Hari ini, adalah hari terberat bagi seluruh keluarga, teman, Dokter Dion, maupun guru-guru Brata. Semuanya terlihat berantakan dan hancur terlebih Kak Rania dan Mas Angga yang masih belum bisa menerima keadaan.
Brata, yang meninggalkan kenangan indah bagi seluruh orang yang dia kenal maupun orang yang hanya bertatapan dengannya. Senyum ramahnya yang tidak pernah luntur dimana pun. Serta perlakuannya yang terlewat manis membuat siapapun yang mengenal Brata akan sulit untuk melupakannya.
Ketiga sahabat Brata sangat terpuruk ketika salah satu sahabat mereka harus pergi lebih dulu. Ditambah dengan kematian Brata yang tepat pada ulang tahunnya.
Brata meninggal di hari ulang tahunnya, Anes dan ketiga sahabat Brata sudah menyiapkan kejutan untuk Brata. Namun takdir berkata lain, Brata memilih pergi meninggalkan mereka semua, yang tersisa hanyalah kenangan darinya.
Dengan berat hati, mereka semua mengantarkan Brata ke tempat peristirahatan terakhirnya. Mas Angga dan teman-teman Brata ikut menggotong serta ikut menguburi jasad Brata. Dengan tangisnya yang ikut menemani proses pemakaman Brata.
Anes menangis kencang saat melihat tubuh Brata yang mulai dikebumikan. Rasa penyesalan serta rasa rindu terus menghujani dirinya. Anes dan Kak Rania saling berpelukan untuk melupakan emosi mereka satu sama lain.
Mas Angga melihat mama yang datang ke pemakaman Brata. Terlihat diraut wajah mama, seperti ada rasa penyesalan. Kini mama melihat begitu banyak kesedihan di tempat dimana Brata beristirahat sekarang. Dengan keadaan Kak Rania yang sudah pingsan beberapa kali, Mas Angga yang tidak mau berbicara atau makan, teman Brata yang terus-menerus menangis, guru-guru Brata yang terlihat sangat sedih, serta Anes dengan keadaan berantakan terus memaksa Brata untuk bangun kembali hingga akhirnya tanah menutupi seluruh tubuh Brata.
Kini penyesalan menghampiri mama. Mama sekarang tau, bahwa selama ini dia salah. Tidak seharusnya mama memperlakukan Brata dengan perlakuan yang tidak adil. Tapi dari sini kita tau, bahwa masih banyak orang yang menyayangi Brata dengan tulus dan sepenuh hati.
Semua orang mendoakan Brata, mereka berdoa agar Brata bisa berbahagia di atas sana, mereka berdoa agar Brata bisa tetap tersenyum. Mereka tau, kini Brata sudah tidak merasakan sakit lagi, kini dia sudah tenang.
Pemakaman telah selesai, Kak Rania mendekati kundukan tanah yang masih basah tersebut. Lalu mengelus lembut batu nisan milik adik kesayangannya. Namun hal itu membuat air matanya keluar semakin deras.
Mas Angga membungkuk mendekati Kak Rania, lalu memeluk tubuh lemah itu, sesekali melontarkan kata-kata penyemangat.
Setelahnya Dokter Dion menghampiri mereka-mereka yang masih setia bersama Brata. Tidak lain dan tidak bukan Kak Rania, Mas Angga, Anes, Daka, Tera, dan Radit.
"Maaf menggangu kalian, tapi sebelum saya kembali ke Rumah Sakit, saya ingin memberikan barang yang sepertinya mungkin saja kalian inginkan. Tadi pagi, saat saya sedang membereskan kamar mendiang Brata, saya menemukan secarik kertas. Kertas ini akan saya berikan ke kalian sebagai tugas terakhir saya. Sekali lagi saya tutur berduka cita." Lalu setelahnya Dokter Dion meninggalkan tempat.
Anes mengambil kertas tersebut. Terlihat kertasnya sangat kusut. Semuanya mendekati Anes untuk melihat isi kertasnya tersebut. Perlahan Anes membuka kertasnya dan mereka kembali menangis.
"Kak, aku izin bawa kertasnya ke rumah ya?"
"Iya, bawa aja nes," jawab Kak Rania sambil mengusap air matanya.
Anes mendekati dan mengucapkan sepatah kata. "Selamat ulang tahun, andai kamu masih ada di sini dan gak meninggalkan aku, pasti kita lagi merayakan ulang tahunmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Salinan Hidup
Random"Aku berharap aku bisa diterima di dunia ini walau aku tak sempurna. Aku hidup untuk menjadi diriku sendiri." - Brata [⚠Dalam cerita ini, terdapat beberapa kalimat yang mengandung unsur harsh words, violence, abusive family, and blood.⚠] Start : 21...