Extra Part ●03

350 16 7
                                    

Aileen menatap dengan malas ke arah lelaki yang sedang tersenyum riang di depan matanya saat ini. Gadis itu menghela napasnya sebal.
"Ngapain sih, ke sini?"

Raka menunjukkan cengirannya yang memamerkan deretan giginya yang rapi dan putih.
"Aku bawa ini."
Bukannya menjawab pertanyaan Aileen, Raka malah mengangkat satu bungkusan yang Aileen sendiri tidak tahu apa itu.

"Mending pulang deh. Di rumah ini nggak ada kamar kosong lagi." Aileen malah mengusir Raka alih-alih dia bertanya apa isi bungkusan yang ditunjukkan Raka kepadanya. Gadis itu malah menarik gagang pintu untuk segera ditutup.

"Eh, eh. Nggak sopan!" Raka langsung menahan pintu yang sedikit lagi akan tertutup. Dia mendorongnya hingga pintu kembali terbuka.

"Abangnya datang bawa martabak, bukannya di sambut malah di usir. Nggak sopan tau." Raka mulai sebal dengan Aileen. Dia menyerahkan martabak yang masih terbungkus dengan rapi ke Aileen secara paksa. Akibatnya mau tak mau Aileen harus menerima bungkusannya daripada terjatuh dan terbuang sia-sia. Setelah itu, Raka langsung melengos masuk.

Aileen mengerutkan dahinya. Otaknya mungkin sedang bekerja dengan lambat untuk memberikan respon atas tindakan Raka yang seenaknya langsung masuk ke dalam.

Sementara Raka yang sudah berjalan masuk meninggalkan Aileen di dekat pintu, hanya bisa senyum-senyum saja. Dia rasanya ingin menarik kedua pipi Aileen karena rasanya sangat menggemaskan melihat raut kebingungan Aileen.

"Heh! Yang nyruruh masuk siapa?!" Aileen akihirnya sadar setelah tidak melihat punggung raka karena ada dinding. Gadis itu segera menutup pintu dan berlari mengejar Raka. Tak bisa disangkal, dia senang abang pertamanya itu ada di sini. Setidaknya suasana tidak akan canggung. Karena kepribadian Raka dan Diaz itu hampir sama. Hanya saja Raka versi bagusnya, Diaz versi buruknya.

"Halo bibi." Raka langsung masuk ke ruang tamu dengan senyum yang cetar membahana. Pakaian kerjanya yang terlihat sangat formal memberikan aura tersendiri saat lelaki itu berjalan tegap kearah Bibi Marni.

"Eh? Raka? Apa kabar?" Bibi Marni langsung menutup buku yang sedang dia baca. Wanita yang sebentar lagi akan memasuki usia setengah abad berdiri dan memeluk Raka. Sudah lama dia tidak melihat lelaki itu.

"Baik bibi." Raka membalas pelukan Marni. Wajah Marni yang hampir mirip dengan ibu sambungnya dulu (ibu Aileen) membuat hatinya bergetar.

"Ayo duduk dulu." Marni langsung mempersilahkan.
"Kamu geser sana!" Marni melotot ke arah Diaz.

Diaz yang melihat Bibi Marni memperlakukannya secara tidak adil hanya bisa menghela napas saja. Tak ayal, hatinya melontarkan umpatan kepada Raka.
"Manusia memang sama semua. Ada yang lebih bagus, yang lebih buruknya dibuang." Diaz mendumel.

"Kasihan." Devan berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Diaz memilih duduk di samping orang yang paling muda yang ada di ruangan itu.

"Diem lo!" Diaz melotot tidak terima. Harga tirinya terluka hanya karena satu kata yang dilontarkan bocah ingusan tersebut.

Aileen yang baru tiba di ruang tamu dan melihat keakraban Bibi Marni dan Raka, hanya bisa menghela napas. Dia mengambil posisi duduk di sebelah Arkan yang sedang sibuk sendiri dengan ponselnya. Lelaki itu tampak terkejut ketika melihat Aileen duduk di sebelahnya. Tidak pernah terbayangnya Aileen duduk di sebelahnya.

Aileen membuka bungkusan yang berisi martabak yang di bawa Raka. Harum martabak langsung menguar di ruangan itu. Raka hanya bisa menahan senyum ketika melihat Aileen memakan martabak yang dia bawakan.
Awalnya saja sok menolak, akhirnya dilahap habis juga.

"Elah, kalo mau ambil." Aileen yang hendak memasukkan martabak ke dalam mulutnya terpaksa harus menahan gerakannya ketika melihat Diaz dan Devan menatapnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AILEEN (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang