Saat membuka matanya, Brata melihat dirinya sedang berbaring di atas kasur rumah sakit. Terlihat bahwa dia ditempatkan di ruangan besar yang hanya ada satu orang. Sepertinya itu ruangan VIP.
Terdapat infus di tangannya, perban-perban yang melingkar di kepalanya. Oxyflow atau selang oksigen juga terpasang di hidungnya.
Yang di rasakannya sekarang hanyalah sakit kepala dan badannya terasa sakit. Di lihatnya badan dia yang penuh memar ke biru-biruan akibat pukulan waktu itu.
Kepala nyeri hebat, karena dipukul dengan tingkat baseball tanpa hentinya. Jadi sakitnya luar dalam.
Brata sedikit kebingungan, siapa yang mebawanya ke rumah sakit. Mama? oh.. itu tidak mungin. Mas Angga? itu tidak mungkin juga. Mas Angga enggan menyentuh adiknya.
Lalu siapa yang datang malam-malam saat Brata tidak sadarkan diri dan membawanya kesini. Kalau ketiga sahabatnya.... bisa sih, tapi mana mungkin mereka datang malam-malam dan untuk apa juga mereka ke rumahnya.
Brata hanya menatap kosong ke arah langit-langit atap rumah sakit. Dia masih sedih dengan perlakuan mamanya yang semakin menjadi-jadi. Tidak berubah.
Ayahnya memang dulu tidak terlalu dekat Mas Angga karena sibuk mengurusi Brata yang sakit-sakitan. Sehingga Mas Angga hanya dekat dengan mama.
Tapi apa iya mamanya harus menyiksa Brata karena dulu ayah hanya dekat dengan Brata. Itu bukan sepenuhnya salah dia. Saat itu memang Brata butuh perhatian lebih.
Lalu dia berfikir seandainya dia dulu tidak gampang sakit, pasti Mas Angga bisa dekat dengan ayah dan Brata bisa dekat dengan mama. Tapi itu semua sudah berlalu.
Ayah juga sudah meninggal 6 tahun lalu saat Brata masih umur 10 tahun. Mas Angga saat itu juga masih berumur 12 tahun.
Kini ayah hanya tersisa dengan bayang bayang kenangan dan kata-kata manisnya yang ia pernah lontarkan
Brata melihat kearah pintu yang terdapat kaca di bagian tengahnya. Dia melihat ada seseorang menggunakan hoodie hitam dan masker hitam.
Dan mereka saling eye contact. Orang tersebut sedikit panik karena ketahuan mengintip oleh Brata.
Dia penasaran siapa orang yang berada di luar ruangannya tersebut. Tapi saat Brata berusaha untuk bangun, orang itu malah pergi. Sebenarnya Brata tidak bisa berjalan keluar karena ada selang yang terpasng di mesin dan badannya juga masih nyeri.
Alhasil dia membiarkan orang yang diluar tadi untuk kabur. Tapi kira-kira itu siapa ya. Brata belum pernah melihat matanya. Seperti orang asing, tapi kenapa orang tadi melihatnya di dalam ruangan.
Brata benar-benar tidak bisa mengenali orang tersebut. Dia memakai pakaian tertutup. Sampai-sampai dia tidak tau jenis kelamin orang tersebut.
Tapi mungkin kalau dilihat-lihat, orang itu berumur 20 tahun. Kerena tidak mau menambah pikiran Brata memutuskan untuk tidak terlalu mempedulikannya.
Pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok yang sangat ia harapkan untuk menjenguknya, ketiga sahabatnya datang dengan barang bawaan yang banyak.
"Ta, lo kenapa lagi sih. Liat deh badan lo ancur lagi. Ini pasti ulah mama lo," tanya Tera yang khawatir.
"Ya biasalah, mama gue kambuh lagi," jawab Brata sambil berusaha memposisikan tubuhnya dari tiduran menjadi duduk.
Lalu kali ini Daka bertanya, "Terus siapa yang bawa lo kerumah sakit?"
"Nah itu dia yang gua gak tau." Brata hanya bisa garuk kepala yang tidak gatal.
Muka Radit terlihat kebingungan. "Lah, kok lo gak tau siapa yang bawa lo. Atau jangan-jangan setan rumah yang bawa lo."
"Dih, orang gue pingsan, mana gue tau siapa yang bawa gue. Eh, kalian bawa apa tuh." Brata mengnhintip kantong yang mereka bawa.
Oh, ternyata isinya makanan ringan. Menggirukan. Makan adalah salah satu kegiatan favorit Brata.
Saat dia kecil, ayahnya lah yang suka memberikan makanan seperti camilan sehingga saat masih kecil perutnya buncit.
Suster masuk ke dalam ruangan dan mengantarkan makanan serta obat-obatan yang harus di konsumsi oleh Brata.
Suster juga memberi ponsel milik Brata. Kata susternya itu titipan dari seseorang yang mengantarkan Brata ke rumah sakit sekaligus membayar administrasi rumah sakit.
Saat ditanya siapa orang itu, suster selalu menjawab tidak tau. Lalu suster pergi meninggalkan ruangannya.
"Eh, harusnya hari ini gue kerja tau, malah bonyok begini." Brata tertawa ringan. Bisa-bisanya dia tertawa saat keadaannya seperti ini.
"Lagian mama lo aneh-aneh aja." Daka menoyor pelan kepala Brata
"Kadang gue cape deh hidup kalo ujung-ujungnya gak diterima."
"Semuanya bersifat sementara, bahkan rasa sakit. Lo tenang aja," ungkap Radit.
"Lo harus tetep baik, walaupun lo tidak diperlakukan dengan baik." Tera menepuk pelan bahu Brata
Karena sudah malam Radit, Daka, dan Tera pulang ke rumah masing-masing. Jadi Brata sendiri lagi di ruangannya.
Saat malam hari tiba-tiba Brata merasa sesak yang luar biasa. Dia ingin memencet tombol pertolongan, tetapi dia tidak sanggup beranjak sedikitpun.
Jantungnya mulai berdegup cepat. Dia panik dan tidak tau apa yang harus dia lakukan. Brata berusaha mengambil napas sebanyak-banyaknya.
Dia hanya bisa memukuli dadanya kencang seakan hal itu bisa mengurangi rasa sesak. Otaknya sudah mulai susah berfikir.
Badannya mulai lemah, matanya juga mulai berair. Keringat dingin keluar dari tubuhnya. Bibirnya mulai pucat.
Tapi disaat Brata sekarat, dokter masuk dan betapa terkejutnya melihat pasiennya sedang butuh pertolongan.
Niat awal dokter menghampiri ruangan Brata hanya ingin memeriksa keadaan Brata. Tapi untungnya dokter datang tepat waktu disaat-saat menegangkan.
Dokter langsung mengambil alat yang dibutuhkan lalu segera menangani Brata. Brata sudah sangat lemah, detak jantungnya juga tidak stabil.
Dokter memutuskan untuk membiarkan Brata istirahat penuh. Karena jika dia kelelahan akan lebih bahaya. Dokter juga tidak mau ambil resiko.
Saat dokter keluar dia melihat ada orang yang menunggu di luar ruangan. Mukanya tertutup masker dan dia menggunakan hoodie sama seperti orang yang Brata liat tadi siang.
Orang itu mulai mengeluarkan suara. "Gimana keadaan dia dok."
"Pasien sudah lebih baik, tapi tadi ada sedikit masalah. Anda baru bisa jenguk besok. Kalau boleh tau anda siapanya pasien?"
"Saya kakanya dok."
"Lalu saya lihat anda tadi siang disini, kenapa tidak menemui pasien?" tanya dokter.
"Karena dia pasti tidak akan mengenali saya."
Tbc
Haii
Apa kabar, semoga sehat sehat ya
Kalau baca jangan lupa tinggalin jejak
Biar aku rajin uploadnyaItu kira-kira siapa ya orang misterius itu?
Kalau penasaran komen sama votedStay tuned for next chapter 💓💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Salinan Hidup
Random"Aku berharap aku bisa diterima di dunia ini walau aku tak sempurna. Aku hidup untuk menjadi diriku sendiri." - Brata [⚠Dalam cerita ini, terdapat beberapa kalimat yang mengandung unsur harsh words, violence, abusive family, and blood.⚠] Start : 21...