Married (23)

13.7K 1.1K 92
                                    

Jeno memasuki ruang rawat Nana dengan masih mengenakan pakaian kantornya. Ia baru saja pulang dari kantor Setelah beberapa hari tidak ke kantor karena menemani Nana. Sudah terhitung seminggu Nana tak kunjung membuka matanya. Mata indah itu masih setia tertutup dengan damainya dan belum ada tanda-tanda akan terbuka. Selama itu pula Jeno tak beranjak dari sana. Dan hari ini terpaksa Jeno meninggalkan Nana karena ada urusan kantor yang harus dirinya yang menangani.

Padahal, baik orangtuanya maupun orangtua Nana selalu datang bergantian untuk menjaga Nana. Dan menyuruh Jeno pulang untuk beristirahat sejenak dan merapikan dirinya. Tapi, Jeno tetaplah Jeno. Dia selalu menolak dan bersikukuh ingin tetap berada di samping Nana. Ia ingin ketika istrinya sadar nanti, dialah orang pertama yang Nana lihat.

Jeno berjalan mendekati Nana, mencium keningnya yang di tutupi perban kemudian mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang tempat Nana berbaring. Ia meletakkan sebucket bunga mawar yang ia bawa ke atas nakas. Jeno memandang dalam Nana dalam diam. Kesedihan tercetak jelas di raut tampannya melihat orang yang sangat di cintainya tak kunjung membuka matanya.

"Hai, sayang. Aku baru pulang dari kantor nih, rasanya capek banget. Biasanya kalo aku baru pulang dari kantor, kamu selalu nyambut aku dengan senyum hangat kamu," Ucap Jeno namun tidak mendapatkan balasan dari Nana. Hanya ada keheningan dan suara alat detak jantung yang memenuhi ruangan itu.

Jeno menyentuh punggung tangan Nana yang tertancap alat infus. Menyatukan jemarinya dengan jemari sang istri tanpa bisa menggenggamnya.

"Kapan kamu bangun, sayang? Aku kangen banget sama kamu. Aku kangen senyum kamu, cerewetnya kamu dan manjanya kamu. Apa kamu nggak kangen sama aku, hm?" Jeno terus mengoceh meskipun sama sekali tidak mendapat balasan dari Nana.

"Aku janji, aku bakal mengabulkan apapun yang kamu minta. Tapi aku mohon, buka mata kamu, sayang. Aku kangen sama kamu," Ucapnya lagi dengan suara bergetar.

Matanya semakin memanas dan setitik air mata mengalir membasahi pipinya yang kini mulai di tumbuhi bulu-bulu halus karena jeno sudah tidak lagi merawat dirinya. Ia tidak perduli pada dirinya, yang ia perdulikan saat ini hanyalah Nana. Ia ingin istrinya segera membuka mata lalu menatapnya dengan hangatnya. Memberikan senyum yang selalu Jeno suka.

"Sayang, lihat nih. Sekarang bulu-bulu halus udah tumbuh di area wajah ganteng aku," Jeno terkekeh hambar, "Aku nggak mau bersihin sebelum kamu sadar, karena biasanya kamu, 'kan yang bantuin aku bersihin," Jeno menyusut air mata yang kembali membasahi wajah tampannya.

"Kamu tahu, Ibra selalu ngeledekin aku. Dia bilang aku kayak cowok-cowok orang India yang brewokan. Katanya  'cukur tuh kumis sama jenggot lo! Nana pasti bakalan kaget setelah sadar nanti dan liat penampilan lakinya yang kayak begitu.' Dia bilang kayak gitu, sayang. Padahal, aku keliatan lebih dewasa dengan penampilan aku kaya gini dan bertambah ke gantengannya. Iya, 'kan sayang? Kamu pasti suka dengan penampilan aku yang sekarang," Oceh Jeno lagi dan menirukan bagaimana ketika Ibra meledeknya.

Dia mengadu pada Nana, bercerita kalau Ibra selalu meledeknya karena penampilannya yang sekarang. Dan inilah yang selalu Jeno lakukan. Mengajak Nana berbicara walaupun tidak ada jawaban dari Nana. Karena hanya inilah yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan rasa rindunya pada sang istri.

Dokter yang menangani Nana pun menyarankan agar Nana selalu di ajak berbicara. Karena, walaupun pasien dalam keadaan tidak sadar dia tetap bisa mendengar apa yang kita ucapkan. Maka dari itu, tanpa rasa lelah Jeno selalu mengoceh apapun karena ia berharap istrinya segera sadar.

"Aku mohon, sayang, kamu bangun, ya? Aku kangen sama kamu,"

Jeno menunduk, menyembunyikan wajah di punggung tangan Nana. Ia menangis untuk melampiaskan rasa sesak yang ia rasakan.

Married ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang