13. Turnamen Basket

161 30 0
                                    

HAPPY READING

•••••

Pertandingan yang terjadi antara SMA 1 dengan SMA Kartini terlihat sangat sengit. Kedua tim itu sangat pandai dalam menjaga pertahanan, sangat apik dalam menyusun strategi. Dua tim yang sama-sama kuat, seakan tidak bisa terkalahkan.

Suara teriakan murid-murid dari berbagai sekolah mengisi lapangan. Mereka saling memberikan dukungan pada setiap tim yang sedang bermain. Sedangkan Ayana, gadis itu duduk di kursi paling depan, agar bisa melihat Matteo dengan jelas. Gadis itu tidak berteriak heboh seperti murid-murid lainnya, karena Ayana hanya duduk diam, begitu fokus melihat pertandingan. Ah, lebih tepatnya fokus memperhatikan Matteo yang entah kenapa terlihat sangat keren di matanya. Tapi, tunggu .... Kenapa wajah Matteo terlihat pucat? Apakah pacarnya itu sakit? Batin Ayana bertanya-tanya.

Di sisi lapangan, tim cheerleader's juga terlihat memberikan semangat para pemain. “SMA SATU! SMA SATU! SEMANGGAN .... SEMANGAT GANTENG!!!” Teriakan mereka terdengar dengan begitu kencang.

“Na, liat deh, Matteo. Kayak pucet gitu nggak sih, mukanya?” Seruni berbisik pada Ayana, membuat gadis itu menganggukkan kepala tanpa menoleh ke arah sahabatnya.

“Gue juga ngerasa gitu,” balasnya dengan penuh rasa bersalah. Bagaimanapun, ini juga ada hubungannya dengan Ayana semalam.

“Abis ini baikan deh kalian. Kasian banget dia, haha,” kata Seruni sembari terkekeh. Ayana mengangguk mengerti.

“Nih, makannya gue bikinin nasi goreng sama stmj.”

Seruni menatap Ayana menggoda, menyenggol-nyenggol bahu gadis itu. “Ihiwww, Ayana bisa so sweet juga ya,” katanya mengejek.

Ayana mendengus, memutar bola matanya.

Akhirnya, pertandingan final yang begitu panas, yang terjadi antara SMA 1 dan SMA Kartini dimenangkan oleh SMA 1 dengan skor 6-5. Para pemain akhirnya menuju sisi lapangan, beberapa penonton sudah ada yang meninggalkan tempat, ada pula yang menunggu sampai pembagian hadiah.

“Dah sana samperin, good luck!” ujar Seruni memberikan semangat pada Ayana membuat gadis itu tersenyum.

Sesampainya di lapangan, Ayana berjalan dengan sedikit ragu ke arah gerombolan para pemain basket. Beberapa ada yang menyadari kehadiran Ayana, termasuk Axel yang menyenggol lengan Matteo, memberikan kode sahabatnya itu jika Ayana datang. Sedangkan Ayana yang sudah menemukan Matteo hanya diam terpaku pada satu titik.

Di sisi lain, Matteo memijat pelipisnya yang terasa pening. Untung saja pertandingan terasa cepat berlalu, dan Matteo masih bisa menangani pusing, juga tetap fokus. Jika tidak, mungkin mereka akan kalah dari SMA Kartini.

“Langsung ke UKS aja, Matt. Pucet banget muka lo.” Javar yang menyadari perubahan pada Matteo, segera menyuruh sahabatnya itu untuk segera istirahat ke UKS. Karena wajah Matteo benar-benar sudah pucat pasi.

“Bentar deh,” balas Matteo, menekan pangkal hidungnya.

Javar menghembuskan napasnya, menepuk bahu Matteo. “Kayaknya emang pacar lo nggak dateng, Matt,” kata bersuara lagi.

“Gue nggak nunggu Ayana,” katanya singkat.

“Alah nggak usah bohong. Lo juga sejak main curi-curi pandang ke arah kursi penonton,” ejek Jalar. “Nyariin Ayana, kan, lo?”

“Ck, apaan sih lo,” decak Matteo kesal membuat Jalar tertawa senang.

Matteo menghembuskan napasnya berat, sepertinya menunggu Ayana datang adalah hal yang sia-sia, karena gadis itu tidak akan datang sekalipun dipaksa. Ayana adalah gadis dengan pendirian yang kuat. Jadi, tidak akan mudah goyah.

MATTEO ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang