9. Kepercayaan

214 28 0
                                    

HAPPY READING

•••••

Hubungan mereka sudah berjalan tiga bulan, membuat mereka semakin bucin satu sama lain. Dan beberapa hari lagi akan ada ujian. Membuat Ayana sibuk dan fokus belajarnya, sedangkan Matteo? Sesekali laki-laki itu dipaksa Ayana untuk belajar bersama, karena selalu saja menolak, mencari alasan apa saja agar tidak belajar. Meskipun akhirnya mau juga, tetapi dengan terus menggerutu dan protes selama belajar bersama.

“Ay, capek. Istirahat dulu boleh nggak?” Matteo baru saja mengeluarkan ponsel dan akan berniat untuk membukanya, tapi dengan cepat Ayana merampas ponsel laki-laki itu. Lalu menyembunyikannya di saku celana Ayana, agara Matteo tidak bisa mengambilnya.

Ayana menggeleng ringan, membuat Matteo cemberut. “Bentar aja, Ay.”

“Nggak. Baru aja lima belas menit yang lalu mulai, udah nyerah mau istirahat aja.”

“Ayyy,” rengek Matteo menggoyang-goyangkan lengan gadis itu.

“Matt, serius. Besok ujian loh, sejarah, kan. Banyak yang harus dipahami, nggak harus kamu hafalin, kok.” Ayana menatap Matteo lembut, “yang penting lo paham sama materinya.”

Matteo menghembuskan napasnya, ini salah satu resiko jika berpacaran dengan gadis pintar. “Oke ... oke,” kata Matteo pada akhirnya. Matteo yang selalu mudah menurut pada Ayana.

Mereka belajar di rumah Ayana, kedua orang tua gadis itu juga sedang pergi ke luar kota untuk beberapa hari, jadi, Matteo juga diberi pesan oleh mereka untuk menjaga Ayana, selama mereka pergi.

“Laper nih,” kata Matteo yang masih saja mencari alasan untuk bebas dari belajar. Tangannya terulur mengusap perutnya yang rata, jika diperlihatkan akan membuat kaum hawa salah fokus, menahan air liurnya agar tidak terjatuh.

Ayana refleks menoleh, menatap Matteo dengan datar. “Padahal di meja udah ada martabak manis, sate taican, sama tesuki. Masih aja nyari alesan nggak masuk akal,” gerutunya membuat Matteo terkekeh.

“Ay,” panggil Matteo untuk yang kesekian kalinya.

Ayana berdecak, menoleh kesal ke arah Matteo. “Apalagi sih, Matt?” Ayana mencoba bersabar menghadapi pacarnya yang banyak tingkah itu.

Matteo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menatap Ayana dengan kikuk. “Pengen pipis,” katanya pelan.

Ayana menghembuskan napasnya pelan, “Biasanya juga gimana, langsung ke kamar mandi, kan?” katanya masih berusaha untuk menahan kekesalannya dalam menghadapi sikap Matteo.

“Ya iya sih. Gue kan cuma nggak mau lo marah.”

“Lah, ngapain gue marah?”

“Ya marah tar dikira gue nyari alesan lagi.”

“Suruh siapa dari tadi berulah terus?”

“Maaf,” cicit Matteo.

“Udah sana pipis,” kata Ayana dan Matteo langsung beranjak dari duduknya.

•••••

“Pagi anak-anak.” Suara Bu Mutia terdengar, menyapa para siswa-siswi yang ada di kelas.

“Pagi juga, Buuu!” jawab mereka semua dengan serempak.

“Baik, sudah tau, kan, jika pagi ini hari pertama ujian?” tanya guru bahasa Indonesia itu.

“Tau, Buuu.”

“Ibu harap, kalian semua mengerjakan sendiri-sendiri, tanpa mencontek. Ibu lebih menghargai nilai apa adanya meskipun dengan usaha sendiri.”

MATTEO ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang