DP • 13

3.9K 441 5
                                    

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Shasa menunduk, menatap kosong ke arah sepatunya. Kedua tangannya penuh kantong belanjaan, sesekali ia mengembuskan napas pelan karena jemputannya yang tak kunjung datang. Dadanya masih terasa sesak karena ucapan Indira tapi ia tidak menyalahkannya, jika tahu tak mungkin juga Indira sengaja bertanya.

Suara klakson mobil Deon membuyarkan lamunan Shasa. Baru dua langkah, suara Indira kembali menginterupsi yang membuat Shasa kembali menoleh.

“Tante nggak tahu kenapa kamu tiba-tiba jadi diam tapi kalau ucapan Tante ada yang salah, maafin Tante ya.”

Suara lembut Indira sangat menenangkan, entah kenapa. Ia bicara dengan hati-hati, takut akan menyinggung Shasa lagi. Shasa langsung mengulas senyum manis, merutuk dalam hati atas sikapnya yang ia pikir tak sopan di depan Tante Dira yang baru ia temui tadi.

“Aku juga minta maaf Tante, tadi aku tiba-tiba mikirin hal lain. Maaf juga kalo Tante ngerasa nggak enak.”

Deon kembali menekan klaksonnya.

“Aku pergi ya, Tante.” Shasa mengulas senyum lebar, mau melambaikan tangan ia tidak bisa karena menenteng belanjaan.

Shasa masuk dan meletakkan kantong belanjaannya lalu melayangkan tatapan tajam pada Deon yang sedang memperhatikannya lewat rear-vision mirror.

“Siapa itu?”

“Manusia.”

Keputusan yang tepat bagi Deon untuk tidak bertanya pada Shasa yang sepertinya dalam keadaan bad mood. Melihat dari tatapannya saja Deon bisa menyimpulkan kalau Shasa sedang kesal. Maka Ares lah yang kena semprot.

Deon menyunggingkan senyum dalam diam, melihat bagaimana sikap Shasa yang sangat mirip dengan Oliv ketika dalam keadaan bad mood mengingatkan Deon saat ia masih kuliah. Jika Oliv bad mood, maka Deon bisa disemprot dengan rentetan kalimat padahal sosok asli Oliv tidak seperti itu. Oliv orangnya pendiam seperti Shasa, tidak banyak tingkah untuk mencari perhatian orang lain.

“Perempuan yang tadi itu, bener guru kamu?” Deon bertanya.

“Iya.”

“Masih muda, ya. Apalagi temannya itu.”

“Makanya tadi aku tanya, dia udah nikah apa belum. Mau ngenalin dia sama papa.” Ares berseru tanpa mengalihkan perhatian dari ponselnya, sedang bermain game keluaran terbaru oleh perusahaan papanya. Ceritanya mau jadi anak yang berbakti, toh penghasilan dari game itu juga buat uang jajannya sehari-sehari.

Shasa yang tadinya memejamkan mata langsung membuka matanya ketika mendengar ucapan Ares. Penasaran dengan ucapan adiknya, ia langsung menyentuh bahu Ares tanpa bersuara. Jika sudah begini, Ares tahu kalau kakaknya tertarik dengan apa yang dibicarakannya barusan.

“Apa rencana kita akan berhasil?”

“Nggak tahu.” Ares mengedikkan bahu. Sejenak, Ares merasa tindakannya sudah membuat gurunya merasa aneh akan pertanyaan yang dia tanyakan. “Tapi Om, gimana kalo Bu Tessa mikir aku aneh? Gimana kalo Bu Tessa mikir pertanyaanku itu lancang?” Ares meletakkan ponselnya di atas dashboard mobil dan menatap Deon serius.

“Nggak tahu dan Om nggak bisa bantu kalo dia marah nantinya,” jawaban Deon tidak membantu. Ares memutar bola mata malas dan kembali bermain dengan ponselnya. “Tapi, kan, kamu nanya sama temennya, bukan sama gurumu itu. Harusnya nggak ada yang terjadi.”

Yah, jika diingat-ingat, Ares pantas merutuk dalam hati akan tindakannya. Saat ia dan Deon mampir di sebuah Restoran untuk makan siang, ia bertemu dengan Bu Tessa yang mengajar bahasa indonesia di kelasnya.

DEAR PAPA [JAEROSE ft. JAEMIN, KARINA✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang