11. Ayana Marah

235 28 0
                                    

HAPPY READING

•••••

Berita tentang keributan yang terjadi antara SMA 1 dan SMA Kartini, menyebar begitu cepat. Ayana, begitu mendengar beritanya, hadis itu tanpa berpikir panjang langsung berjalan cepat menuju kelas Matteo. Wajah Ayana terlihat memerah menahan tangis. Ayana benci hanya dengan mendengar kata tawuran. Apalagi, Matteo ikut andil di dalamnya.

“Matteo mana?” tanya Ayana begitu sampai di depan kelas laki-laki itu.

Para teman-teman Matteo yang tau kehadiran Ayana langsung menggeleng, salah satu di antara mereka, menjawab pertanyaan gadis itu. “Belom dateng dia, Na. Kenapa?” tanya Riko.

“Oh, nggak papa. Gue tunggu aja.”

“Tunggu di dalem juga nggak papa, Na. Sini.” Gadis dengan pakaian seragamnya yang terlihat membentuk tubuhnya itu berkata dengan ramah.

Ayana tersenyum, menggeleng. “Nggak usah, Han. Makasih,” tolaknya dengan lembut.

“Nah itu si Matteo!” seru Riko membuat Ayana sontak menoleh. Dan benar saja, Matteo berjalan santai dengan para sahabatnya.

Begitu Matteo berdiri tepat di depan Ayana, laki-laki itu tersenyum. “Tumben ke kelas, ada apa, Ay?”

Ayana diam, tidak menjawab. Menatap Matteo dengan datar. 

“Kok diem,” lanjut Matteo. “Ada masalah, Ay?”

“Hawa-hawanya bakal ada yang mau berantem nih.” Jalar berseru, membuat suasana yang sudah terlihat menegang, semakin tegang saja. Matteo melirik dengan galak.

“Diem lo,” gumamnya dengan sewot.

“Udah masuk aja gais,” seru Malvin menyuruh para teman-temannya untuk masuk kelas. Membiarkan Ayana dan Matteo berada di depan kelas, untuk menyelesaikan masalah mereka.

“Tapi gue pengen liat, Vin.” Jalar masih berdiri di depan pintu, membuat mau tidak mau Axel dan Javar menarik paksa laki-laki itu.

Matteo menarik pergelangan tangan Ayana, membawa gadis itu ke gazebo yang ada di depan kelas laki-laki itu. Lalu mendudukkan tubuh Ayana di sebuah bangku, Matteo berjongkok tepat di depan Ayana sembari meraih kedua tangan gadis itu, mengusapnya pelan. “Kenapa, hm?” tanyanya dengan lembut.

Ayana yang sejak tadi menahan agar tidak menangis, di detik itu juga air matanya terjatuh. Matteo yang melihat itu, terkejut. Dengan cepat tangannya terulur untuk mengusap pipi Ayana yang basah. “Kok nangis, kenapa? Cerita sama gue, Ay.”

“Lo. Kok tawuran, sih.” Ayana menjawab dengan suara bergetar.

“Oh kemarin. Iya, si Angkasa dari SMA Kartini nyari gara-gara dulu, mereka keroyokan mukulin si Kevin. Lo pasti, tau, kan?”

“Gue tau. Tapi, gue cuma nggak suka liat lo ikut tawuran.”

“Kalo itu gue nggak bisa janji, Ay.” Matteo berkata jujur, karena memang seperti itu kenyataannya. Bagi Matteo, balap liar, tawuran sudah seperti kesenangannya. Karena dengan itu, Matteo melampiaskan kemarahannya. “Tapi gue bisa janji, kalo gue nggak akan kenapa-napa,” lanjut Matteo saat melihat sorot Ayana yang kecewa dengan jawabannya.

Ayana diam. Seakan masa lalu kembali menghantuinya.

Tanpa banyak bicara, Ayana berdiri––beranjak dari tempatnya. “Ay, lo marah?” Matteo menarik pergelangan tangan Ayana, menahan gadis itu pelan.

Mereka berdiri, berhadapan dengan Matteo yang menghalangi jalan Ayana. “Jujur, gue emang nggak bisa kalo berhenti buat tawuran atau balap liar. Tapi, gue janji akan hati-hati dan nggak akan kenapa-napa,” ulang Matteo dengan suara rendahnya.

MATTEO ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang