32. What a Beautiful Morning

1K 169 23
                                    

Jongho termenung, "... Bagaimana denganmu? Apakah menjadi Hunter merupakan hal yang Kakak sukai?" ia justru bertanya.

Yeosang merilekskan tubuhnya dan menjadikan kedua tangannya sebagai sandaran kepala, "Aku sudah mempelajari beberapa senjata sejak kecil dari Ibuku. Menjadi Hunter hanyalah untuk menyalurkan bakat dan jasa. Tapi, aku masih melakukan hal yang aku sukai melalui pekerjaanku yang lain."

"Nah, anggap saja jawabanku sama dengan jawaban Kakak. Menjadi pengganti sementara hanyalah untuk menyalurkan bakat dan jasa. In fact, aku masih bisa melakukan beberapa hal yang aku suka."

"Contohnya?"

"Kakak ingin tahu?" tanya Jongho, kepalanya ia tolehkan ke arah Yeosang.

"Kalau kau tak mau memberitahu pun tak apa," ucap Yeosang kemudian mengubah posisinya menjadi berbaring miring menghadap Jongho. Kedua tangannya kini ia lipat, "Aku tinggal menunggu waktunya kau mau mengatakannya padaku."

Jongho menatap Yeosang sebentar, berpikir tentang bagaimana obrolan antara dirinya dan temannya yang lain yang tak pernah semulus ini. Tak berniat mengubah posisinya, ia kembali menatap langit-langit kamar.

"Aku suka bernyanyi. Sewaktu aku masih kecil, Bunda selalu menyanyikan sebuah lagu untukku. Suaranya merdu sekali dan aku selalu menyukainya. Bunda pernah bermimpi menjadi seorang penyanyi, tapi setelah bertemu Ayah, menikah dengannya, dan melahirkan Kakak lalu aku, Bunda merelakan mimpinya. Bunda juga yang awalnya mengajariku bagaimana caranya bernyanyi, dan aku... Ingin mewujudkan mimpinya. Tinggal menunggu sebentar lagi, maka aku bisa mencoba untuk menjadi seorang penyanyi, kan' Kak?"

"Hm. Tentu saja." ucap Yeosang seraya mengangguk dan tersenyum, "Hanya sebentar lagi, kau bisa melakukannya."

'Hanya sebentar lagi, kau bisa bebas...'

"Aku memang belum pernah mendengarmu bernyanyi, tetapi entah kenapa aku pikir suaramu pasti merdu. Nyanyikanlah sesuatu padaku jika ada kesempatan. Suatu saat nanti kau bisa melakukannya, mewujudkan mimpi bundamu maksudku. Dan aku juga akan mendukungmu. Mulai saat ini, aku akan di sampingmu. Asalkan, kau jangan menyerah. Ya?" lanjut Yeosang.

Tak ada jawaban.

"Jongho?"

Masih tak ada jawaban.

Yeosang mendekatkan wajahnya pada Jongho dan nafas stabil dan halus bisa ia dengar darinya.

"Ah... Dia benar-benar tertidur, padahal sudah kuberitahu kalau ini sudah sore," Yeosang menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia pun menutupi tubuhnya dan Jongho dengan selimut, lalu ikut berbaring bersama pria yang lebih muda darinya itu dengan nyaman.

"Sleep tight, and... sweet dreams."

.

.

.

Wooyoung menutup pintu kamar timnya dengan perlahan. Kepalanya menunduk menghadap pintu. Sebagian besar diakibatkan rasa lelah dan putus asa. Ia belum lama ini berbicara dengan seseorang. Sulit bagi dirinya dan orang itu untuk berbicara baik-baik. Mereka berdua sama-sama keras kepala.

Ia menatap Yeosang dan Jongho yang masih terlelap nyenyak dengan sedikit iri, "Aku tak tahu harus memilih yang mana. Melindungimu atau berpihak padanya. Kalian sama pentingnya bagiku, dan aku tahu Jongho adalah orang yang penting bagi dirimu. Tapi... Bila aku tak ingin tersesat, jalan mana yang harus aku pilih?"

.

.

.

"Rise and shine, young men. Waktu hibernasi sudah habis. Bangun. Hei. Banguuuuuuun," Hoseok setengah berteriak kepada dua makhluk yang masih tertidur nyenyak dalam satu kasur dan dalam satu selimut itu. Ia bahkan sedikit menendang-nendang paha Jongho agar orang itu terganggu.

°•'~Mate [YeoJong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang