DP • 11

4.1K 490 2
                                    

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Sepanjang perjalanan, Ares sibuk menatap gedung-gedung yang sepertinya baru karena ketika meninggalkan Indonesia gedung-gedung itu belum ada. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, Ares akhirnya sampai di depan sebuah rumah mewah dengan gerbang berwarna hitam yang menjulang. Tangan Ares dengan bebas memencet bel, tak sampai satu menit gerbang itu terbuka otomatis. Ares melangkah masuk dan langsung disuguhi dengan hamparan rumput hias yang sangat terurus. Setelah sampai depan pintu utama, Ares sempat mendongak, melihat betapa besarnya rumah Jevin. Rumah mewah dua lantai yang ditinggali Jevin bersama ayahnya.

Tak lama, Jevin membuka pintu dan mengajak Ares masuk. Saat ini, pikiran Ares dipenuhi dengan pertanyaan yang sempat terlintas di otaknya waktu mereka makan pop mie di mini market tempo hari.

“Kenapa ibunya Jevin bilang kangen padahal Jevin akan pulang. Mereka pasti ketemu, kan?”

Tapi pertanyaan itu tak sempat ia tanyakan.

“Lama!” sahut Herry yang sibuk memeluk snack berukuran jumbo milik Jevin di ruang tengah. “Lo nggak tersesat, kan?”

Ares beranjak duduk di atas sofa sedangkan Herry memilih selonjoran di atas karpet mahal Jevin. “Shasa terlalu lama berdoa.”

Jevin datang membawa dua botol besar coca cola serta gelas dan juga tambahan snack. Selagi Jevin menyiapkan peralatan gamenya, Herry masih sibuk mengunyah sedangkan mata Ares menelisik ke sana ke mari, melihat betapa mewahnya rumah Jevin. Ada satu bingkai foto yang terpajang di ruang tengah yaitu foto Jevin bersama ayahnya tapi tidak ada ibunya. Bingkai foto kecil yang ada di atas meja televisi pun hanya berisi foto Jevin dan ayahnya.

Tindakan Ares itu mengalihkan perhatian Herry. Ketika Jevin masih sibuk menyiapkan peralatan game, Herry menyenggol kaki Ares dan memberinya sinyal agar membuka ponsel. Ares mengangkat alis bingung tapi tangannya bergerak untuk membuka ponsel yang ternyata ada sebuah pesan masuk dari Herry.

Jevin tinggal berdua sama ayahnya. Orang tuanya Jevin udah cerai. Gue tahu apa yang ada dipikiran lo karena sejak tadi lo sibuk perhatiin bingkai foto yang ada di dinding dan di atas meja.

Setelah membaca pesan Herry, Ares mengangguk mengerti. Apa semua orang punya kemampuan untuk membaca pikiran? Pikir Ares karena Herry bisa langsung menebak isi pikirannya.

“Oy, Jevino. Kenapa lama?” sahut Ares yang akhirnya ikut selonjoran bersama Herry di atas karpet seraya membuka tutup botol cola. “Lo bisa nggak? Kalo nggak bisa biar gue, bilang aja.”

“Udah.” Jevin selesai setelah semuanya di setting.

Suara stick playstation, suara game dan suara teriakan mereka beradu menjadi satu dalam ruangan itu. Herry berkali-kali mengumpat ketika Jevin dan Ares mengalahkannya. Ares merasa senang hari ini karena bisa tertawa lepas bersama Jevin dan Herry. Waktu di Inggris, ia dan teman-temannya lebih sering hang out ke cafe-cafe atau menonton pertandingan bola. Jarang mereka kumpul bersama di rumah seperti ini.

“Gue tinggal sama ayah, orang tua gue udah cerai sejak gue masih bayi.” Jevin tiba-tiba bersuara ketika mereka fokus bermain. Sontak Ares dan Herry menatap Jevin dan menghentikan permainannya. “Dari tadi lo terus perhatiin bingkai foto yang ada di dinding jadi sekarang gue ngasih tahu yang sebenarnya kenapa di foto itu nggak ada ibu.”

Oh sial. Ternyata diam-diam Jevin menyadari tingkah Ares. “Walaupun hidup mewah kayak gini tapi gue masih ngerasa kurang karena nggak ada sosok ibu yang menemani keseharian gue di rumah.”

DEAR PAPA [JAEROSE ft. JAEMIN, KARINA✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang