Warning!
Cerita ini beralur maju mundur. Perhatikan tanda (***) sebagai alur mundur atau cerita masa lalu saat Mark dan Haechan masih kuliah.
Happy Reading!
Haechan tertawa saat masuk ke dalam kamar mandi, namun langsung merosot ke bawah karena menyadari tindakan bodohnya beberapa detik lalu."Oh, astaga... Apa kau gila, Lee Haechan?" dia berjongkok di balik pintu dan mulai memukul bahkan menjambak rambutnya sendiri. Sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara terlampau keras hingga membuat Mark dapat mendengarnya.
Harus Haechan akui, respond an ekspresi yang Mark tunjukkan padanya memang sangat memuaskan dan membuat Haechan merasa senang luar biasa. Setidaknya, Mark masih menunjukkan ketertarikan pada tubuhnya dan- yaa... begitulah. Tanpa sadar, dia memerah karena memikirkan hal yang terlampau jauh.
Persetan dengan ide gila Johnny yang berhasil dan memberi efek pada Mark, kini Haechan hanya bisa terdiam dengan perasaan malu yang mampu menenggelamkan wajahnya dalam beberapa detik.
"Oh, Haechan-ah... Ini akan terasa aneh kalau kau yang lebih frustasi dibandingkan Mark sendiri. Tidak masalah, kau sudah bekerja keras." Entah apa maksud bekerja keras di sini, namun biarlah Haechan percaya pada pemikirannya sendiri.
Dia bahkan menepuk kepalanya yang mana membuat Haechan semakin terlihat konyol.
Setelah memantapkan diri saat berjongkok, Haechan pun akhirnya bangkit dan berjalan lebih dekat menuju cermin di dekat wastafel. Berdiri tegap di hadapan pantulannya, kemudian mengganti pakaian dengan cepat dan menggosok gigi(?). Merasa sudah siap, Haechan pun memukul kedua pipinya perlahan dan mengepalkan tangan setelahnya. Menyemangati diri sendiri sebelum akhirnya malah kembali merosot.
"Ini benar-benar konyol. Sebenarnya, apa yang aku lakukan saat ini?" bukan hanya perbuatannya di depan Mark, namun Haechan menangisi kelakuannya di depan cermin barusan. Sebentar lagi kepala tiga akan mendatangi dan dia masih bisa-bisanya bertingkah kekanakan. Ada apa dengan menyemangati diri dengan cara seperti itu? Haechan merasa aneh. Dia bertingkah seperti saat pubertas menghantamnya.
"Baiklah, Chan..." helaan nafas panjang terdengar dan sosok kecil itu kembali terlihat di dalam cermin.
"Tidak ada waktu untuk menangisi kekonyolan mu barusan, karena masih banyak hal yang harus dilakukan. Lupakan rasa malumu dan fokus pada Mark."
Oke... Tapi, apakah ini benar—benar diperlukan? Sebagai penonton kami menghargai semangat mu tapi serius, APAKAH INI BENAR-BENAR DIPERLUKAN? Semua orang dapat menilai bahwa tanpa usaha berarti Haechan akan tetap mendapatkan Mark bagaimanapun juga.
Bukan berniat untuk meremehkan, hanya saja, Haechan seolah tengah mengikuti kejuaraan dan sikap kompetitif nya menguar tanpa ampun. Tidak ada yang salah, hanya terasa konyol karena sikap kompetitif tersebut terbakar di tempat yang salah. Apa mendapatkan cinta yang sudah berada di depan mata memang harus seperti ini?
Baiklah... Tidak ada lagi komentar karena setiap orang memiliki ceritanya masing-masing. Lebih baik salahkan Mark karena dialah pihak yang dengan tidak tahu malunya mengatakan akan menunggu strategi Haechan dalam mengejar cintanya, uhuk. Ya, kesimpulannya memang akan selalu Mark yang salah.
Jadi setelah menata pikirannya di dalam kamar mandi, Haechan pun akhirnya keluar dengan piyama yang membuat penampilannya terlihat lebih menggemaskan. Lagipula, Haechan memang selalu menggemaskan.
Namun sayangnya daripada tatapan horny, shit! Coret, maksudnya tatapan memuja, Haechan malah mendapati Mark sudah terbaring di atas kasur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Entah ini bisa disebut naas atau menggelikan, namun Haechan terlihat baik-baik saja atau mungkin hanya mencoba terlihat seperti itu,
KAMU SEDANG MEMBACA
For Your Life [MARKHYUCK]
Fantasía"Apa mau mu, Mark Lee? Bukankah aku sudah membuat keputusan dengan jelas?!" Haechan membentak, merasa frustasi terhadap sikap Mark yang terlampau santai. "Aku adalah pria yang kejam, apa yang kau ingin dari pria seperti ku, hah? Apa sulitnya berhen...