Extra Part ●02

453 27 10
                                    

"Devan? Ngapain di sini?" Diaz yang pertama sekali menyadari ada Devan di belakang tubuh Aileen.

Mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Diaz, yang lain ikut menoleh menatap Aileen.
Devan terlihat menunduk malu.

"Itu...ibu tiri gue katanya bakalan ada di rumah sakit ngurus kakeknya si Devan. Jadi, dia takut kalo si Devan nggak beres ditinggalin di rumah. Jadi si Devan mau nginap di sini dalam beberapa hari." Aileen menjelaskan secara singkat sambil mendudukkan badannya di tempat dia semula. Dirinya membiarkan Devan berdiri layaknya orang tidak tahu tempat.

"Kakeknya Devan? Eh! Dia kakek lo juga bego!" Diaz bahkan sampai berdiri dari duduknya demi menyentil jidat Aileen karena jengkel mendengar perkataan gadis itu. Tetapi sayang, Diaz tidak berhasil melakukannya karena Aileen langsung bersembunyi di balik punggung Aksa.

"Ye...suka-suka gue mau bilang apa!" Aileen mengejek Diaz dari balik punggung Aksa. Aksa hanya bisa menghela napasnya.

"Oh iya. Kamu masuk aja ke kamar tamu. Lurus aja ngikut lorong ini. Kalo kamu di sini, nanti ketularan bego si Diaz." Aileen mendadak teringat dengan Devan. Dapat dilihat gadis itu Devan masih berdiri memegang ranselnya.

Devan hanya bisa menganggukk kaku saja. Sebelumnya dia memang belum pernah bertemu dengan teman-teman Aileen. Hanya Diaz saja yang dia kenal.
Setelah mengangguk, dia menggendong ranselnya dan pergi meninggalkan Aileen bersama teman-temannya.

"Gue heran." Luna mendadak memecah keheningan.

"Heran kenapa?" Diaz menyahuti dengan kening berkerut.

"Kok bisa ya, dari mulai Bang Raka, Arkan, sampe Devan. Semuanya good looking. Eh, si Aileen cebol dekil begini." Aileen lantas melempar pulpen yang dia pegang setelah mendengar hinaan Luna. Sementara yang lain langsung tertawa, termasuk Aksa.

"Oh iya ya. Semua mereka sopan, kalem, penurut. Eh, si Aileen pelawannya luar biasa. Padahal pabrik spermanya sama." Diaz semakin terbahak setelah menambahi perkataan Luna.

Wajah Aileen semakin suram saja mendengarnya. Gadis itu memilih menatap soal walaupun pikirannya sedang panas.

"Walaupun cebol begini, Aileen tetap cantik kok." Aksa menyudahi tertawanya. Lelaki itu mengelus kepala Aileen.
Aileen yang awalnya kesal kepada Aksa, langsung luluh seketika.

"Rambutnya cantik." Aksa memegang rambut Aileen yang terkuncir.
Luna yang melihat perlakuan Aksa mendadak menggigit jari jempol kanannya.

"Matanya bulat cantik, hidungnya pas dengan bentuk wajahnya." Aksa menangkupkan wajah Aileen pada kedua tangannya. Lelaki itu tersenyum ke arah Aileen.

"Udah! Cukup. Saya baper brader." Luna menutup mata dan telinganya. Melihat perlakuan Aksa, dia jadi kepingin diperlakukan begitu. Dia tidak ada niatan dan tidak mau merebut pacar sahabat sendiri.

"Niat membully berujung baper." Vira terkekeh sendiri.
Tetapi jauh dilubuk hatinya, dia kepingin Diaz memperlakukan dia begitu juga. Dia tidak munafik.

"Ngomongnya jangan julid-julid amat." Diaz mengusap kepala Vira. Vira tertawa.

"Dan pada akhirnya, gue tetaplah penonton keromantisan kalian. Sialan!" Luna kembali menatap buku latihan soalnya dengan perasaan sebal.
Kini berganti, Aileen lah yang tertawa lebar.

●●●

"Bibi pulang!" Seperti biasa, jam enam sore Marni sudah tiba di rumah. Wanita itu membawa banyak camilan karena stok camilan di rumah mereka kebetulan sudah habis.

"Masuk bibi!" Aileen berteriak dari ruang tengah. Teman-temannya belum pulang.

"Belum pulang? Sudah sore ini." Marni menghentikan langkahnya sejenak untuk melihat teman-teman Aileen.

AILEEN (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang