Brata terbangun karena merasa badannya tergoncang. Saat membuka matanya, dia melihat Anes yang sedang menggoyangkan badan Brata disusul dengan sinar matahari yang langsung masuk ke dalam matanya.
"Ta, bangun. Udah pagi, tadi ada paket isinya seragam lo, kayaknya dari kakak lo deh."
Setelah Anes berbicara Brata bangun dan memfokuskan pandangannya. Dia melihat seragamnya beserta surat di dalamnya.
Brata mengambil dan membuka suratnya, "Adek, maaf ya kakak gak bisa anter langsung soalnya kakak ada urusan mendadak, jadi paketin aja." Setelahnya dia melipat kertas tersebut dan menaruhnya dia meja belajar Anes.
"Ta, semalem lo kenapa. Gue liat darah lagi, di hidung lo juga masih ada bekasnya. Di sebelah gelas gue juga ada obat, punya lo ya?" tanya Anes tiba-tiba.
"Oh, gue gak papa kok. Semalem gue mimisan lagi, terus gue juga terpaksa minum air lo karena gue harus minum obat, maaf kalau gue lancang."
"Gak papa, emang lo sakit apa?"
Saat Anes bertanya, Brata hanya diam di tempat. Anes melambaikan tangan di depan mata Brata. Tidak mendapatkan respon, Anes menyenggol badan Brata.
Brata yang kaget menggelengkan kepalanya, "Eh, kenapa?"
"Ih gue nanya, gak jadi deh. Gue mandi duluan ya, baru lo. Oh iya, nanti ke sekolahnya bareng ya."
"Iya."
Setelah mandi, Anes dan Brata turun kebawah untuk sarapan dan pamit sama bunda. Bunda memberikan uang saku untuk Anes dan Brata.
Anes menggunakan helm milik ayahnya dan menaiki motor Brata.
"Pegangan Nes."
"Hah."
"Pegang pinggang gue, nanti lo jatuh."
"I-iya."
Anes melingkarkan tangannya di pinggang Brata. Lalu meletakkan kepalanya di punggung Brata. Posisinya saat ini membuatnya sangat nyaman.
Brata menancapkan gas dan menuju ke sekolah. Pagi ini jalan sangat ramai sehingga menimbulkan kemacetan.
Anes melihat jam tangannya, mereka telat. Brata mencoba mencari jalan yang bisa mempercepat ke tujuan meraka.
Sesampainya di sekolah, mereka di hukum karena terlambat. Mereka di suruh untuk hormat ke bendera di tengah lapangan. Cuacanya sangat panas dan terik.
"Nes, sorry ya, karena gue lo jadi telat."
"Eh gak papa kok, gue juga gak tau kalau bakal semacet itu."
Saat bel istirahat, mereka baru bisa bebas dari hukuman. Brata memberikan Anes minum dan mereka kembali ke kelas masing-masing.
"Ciee, udah grow up aja nih, berangkat bareng lagi," ejek Tera.
"Berisik."
"Dih galak."
"Kok bisa berangkat bareng?" tanya Daka.
"Panjang ceritanya, intinya gue semalem nginep di rumah dia."
"Oh gue tau nih, pasti dia di usir," ujar Radit.
"Nah tuh pinter."
"Tapi gak papa lah ya, yang penting bisa pdkt, iya gak?" tanya Daka.
"Hahaha, dia baik banget, cantik pula."
Setelahnya bel masuk berbunyi dan Brata kembali belajar. Saat pulang, dia melihat Anes yang sedang berdiri di depan gerbang sekolah.
"Hai, mau pulang bareng gak?" ajak Brata.
"Boleh?" tanya Anes.
"Boleh kok, jok belakang kosong."
"Oke, makasih ya."
Anes menaiki motor Brata dan langsung memeluk pinggang Brata. Di depan, Brata tersenyum lebar melihat perlakuan Anes.
Mereka berjalan melewati pohon-pohon. Anginnya cukup sejuk dan tidak panas.
"Anes."
"Apa?"
"Mau ngopi gak?"
"Dimana?"
"Di kafe tempat gue kerja."
"Oh lo udah kerja? Boleh deh."
Brata mengajak Anes untuk minum bersama sambil mengobrol di kafe tempatnya bekerja. Lalu dia akan mengantarkan Anes pulang dan ke kafe lagi untuk bekerja.
Minuman yang mereka minum di buat oleh Brata sendiri. Cita rasa yang ada di dalam kopi tersebut sangat disukai Anes.
Dia terkagum melihat Brata yang handal dalam membuat minuman khususnya perkopian.
"Enak gak?" tanya Brata.
"Enak banget, kapan-kapan gue beli lagi ya."
"Boleh, tapi untuk hari ini, gue yang traktir."
"Haha, makasih, nanti gue promosiin ya."
Mereka berdua melanjutkan perbincangan mereka dan Brata mengantarkan Anes pulang.
"Assalamu'alaikum bunda."
"Waalaikumsalam, eh ada Brata, kok tumben pulangnya telat?"
"Iya bun, tadi aku mampir ke kafenya dia, dia udah kerja loh."
"Ih hebat kamu nak, kapan-kapan ajak bunda ke kafe kamu ya."
"Iya bun, nanti pasti aku ajak," jawab Brata.
"Eh, kamu mau mampir dulu gak?"
"Engga bun, makasih, aku masih mau lanjut kerja lagi."
"Oh gitu, semangat kerjanya ya sayang."
"Iya bunda, makasih banyak. Aku izin pamin ya. Nes gue pergi ya."
"Iya hati-hati," balas Anes.
Brata melanjutkan tujuan ke kafe dan dia memutuskan untuk menginap di rumah Tera, karena untuk saat ini dia tidak mau bertemu mamanya yang semakin menjadi-jadi. Tera pun tidak keberatan jika Brata menginap.
Paginya, Brata bangun lebih awal dan izin untuk pergi. Tera yang masih setengah sadar hanya bergumam sambil mengigau.
Hari ini adalah jadwal kemonya yang pertama. Brata sangat takut untuk memulai pengobatannya. Tidak akan ada yang menemaninya saat pergi ke rumah sakit dan berobat.
Hanya Dokter Dion yang akan menemani serta mengawasinya. Tidak ada yang tau bahwa Brata sedang tidak baik-baik saja. Semua orang mengira dia baik-baik saja.
Dia ke rumah sakit dan masuk ke ruangan khusus untuk kemoterapinya. Dokter Dion ikut bersama Brata untuk memantau perkembangannya.
Kemoterapi yang akan dilaksanakan Brata diberikan dalam hitungan siklus, yang terdiri dari masa kemoterapi ditambah dengan masa istirahat. Kemoterapi Brata lakukan selama 1 minggu lalu diikuti periode istirahat selama 3 minggu.
Jadi mungkin akan membutuhkan waktu yang lama. Sebelum kemo, Brata berdoa semoga dengan cara ini, dia bisa sembuh.
Sembuh baginya ada dua. Sembuh dari penyakitnya dan pergi beraktifitas dengan senang, atau sembuh dari penyakitnya dan pergi melepaskan dunia dengan tenang.
Haii
Kalian pengen endingnya gimana nihh. Happy, sad, atau open ending???Maaf kalau masalah penyakitnya aku ada salah kata, karena aku bukan anak ipa/kedokteran. Tapi aku berusaha yang terbaik.
Oh iya, maaf aku lama updatenya, soalnya sekolah ku lagu hektik banget. Kalian jangan lupa belajar yaa.
Jangan lupa vote and komen yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Salinan Hidup
Rastgele"Aku berharap aku bisa diterima di dunia ini walau aku tak sempurna. Aku hidup untuk menjadi diriku sendiri." - Brata [⚠Dalam cerita ini, terdapat beberapa kalimat yang mengandung unsur harsh words, violence, abusive family, and blood.⚠] Start : 21...