15. Pamungkas vs Kim Jongdae

170 26 0
                                    

HAPPY READING

•••••

"Suittt ... suittt ...." Jalar bersiul, saat ada gerombolan para gadis-gadis cantik yang sedang berjoget untuk membuat salah satu konten yang sedang ramai di aplikasi toktik.

"Anjay, yang belakang sedep-sedep bahenol," gumam Jalar berdecak. Javar dengan kasar mengusap wajah saudara kembarnya itu, membuat Jalar mendelik kesal.

"Tobat lo tobat," gumam Javar dengan sinis.

"Bacot lo," sewot Jalar kesal. Lalu mengadu pada Matteo. "Matt, temen lo nih, ah."

"Temen gue tapi kembaran lo," balas Matteo dengan ringan membuat semuanya tertawa.

Jalar bergidik, menampilkan raut wajah ingin muntah. “Ih ogah banget gue punya kembaran kayak dia,” gerutunya.

Javar memutar bola matanya, “Lah siapa juga yang mau punya kembaran kayak lo.”

Jalar bersiap akan memukul Javar yang menurutnya sangat menjengkelkan tapi Matteo melerainya terlebih dulu. “Udah-udah, nggak usah kemusuhan terus. Tar kalo jauhan aja kangen.”

Mendengar kalimat Matteo, membuat keduanya bergidik ngeri. Matteo hanya menggelengkan kepalanya saja, geli.

"Si Axel tumben sih akhir-akhir ini jarang ikutan nongkrong," kata Malvin mulai membuka bahan diskusi. "Di sekolah juga gitu, lebih banyak diem."

"Nah bener, gue juga dari kemarin mikir kayak ada yang aneh, janggal aja di hati. Ternyata ini," kata Jalar menyambung, terlihat mulai serius dengan topik yang sedang diperbincangkan.

"Kayaknya kalo masalah keluarga nggak mungkin sih." Javar memberi pendapat, "Soalnya Tante Dania sama Om Danar tuh termasuknya harmonis."

"Ada sesuatu yang Axel sembunyiin dari kita." Matteo bersuara begitu lama diam dan mendengarkan para sahabatnya. "Dan gue nebak bukan masalah keluarga sih."

"Karena kalian tau sendiri, Axel kalo ada apa-apa pasti cerita. Ini pasti masalah serius banget," lanjut Matteo yang diangguki setuju para sahabatnya.

"Ntar coba deh gue mampir ke rumahnya," kata Malvin.

"Nah, lo sama dia, kan, tetanggaan tuh."

Saat ini, mereka sedang nongkrong. Sudah lama mereka tidak berkumpul bersama. Sesekali diisi percakapaan dan candaan ringan.

"Eh Matt, ini tiketnya." Jalar mengeluarkan dua tiket konser, dan memberikannya pada Matteo.

Matteo menerimanya, "Oh iya. Berapa, Lar?"

Jalar dengan cepat menggeleng, tersenyum. "Nggak usah, Matt. Gratis buat lo."

"Heh jangan gitu. Ini mahal, anjir," kata Matteo memprotes.

Javar menepuk bahu Jalar, sembari menatap Matteo. "Santai aja, Matt. Jalar duitnya banyak, nggak usah sungkan," kekehnya.

"Nggak ... nggak mau. Cepet sebutin, ini harga tiketnya berapa?" tanya Matteo memaksa.

"Ck, anggep aja itu kado dari gue buat kalian berdua. Lagian ini konser pertama lo sama Ayana, kan?" tanya Jalar membuat Matteo mengangguk. "Nah, yaudah ambil aja. Lagian, lo juga sering nraktir gue sama temen-temen," lanjutnya yang diangguki setuju oleh Javar dan Malvin.

"Nah, bener kata Jalar. Udah terima aja, nggak usah sungkan. Kayak sama siapa aja," sambung Malvin terkekeh.

"Oke, makasih, bro." Matteo tersenyum menatap Jalar membuat sahabatnya itu bergidik ngeri.

MATTEO ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang