~Chapter 13 - Silent Before Storm~

102 15 1
                                    

Warning!

Cerita ini beralur maju mundur. Perhatikan tanda (***) sebagai alur mundur atau cerita masa lalu saat Mark dan Haechan masih kuliah.


















Happy Reading...









Menelisik apa yang terjadi, Ten menyadari bahwa semua hal berjalan di luar rencana dan jelas bertentangan dengan apa yang mereka inginkan. Pertemuan Mark dan Haechan di Hotel yang Johnny buat secara tiba-tiba tidak di sangka menimbulkan permasalahan baru.

Memang benar bahwa akhirnya Ten bisa bertemu dengan Haechan dan meyakinkan pria itu agar mau menjelaskan semuanya kepada Mark. Tapi di sisi lain, mereka tidak tahu bahwa ucapan Haechan hari itu akan membuat Mark mengibarkan bendera putih, pria itu menyerah.

Mungkin akhirnya mereka berdua memikirkan perasaan satu sama lain, mencoba menempatkan diri pada posisi masing-masing. Namun, untuk apa? Di saat satu orang melangkah maju, sau orang lainnya memundurkan diri. Kini harus Ten akui perasaan egois itu masih ada karena ia tetap berharap bahwa pada akhirnya Mark dan Haechan akan kembali bersama, dia tidak bisa menolak harapan terbesar itu.

"Telepon aku saat kau sudah sampai di hotel, Chanie."

Dan disinilah Ten, menatap kepergian Haechan di bandara untuk melakukan perjalanan kerja bersama Hyunjin. Ia mengantar mereka alih-alih Johnny karena pria tinggi itu memiliki pekerjaan yang lebih penting. Hah, seperti Ten tidak memiliki pekerjaan saja, bukan? Mereka benar-benar memperlakukan Haechan seperti anak kecil di usianya yang hampir menginjak tiga puluh tahun.

"Baiklah... Terimakasih, Hyung. Hati-hati di jalan, Hyung." Haechan melambai kecil dengan senyuman lebar sebelum berbalik dan berjalan menjauh bersama Hyunjin.

Setelah memastikan sosok itu tidak lagi terlihat, Ten berbalik dan berjalan lurus keluar bandara menuju tempat mobilnya terparkir. Masuk ke sana, dan dengan cepat mengendarai benda tersebut menuju suatu tempat.

Hanya membutuhkan waktu sekitar setelah setengah jam, dia akhirnya sampai di tempat tujuan. Masuk ke basement untuk memarkirkan mobil dan dengan segera menaiki lift. Tanpa membutuhkan tenaga lebih, Ten keluar dari lift dan pintu berwarna hitam menyapanya di ujung lorong. Sempat terdiam sebentar, akhirnya dia pun menekan rangkaian password dan pintu tersebut terbuka begitu saja.

"Ugh, dia benar-benar masih mencintai Haechan." Gumam Ten sambil menutup pintu. Dia pun dengan segera melepas sepatu.

"Permisi... Luke?" Ten memanggil, tanpa sadar berjalan menuju dapur (padahal dia tidak tahu letak setiap ruangan di dalam apartement tersebut) dan langsung menghela nafas ketika sosok yang ia panggil berada di sana, tengah sibuk membuat sesuatu.

"Kau memasak bubur?"

Tanpa menoleh, Lucas mengangguk kecil. "Begitulah, dan kau datang? Maaf, karena tidak menjemput mu. Duduklah dulu, Hyung."

Ten tidak menjawab. Alih-alih langsung duduk, dia membuka beberapa lemari penyimpanan kemudian mengambil peralatan makan saat menemukannya. "Apa Mark baik-baik saja?" dia bertanya sambil menata apa yang ia bawa untuk makan siang mereka, duduk dengan nyaman selama Lucas sibuk mengaduk bubur yang ia buat.

Dan ketika pria itu mematikan kompor, Ten hanya melirik sekilas Lucas yang duduk di hadapannya dengan membawa panci berisi bubur yang ia buat. "Demamnya belum juga turun." Terbesit ekspresi sedih pada wajah Lucas ketika pria itu mengucapkan kalimatnya.

"Semalam dia berkeringat deras dan suhu tubuhnya meningkat tajam, kupikir dia akan mati."

Ten tergelak dengan tawa ringan, menggeleng kecil atas kekhawatiran juniornya itu. "Kau sudah memanggil dokter kemari?"

For Your Life [MARKHYUCK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang