DP • 23

3.2K 405 7
                                    

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Jevin rela bangun pagi-pagi sekali hanya untuk menunggu ayahnya. Sudah satu minggu ayahnya selalu berangkat pagi ke rumah sakit lalu meninggalkan note di pintu kulkas. Kali ini, Jevin ingin mengatakan sesuatu. Benar saja, Max keluar dari kamarnya yang langsung disambut Jevin di ruang tengah dengan seragam yang sudah rapi. Max mengerenyitkan alis bingung, tumben sekali anaknya bangun sepagi ini padahal note sudah siap dan mau ia tempel.

“Tumben bangun pagi.” Max berjalan mendekat lalu duduk di depan Jevin sambil menyelipkan note itu ke dalam saku jasnya.

“Aku mau tinggal sama ibu.” Jevin menyuarakan isi hatinya. Walaupun ibunya hanya tinggal di apartemen kecil tapi perempuan itu pasti bisa mengurusnya dengan baik.

Tak jauh beda dengan Shasa dan Ares, Jevin pun sebenarnya merasa ayahnya terlalu sibuk sehingga tidak pernah memperhatikannya. Berangkat pagi dan pulang larut malam. Oke, Maxime adalah direktur rumah sakit tapi tetap saja setidaknya ia harus meluangkan waktu untuk Jevin. Bahkan di hari minggu kadang Jevin sendiri di rumah kalau Herry dan Mark tidak bisa hang out.

Max mengangkat alis bingung dengan ucapan Jevin yang tiba-tiba. “Kenapa?”

“Nggak ada. Pengen tinggal sama ibu aja.” Jevin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Padahal ia mau bicara sejujurnya tapi tidak jadi, masih merasa takut untuk menyuarakan isi hatinya. “Tapi kalo Ayah nggak ngizinin ya nggak apa-apa.”

“Seminggu aja, nginap. Soalnya Ayah juga mau ke luar kota hari senin besok. Oh ya, uang sumbangan sama uang buat camping itu gimana? Kamu bilang ibu kamu yang datang terus hasilnya gimana?” tanya Max.

“Kayaknya ibu udah transfer deh.” Jevin menunduk untuk memakai sepatunya.

“Kenapa nggak ngasih tau Ayah? Emangnya ibu kamu ada uang. Maksud Ayah, ini tugas Ayah untuk biayain semua kebutuhan kamu. Biar ibu kamu uangnya dia simpan aja.” Max meraih kunci mobilnya dan bersiap.

Kelihatannya memang Max tidak peduli dengan Indira tapi pada kenyataannya ia masih berusaha untuk rujuk dengan perempuan itu, salah satu caranya adalah membujuk kedua orang tuanya. Meyakinkan bahwa Indira adalah orang yang benar-benar tepat untuknya tapi pria paruh baya itu masih belum merestui hanya karena satu alasan yaitu Indira bukan dari keluarga yang berada.

Max kadang masih suka mengirim pesan pada Indira, menanyakan kabar mantan istrinya tapi Jevin tidak tahu itu. Di mata Jevin, Max adalah sosok laki-laki dingin yang tidak begitu mempedulikan ibunya tapi jauh dibalik wajah dinginnya, Max masih berusaha mencari cara agar kedua orang tuanya mau menerima Indira.

“Ayah, kalo misalnya ibu nikah lagi. Ayah rela?” pertanyaan dari Jevin membuyarkan lamunan Max, untung saja sebelum ia hilang fokus karena sedang menyetir saat ini.

“Gimana bahagianya ibumu aja.” Max mengulas senyum tipis tapi ada bagian dari dirinya yang sedikit berdenyut yaitu hati.

“Aku harap suatu hari nanti kalian bisa rujuk. Tapi kayaknya nggak mungkin selama kakek sama nenek masih hidup.”

“Terus kamu mau kakek nenekmu cepat mati gitu?” Max agak ngegas.

“Nggak gitu, Ayah. Maksud aku kayaknya sampai kapanpun kakek nggak akan nerima ibu jadi menantunya. Padahal aku pengen kalian rujuk, pengen kayak anak-anak yang lain yang hidup lengkap sama orang tua mereka.”

Max memilih diam dengan alasan ia harus fokus menyetir padahal ucapan Jevin membuat hatinya semakin tertohok. Selama ini, Jevin selalu diam perihal hubungan rumah tangganya dengan Indira, malahan Max kaget karena ini baru pertama kalinya Jevin bilang begitu.

DEAR PAPA [JAEROSE ft. JAEMIN, KARINA✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang