Married (9)

21.5K 1.5K 167
                                    

Part berbahaya!!

*****

"Kapan nih kalian mau kasih mama sama papa cucu? Kalian menikah udah hampir setahun lho,"

Ukhuk... Ukhuk... Ukhuk...

Nana tersedak lalu terbatuk mendengar pertanyaan mama yang tiba-tiba.

Melihat Nana terbatuk dengan cepat Jeno meraih air putih lalu menyodorkannya pada Nana.

Saat ini Nana juga Jeno sedang menikmati makan malam di rumah orangtua Nana setelah melewati drama kesalahpahaman Nana tadi siang.

Ketika keduanya berpamitan pada mama Winwin, beliau mencegah dan menawarkan untuk makan malam bersama terlebih dahulu. Lagipula sudah lama mama Winwin tidak menikmati makan malam bersama anak dan menantunya.

Kebetulan papa Yuta pulang lebih awal sehingga beliau bisa ikut serta makan malam bersama istri, anak juga menantunya.

Jeno dan Nana saling bertukar pandangan. Mereka bingung harus menjawab apa. Jangankan memberikan cucu, melakukan proses pembuatan anakpun mereka sama sekali belum pernah melakukannya.

Kedua orangtua mereka sama sekali tidak tahu bagaimana sebenarnya hubungan antara Jeno dan juga Nana. Di depan para orangtua keduanya memang berakting layaknya pasangan suami istri pada umumnya meskipun tidak terlalu menunjukkan keromantisan keduanya. Tetapi, Jeno sering kali menggandeng tangan Nana atau merangkul bahunya seolah hubungan keduanya terjalin dengan baik. Kerap kali Jeno memanggil Nana dengan panggilan sayang begitu juga sebaliknya.

Jeno dan Nana begitu apik memainkan perannya selama di luar rumah. Namun lain halnya ketika sudah berada di dalam rumah. Keduanya seperti dua orang asing yang hidup dalam satu atap.

Apalagi Nana, dia seolah membangun dinding besar nan kokoh tak kasat mata. Meskipun tatkala Jeno berusaha membangun komunikasi diantara mereka namun selalu gagal karena Nana selalu menghindar.

Nana seolah melupakan posisi juga kewajibannya sebagai seorang istri yang seharusnya berlaku baik pada Jeno yang notabenenya adalah suaminya. Nana terlalu larut dalam kekecewaan dan masa lalunya. Dan melampiaskan semua kekecewaannya terhadap Mark pada Jeno.

Jeno tahu dan sadar diri, posisi Mark di hati istrinya tidak akan pernah bisa ia gantikan sekuat apapun ia berusaha. Ia berpikir, apakah sebesar itu cinta Nana untuk Mark walaupun pria itu sudah meninggalkannya dan meninggalkan luka di hatinya.

Namun, ia selalu meyakini dalam hatinya. Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. Laksana batu yang keras perlahan akan terkikis oleh tetesan-tetesan air. Kekerasan hati yang beku akan mencair oleh ketulusan hati dan cinta.

Maka dari itu, Jeno selalu berusaha walaupun harus membutuhkan waktu yang lama untuk membuat Nana melihat kearahnya.

"Makannya pelan-pelan, sayang," Jeno membantu Nana dengan mengusap punggungnya.

Nana menghembuskan nafasnya ketika merasa lebih baik pada tenggorokannya.

"Makasih, bang," Ucap Nana meletakkan kembali gelasnya yang tinggal setengah.

"Hati-hati, Na." Kata mama mengingatkan.

"Untuk saat ini kami berdua belum memikirkan ingin segera memiliki anak, mah, pah. Lagipula Nana masih sibuk dengan tugasnya di rumah sakit, begitu juga aku. Sebelumnya aku dan Nana sudah membicarakan masalah ini dan kami sepakat untuk tidak buru-buru memiliki anak," Jelas Jeno menyelamatkan istrinya yang sepertinya kebingungan menjawab tanya mertuanya.

Dan tentu saja apa yang di katakan Jeno adalah sebuah kebohongan belaka. Karena sesungguhnya, selama ini dia dan Nana sama sekali tidak pernah membicarakan perihal memiliki anak.

Married ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang