Part 17, Jadian (2)

40 10 15
                                    

Jantung Bintang seperti berhenti berdetak dalam satu detik, kegiatan minumnya juga langsung terhenti. Bintang menatap Rehan yang juga melirik Bintang dengan sekilas.

"Jadi gimana? Uang Arkana lagi banyak," tawae Renata dengan tawanya.

"Ah, kapan-kapan aja deh. Gue tau diem-diem Arkana ngelirik, ngode nyuruh nolak," jawab Rehan dengan tawa canggungnya.

"Gak, gue lagi kaya sekarang," jawab Arkana dengan nada datarnya yang dibalas Rehan dengan tawa absurd-nya.

"Jadi? Gak mau gabung disini?" Tanya Renata lagi yang dibalas gelengan dari Rehan.

"Nyaman berduaan sama Barbie Kesayangan gue." Kelakar Rehan yang dibalas dengan tawa Renata. Jika perasaan Bintang baik-baik saja mungkin Bintang akan langsung memukul lengan Rehan dan mengatakan untuk ingat Aline tapi sekarang Bintang sedang tidak ingin berbicara apapun.

"Ah, iya deh. Cepet jadian ya?" Respon Renata yang dibalas Rehan dengan gaya canggungnya lagi. Cepat jadian? Maksudnya?

"Re, dimakan." Suruh Arkana yang langsung dibalas iya oleh Renata kemudian tak ada lagi suara-suara dari Renata dan keadaan kembali menjadi hening.

"Cepet dimakan biar langsung pulang," Bisik Rehan yang dibalas anggukan dari Bintang.
Bintang memakan makanannya dengan cepat. Rasanya makanan kesukaannya sekarang menjadi hambar bahkan terasa susah untuk ditelan. Entah kenapa rasanya sakit, seperti ada bagian dari dirinya yang kosong. Kenapa? Padahal rasa itu sudah hilang dan telah berganti menjadi benci.

Rehan hanya diam dan tak berkomentar apapun, fokus pada makanannya. Makanan habis dalam sepuluh menit dan Rehan langsung beranjak begitu melihat makanan dan minuman Bintang telah habis.

Ada yang patah tapi bukan kayu. Bintang tidak tau rasanya akan seperti ini, berusaha tidak menangis sejak tadi membuat dadanya terasa makin sesak. Air matanya langsung mengalir begitu dalam perjalanan. Bintang langsung menutup kaca helmnya ketika sadar air matanya mengalir jatuh. Ia tadinya memang sengaja membuka kaca helmnya, ia pikir angin yang berembus akan membuat perasaannya sedikit membaik, tapi ternyata sama saja.

Rehan yang menyadari Bintang tengah menangis langsung meraih tangan Bintang dan melingkarkannya ke perutnya, mengusapnya dengan lembut. Bintang ingin menyandarkan dirinya ke punggung Rehan, tapi susah karena terhalang oleh helm. Yang dilakukan Bintang hanya bisa berusaha tegar hingga sampai ke rumah.

"Bantu gue lupain dia, Re," kata Bintang dengan suara seraknya.

Ia kalah. Ia tidak bisa untuk tetap berusaha baik-baik saja.

Rehan hanya diam. Tangannya yang tadinya mengusap tangan Bintang kini berhenti dan berganti menjadi mengepal kuat, giginya bergemeretak. Ia ingin marah, tapi ia tak bisa memaksa sahabatnya itu. Keputusan ada di tangan sahabatnya.

Ketika sampai di rumah, Rehan menuntun Bintang untuk masuk ke dalam rumahnya yang kebetulan sepi. Orangnya tuanya belum pulang dari bekerja dan kebetulan suasana sepi seperti di rumah Rehan inilah yang dibutuhkan oleh Bintang. Bintang butuh menenangkan diri karena itu tidak mungkin Rehan menyuruh Bintang untuk pulang ke rumahnya sendiri, bisa- bisa Adrian bertanya macam-macam begitu melihat mata sembab Bintang.

Setelah masuk ke dalam rumah Rehan, Rehan langsung menyuruh Bintang untuk tidur di kamarnya. Rehan hanya mengantar sampai depan pintu setelah itu pergi entah kemana. Bintang pun langsung berjalan ke ranjang kamar Rehan kemudian membaringkan dirinya di kasur empuk Rehan. Baru beberapa detik merebahkan badannya di kasur, air matanya kembali mengalir. Manjadi pura-pura baik setelah patah hati memang susah.

Ia dulu bahkan sering mengatakan ketika orang putus cinta sampai menangis berhari-hari atau bahkan hingga sesenggukan itu sangat lebay dan berlebihan. Sekarang Bintang tau rasanya, mungkin ini sebagai bentuk penyadarannya. Batas porsi kuat seseorang itu berbeda-beda dan tak seharunya Bintang mengatakan lebay kepada orang-orang yang mudah menangis hingga sesenggukan.

Bie Barbie (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang