Part 45, Mati gue!

22 3 10
                                    

"Friendzone dengan Kakak-Adik zone itu sama. Bullshit jika tanpa perasaan. Pasti akan ada salah satu yang merasa harus bergantung dan ketergantungan."

🍃

Ketika Arkana pergi tadi, Bintang tidak menyusul Arkana. Bintang memilih mengabaikan dan tetap melanjutkan kegiatan bertelfonnya dengan Aidan. Lama mereka tidak kontak, membuat Bintang sedikit rindu berat. Aidan juga tadi yang melarang Bintang untuk mengejar Arkana. Aidan memberi saran Bintang agar membiarkan terlebih dahulu Arkana sendirian dan Bintang langsung menurut.

Lama mereka bertelfon. Telfon selesai ketika guru di kelas Bintang datang. Lalu Arknaa kembali, tapi ia tidak menyapa Bintang. Bintang menghela nafas, lagi- lagi masalahnya berkutat tentang Aidan. Sedari kecil bersama Aidan membuat Bintang tidak bisa terlalu jauh dengan Aidan walau perlahan perasaan Bintang mulai beralih. Tapi tetap saja jika diberi pilihan, antara melepas Aidan atau Arkana, Bintang akan memilih melepas Arkana.

"Arka marah sama lo?" tanya Keyla yang sadar akan raut datar Arkana saat melewati mereka. Arkana itu tidak pandai menutupi moodnya dengan raut baik. Moodnya buruk, maka sudah pasti rautnya menyeramkan seperti tak ingin tersentuh.

Bintang melirik belakang sekilas lalu mengangguk.

"Kak Aidan lagi," kata Bintang.

"Baru awal, lama- lama Arka juga pasti biasa kok," balas Keyla menepuk pundak Bintang.

Bintang menghela nafas lagi lalu mencoba tersenyum tipis. Semoga, batinnya.

🍃🍃

Bintang celingak- celinguk menatap sekitarnya. Ia kehilangan jejak Arkana. Tadi ketika pulang dan Arkana melewati bangkunya, Bintang memanggil Arkana, tapi Arkana tidak membalas. Ia langsung pergi meninggalkan Bintang yang masih menata buku- bukunya.

Diabaikan, Bintang langsung memasukkan secara acak bukunya ke dalam tas lalu berlari menyusul Arkana, tapi Bintang kehilangan jejak. Bahkan sampai di parkiran pun Bintang tidak melihat batang hidung Arkana. Motornya masih, tapi orangnya tidak ada. Bintang mencoba menghubungi nomornya, tapi nomornya tidak aktif membuat Bintang menghela nafas seraya bersandar di motor Arkana. Cuaca panas, tapi diabaikan oleh Bintang.

"Ngapain?" tanya Arkana yang baru datang pada Bintang yang menunduk dan menggesekkan sepatunya di tanah paving parkiran sekolahnya.

"Ar," Bintang langsung tersenyum cerah. Ia berjalan mendekat kearah Arkana yang beraut dingin.

"Boleh pulang bareng? Bang Adrian gak bisa jemput," kata Bintang.

Arkana terlihat diam menyimak, ia justru menghapus peluh di kening Bintang, membuat senyum Bintang makin lebar. Arkana walau marah tetap menyimpan perhatian.

"Rehan mana?" tanya Arkana.

"Rehan mau ngobrol sama Aline. Gue gak mau ganggu mereka lagi," balas Bintang.

Arka diam lagi. Ia terlihat melirik jam tangannya lalu menatap kearah Bintang.

"Gue lupa, tadi ada rapat," kata Arkana. "Bentar lagi kan purna," ucap Arkana kemudian.

"Terus?"

"Pulangnya mungkin sore terus lo nanti nunggu lama," balas Arkana.

"Jadi gue naik angkot?" tanya Bintang sedikit mengkode. Tapi Arkana justru angkat bahu.

"Iya, terserah kamu."

"Okey, gue naik angkot," kata Bintang seraya menatap Arkana. Dalam hati, Bintang berharap semoga Arkana berubah pikiran. Tapi.. ternyata tidak. Arkana justru mengangguk, membuat raut Bintang berubah.

Bie Barbie (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang