DP • 02

8.8K 783 7
                                    

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Di belahan dunia lain tepatnya di London, Inggris. Jef menatap kosong ke arah bingkai foto yang terpajang di meja kerjanya. Dalam bingkai itu, terdapat seorang perempuan yang mengenakan dress selutut berwarna merah maroon. Tampak cantik bersama rambut sebahunya yang digerai dan tas selempang berwarna hitam, hadiah dari Jef.

“Bukannya seorang anak lebih sayang mama dari pada papanya?”

Jef mulai bergumam sendiri. Berbicara pada benda mati itu dengan mata yang mulai berair. Tahu pertanyaannya tidak akan pernah terjawab tapi ia masih saja sering mengajak sosok di bingkai itu bicara.

“Tapi kenapa mereka benci sama kamu? Udah aku bilang berkali-kali supaya mereka nggak benci sama kamu tapi tetap aja mereka nggak dengerin. Awalnya mereka terpukul saat tahu kalo kamu pergi tapi sekarang mereka berubah benci.”

Satu tetes air mata mulai turun di wajah tampannya. Diiringi helaan napas berat dan genggaman tangan yang kuat. Bibirnya mulai bergetar menahan tangis.

“Maafin aku karena nggak becus ngedidik mereka jadi anak yang baik-baik. Tapi asal kamu tahu, aku sayang sama mereka. Aku ngirim mereka ke Indonesia karena aku mau mereka selalu ingat kamu walaupun kenyataannya kamu tumbuh besar di sini tapi sekarang kamu ada di Indonesia, kan? Dan kamu akan selalu ada di sana.”

Suara laki-laki itu perlahan mengecil, air mata yang sudah terbendung di pelupuk matanya mengalir dengan sempurna. Sudah tak bisa ditahan.

“Aku juga sengaja ngewarnain tembok rumah dan juga kamar mereka dengan warna ungu pastel kayak warna favoritmu. Semua perabot rumah tangga yang dulu kamu mau masih tersimpan rapi dan aku taruh di rumah itu.”

Jef mengusap pelan air matanya saat mendengar suara ketukan pintu. Matanya melirik jam yang bertengger di tangan kirinya, sudah waktunya untuk rapat. Setelah meraih beberapa tisu, ia membersihkan sisa air mata di wajahnya.

*

“Makannya nanti aja di sekolah, gue males buat sarapan.” Ares meraih tas ransel warna hitamnya yang berada di sofa. Lalu tangannya meraih satu cup coffee yang ada di meja dapur.

“Males buat makanan tapi coffee udah siap di atas meja? Hah!” Shasa merotasikan bola matanya seraya menatap sinis ke arah Ares yang tidak peduli dengan seruannya. “Uang udah lo bawa? Maksud gue yang receh buat naik bus.”

Ares mengangguk dan berjalan keluar, sesekali menghirup udara pagi dan menatap kosong ke langit. Kemudian berbalik dan menatap cat tembok berwarna ungu pastel itu. Ia menghela napas berat, tangannya menggenggam erat cup coffee itu.

“Kita sayang mama tapi kita minta maaf, kita ngelakuin itu semua juga karena papa.” Ares membatin.

“Pagi-pagi udah kangen.” Shasa mencibir. “Let’s go! Nanti lo nggak fokus sekolah kalo mikirin mama.”

Ares tersentak kaget. “Gimana lo tahu kalo gue mikirin mama, lo cenayang? Apa itu kerjaan baru lo? Jujur, sejak kapan lo bisa baca pikiran?” Ares mencerca Shasa dengan banyak pertanyaan sambil mengekorinya untuk keluar dari rumah.

“Raut wajah lo yang bilang.”

“Haha.”

“OH!”

Shasa terkejut ketika membuka pagar rumahnya, ia mendapati Om Yuda sudah berdiri di depannya. Shasa yang tiba-tiba berhenti membuat Ares menabrak tubuhnya, untung saja coffee itu tidak tumpah dan mengenai seragam warna putih Shasa.

DEAR PAPA [JAEROSE ft. JAEMIN, KARINA✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang