Part 37, Pamit

39 4 36
                                    

"Jangan pamit jika pamitmu sebagai ijin untuk menghilang. Aku tidak butuh itu."

🍃

"Butuh asupan banyak ini biar nih hati bisa balik utuh lagi," Gerutu Syila seraya terus mencomot sate yang dipegangnya. Mulutnya penuh, tapi terus saja mengambil dan mencomot tusukan sate dihadapannya. Beberapa kali Keyla dan Bintang menarik piring itu, tapi gerutuan Syila dan teriakannya membuat Bintang maupun Keyla lebih memilih diam dan membiarkan.

Bintang dan Keyla terus menggeleng seraya menutupi wajah karena malu. Beberapa orang disekitar terus saja melirik bahkan ada yang terang- terangan melihat karena Syila yang terus makan dengan gerutuannya. Dan Syila sepertinya tidak peduli dengan hal itu. Syila seperti tengah menikmati menjadi pusat perhatian.

"Perasaan pas lo putus sama Gentano gak selebay ini deh," Komentar Keyla seraya menatap horror kearah Syila. Keyla pun pasti harus ekstra sabar jika nantinya mendapatkan curhatan seputar berat badan Syila yang naik karena Syila itu tipe orang yang hoby makan akan tetapi terus saja mengomel jika berat badannya naik. Padahal menurut Bintang maupun Keyla, badan Syila sudah termasuk ideal. Mungkin tinggi badannya yang kurang.

Bintang hanya diam dan tak berkomentar apapun. Ia memilih memainkan ponselnya kemudian memotret Syila dan tak lupa, mengirimkannya kepada Adrian. Pesannya tak dibalas dan tidak dibaca, tapi beberapa detik kemudian, panggilan dari seseorang membuat senyum Bintang langsung sumringah. Tanpa menunggu lama, Bintang menggeser icon hijau dilayar ponselnya kemudian menempelkan ponselnya ke depan telinga.

"Hallo"

"Di mana, Bie?" tanya Aidan langsung dari seberang sana.

"Pasar malem, Kak," jawab Bintang kemudian.

"Tau, maksudnya bagian mana?" tanya Aidan lagi.

"Lagi makan sama Keyla dan Syila. Deket lempar gelang," jawab Bintang. "Emang kenapa, Kak?"

"Tunggu disana. Jangan kemana- mana."

Setelah mengatakan kalimat itu, Aidan langsung saja mematikan ponsel dengan sepihak. Bintang yang heran langsung memandangi ponselnya dengan alis mengerut. Menunggu? Untuk apa? Perjalanan dari rumah Aidan kesini saja perlu waktu hampir setengah jam. Tidak mungkin kan Bintang terus berdiam diri ditempat makan ini? Bisa- bisa Syila menghambiskan 10 piring sate nanti.

"Kenapa?" tanya Keyla yang melihat kebingungan dari ekspresi Bintang.

"Kak Aidan. Masak katanya disuruh nunggu disini. Kalo perjalanan dari rumah dia kan lama," jawab Bintang kemudian berinisiatif menelfon Aidan. Telfonnya terhubung, tapi tidak diangkat. Hingga panggilan ketiga pun masih tetap sama, Bintang menyerah kemudian memilih meletakkan ponselnya. Mungkin Aidan sudah dalam perjalanan pikirnya.

🍃🍃

"Yuk pulang."

Bintang yang tadinya melamun langsung tersentak kaget mendengar suara yang tiba- tiba berada di sampingnya. Bintang reflek menoleh kearah samping untuk melihat pemilik suara itu. Kereflekan Bintang juga posisi orang itu yang terlalu dekat dengan telinga Bintang membuat tanpa sengaja hidung Bintang bersentuhan dengan kulit mulus dari pipi orang itu. Kedekatan itu membuat kekagetan Bintang bertambah berkali- kali lipat, bahkan sampai membuat jantung Bintang langsung berdetak dengan keras.

Ekspresi Aidan sangat kontras berbeda dengan Bintang. Aidan sepertinya tidak terpengaruh sama sekali dengan ketidaksengajaan itu. Ia malah tersenyum seraya terkekeh geli melihat raut kaget dari Bintang.

"Jangan ngelamun." Aidan membuka suara lagi, membuat Bintang seketika sadar dari proses terkejutnya.

"Kak Aidan? Kok cepet banget," Heran Bintang seraya menoleh ke kanan dan kiri. Bintang tidak tau tujuannya menoleh ke kanan dan kiri. Itu seperti reflek tubuhnya yang tiba- tiba menoleh seakan mencari sesuatu. Apalagi kedatangan Aidan yang tiba- tiba.

Bie Barbie (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang