang sama, sama-sama bosan dengan hidupnya.
Ke sekolah sudah jarang, tempat tinggal tidak pasti, makanan tidak teratur, semangatnya untuk hidup sudah berkurang.
Beberapa waktu lagi Brata akan menjalankan ujian untuk kelulusannya. Itu tandanya hal tersebut wajib dilaksanakan.
Brata tetap belajar bukan untuk formalitasnya sebagai siswa melainkan dia juga masih ada keinginan bersekolah setinggi mungkin.
Brata masih terbaring di kasur rumah sakit. Badannya lemas, mual, pusing karena efek dari kemoterapi. Brata ingin keluar dari kamarnya dan ke taman milik rumah sakit.
Brata mengambil topi lalu memasangkannya ke kepalanya. Setelahnya Brata memanggil suster untuk membantunya duduk di kursi roda. Dia tidak meminta untuk mendorong kursinya juga, karena Brata lebih suka mendorong sendiri.
Brata memutarkan roda dari kursi rodanya. Dia keluar dari ruangan dan berjalan melewati lorong rumah sakit yang sepi.
Tiba-tiba seseorang berdiri di depan Brata yang membuat Brata terpaksa menghentikan pergerakannya. Orang tersebut menggunakan masker, topi, kacamata, dan jaket.
"Lo ngapain di sini?" tanya orang tersebut.
"Maaf, tapi lo siapa."
Orang tersebut membuka masker dan topinya. Brata hanya membeku melihat orang tesebut di depannya.
"Gue tanya lagi, ngapain lo di sini, sakit?"
"None of your business."
"This is my business, I'm your brother."
"Pffttt, Brother? Sejak kapan lo nganggap gue adek."
"Brata, I'm serious," tegas Mas Angga.
Ternyata yang ada di depan Brata sekarang adalah Mas Angga.
"Lo minggir atau gue teriak."
"Jawab dulu apa susahnya."
"Ya lo minggir aja apa susahnya. Udah deh, masalah gue udah banyak dan lo jangan nambahin. Kenapa? Seneng lo gue sakit kayak gini? Apa? Lo mau ngadu sama nyokap lo? Silahkan, I don't care."
"Apaan sih, gue gak kayak yang lo pikirin."
"Gak jelas lo, jelas-jelas selama ini lo juga sama aja kayak mama. Marahin gue, nyuruh-nyuruh gue, mukul gue, manas-manas in mama kalau dia lagi marah sama gue. Jadi ini yang lo bilang 'gue gak kayak yang lo pikirin'? Basi tau gak."
"Ya karena faktanya gue emang gak kayak gitu. Setiap gue mau ngomong sama lo berdua pasti gak bisa, entah mama dateng atau lo gak mau ngomong sama gue. Gue selalu berusaha buat lurus in semua biar lo gak salah paham tapi waktunya selalu gak tepat."
"Shut the fuck up! Gue itu keluar kamar bukan buat nambah pikiran, biarin gue pergi sendiri."
"Please, I just want to clear up this misunderstanding."
KAMU SEDANG MEMBACA
Salinan Hidup
Random"Aku berharap aku bisa diterima di dunia ini walau aku tak sempurna. Aku hidup untuk menjadi diriku sendiri." - Brata [⚠Dalam cerita ini, terdapat beberapa kalimat yang mengandung unsur harsh words, violence, abusive family, and blood.⚠] Start : 21...