• 66 •

21.5K 1.4K 226
                                    

Hai-haii.

AYARA up lagi, chapter ini lumayan panjang yaa. Jangan bosen loh ya, entar aku marah🤬.

Happy Reading!!!

Ayara berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Sekarang ia sedang berjalan di koridor sekolah sendirian. Sepi, bagaimana tidak, bel berbunyi pukul 07.30 pagi, dan sekarang masih pukul 06.35.

Ayara tersenyum manis, berencana tidak akan memberitahu Arkan bahwa dirinya akan di operasi. Biarkan saja hal itu jadi kejutan untuk Arkan.

Entah sedang apa Arkan sekarang, mungkin masih tidur.

Ia memasuki kelasnya yang sepi. Ayara datang pagi-pagi hanya untuk menikmati sunyi saja. Menyembunyikan wajahnya dilipatan tangan, dan memejamkan mata. Tidak tidur, hanya ingin kesunyian.

Cukup lama dalam posisi seperti itu, hingga suara pintu terbuka membuat cewek itu mengangkat kepalanya.

"Wah, udah dateng aja lo!" seru Deeva berjalan menghampiri Ayara.

"Iyaa," balas Ayara cuek.

"Cuek banget, dahlah."

"Dih."

Deeva tersenyum manis, dan duduk dengan kasar.

Brak

Akibat tenaganya saat sedang kesal, kursi kayu itu patah begitu saja. Deeva meringis, mengusap bokongnya yang terasa ngilu.

"Bhahaha anjir, mampus," tawa Ayara, tak berniat membantu Deeva.

Ayara tertawa terbahak-bahak, menatap Deeva yang terus meringis. Ayara mengusap air matanya yang keluar karena tertawa.

"Pagi-pagi ngelawak lo anjir."

"GUE NGGAK NGELAWAK!! LO JUGAA, BUKANNYA NOLONGIN!!"

Ayara terkekeh pelan, mengulurkan tangannya untuk membantu Deeva. Bukannya menyambut uluran tangan Ayara, Deeva malah berdiri sendiri.

"Nggak perlu, telat lo," ucap Deeva ketus.

Dengan gerakan cepat Deeva mengganti kursinya yang sudah patah itu dengan kursi temannya, untung saja baru mereka berdua di kelas.

Ayara menggelengkan kepalanya. "Bener-bener dah."

Deeva hanya duduk diam, enggan menatap Ayara. Sepertinya cewek itu masih marah.

Ayara berdeham pelan. "Gue mau ngomong sesuatu, lo nggak mau tau?"

"Ngomong apa?"

"Kata Papa gue, empat belas hari lagi gue operasi."

Deeva tersenyum lebar, tangannya memegang bahu Ayara. "Gue seneng, setidaknya penyakit lo nggak makin parah," pekiknya tertahan.

"Thanks, lo udah mau jadiin gue sahabat lo."

"Nggak ada kata terima kasih." Deeva memeluk Ayara erat, mengusap punggung Ayara.

"Apa? Aya mau operasi?" tanya Zoya yang baru saja tiba bersama Zidan.

"Iya."

"Aaaa, gue seneng," pekik Zoya, mencubit pipi Ayara pelan.

Ayara terkekeh pelan, berkali-kali mengucapkan kata syukur.

"Jangan kasi tau Arkan, ya."

Deeva melepaskan pelukannya, menatap Ayara heran. "Kenapa?"

"Gue mau kasih surprise buat dia."

AYARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang