Happy Reading!!!
Mata itu terbuka. Ayara meringis saat merasakan perih sekujur tubuhnya. Matanya mengedar, ia di Rumah Sakit sekarang. Di sini hanya terdapat anggota keluarganya. Di mana Arkan?!
Ia berusaha bangun dari tidurnya, keluarganya belum menyadari sedikitpun. Mereka tertidur pulas dengan sisa air mata yang terlihat sudah kering. Resty dan Lingga tidak ada di sini, mungkin istirahat di rumah.
"Shh."
Ia berusaha turun dari brankar. Baru menginjakkan satu kakinya, ia terjerembap begitu saja di lantai. Untung saja selang infus panjang, jadi tiang infus itu tidak ikut jatuh. Sakit sekali.
Suara bising yang di timbulkan membuat Adrian bangun dari tidurnya, ia terkejut saat melihat Ayara meringis di lantai.
Ia berlari mendekati Ayara, membopong gadis itu, meletakkannya di atas brankar.
"Shh."
"Arkan mana??" tanya Ayara dengan ringisan kecil.
"Ada, di ruang sebelah. Kepalanya baru berhenti keluar darah pagi tadi."
Ayara ingin menangis, tetapi rasa perih di wajah menghalanginya.
"Sekarang jam berapa?"
Adrian melihat jam di tangannya. "Sekarang jam 10.17 siang."
"Anterin Aya, kak," pintanya pelan.
Adrian mengangguk, meletakkan gadis itu di kursi roda. Mendorongnya menuju ke ruang inap Arkan.
Sejak masuk ke ruang inap Arkan, Ayara hanya memperhatikan kondisi Arkan. Kepala yang di perban, beberapa luka di wajah, dan tubuhnya. Bibirnya nampak pucat.
Ayara memegang tangan Arkan, walaupun sedikit susah. Ia mengusap tangan itu, berharap Arkan dapat merasakannya.
"Arkan, bangun yuk. Aku kangen tau...." Air mata itu meluruh begitu saja.
"Arkan hiks, ayo bangun."
Mereka sama-sama terbalut baju rumah sakit. Yang membedakan hanya luka yang di dapat masing-masing. Ayara tidak ada luka di kepala, hanya wajah dan tubuhnya saja. Itupun tidak semua.
Sedangkan Arkan, mengalami benturan keras di kepala. Darahnya baru berhenti keluar tadi pagi.
"Kita balik ke kamar inap kamu, ya? Kamu juga perlu istirahat."
Ayara mengangguk, mengecup tangan Arkan lama. Membiarkan Adrian mendorong kursi rodanya.
Adrian membuka pintu kamar inap Ayara perlahan, membuat Marvel, Christy, Altezza menghembuskan napas lega.
Adrian kembali membaringkan tubuh mungil itu di brankar, mengecup singkat kening Ayara, lalu duduk di sofa yang tak jauh dari brankar.
Marvel dan Christy berjalan mendekati Ayara.
"Aya, ada yang sakit?" tanya Marvel mengusap pelan rambut putrinya.
Ayara menggeleng pelan sembari tersenyum manis. "Cuma nyeri dikit."
"Al, panggil Dokter ya," suruh Christy menatap Altezza yang termenung.
Altezza mengangguk pelan, lalu berjalan keluar ruangan untuk memanggil dokter.
Tak lama Dokter datang bersama Altezza. Ia mulai memeriksa kondisi Ayara.
"Ada keluhan nggak? kepala pusing atau apa gitu?"
Ayara menggeleng. "Nggak ada, Dok."
Dokter mengangguk, memberikan sebuah saleb. "Ini di olesin ke luka-lukanya, ya. Tiap pagi sama Sore, biar cepat sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
AYARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU BARU BACA] Cerita ini terdapat adegan kekerasan, kata-kata kasar yang sewajarnya. Belum sempat revisi, jadi maaf jika kalian tidak nyaman saat membaca. ________________________ Tentang Ayara Nevalda, si gadis penyakitan yang mampu menda...